Kabulkan PK Sejumlah Napi Koruptor, MA Ungkap 3 Alasan Utamanya

Jakarta, law-justice.co - Permohonan peninjauan kembali (PK) oleh sejumlah narapidana kasus korupsi dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA). MA lantas mengungkapkan tiga alasan utamanya.

"Berdasarkan pengamatan kami bahwa perkara yang terkait dengan hukuman atau pidana terpidana itu ya dikurangi pada pokoknya ada tiga hal yang menjadi alasan mengapa MA mengabulkan," kata Ketua Muda MA Andi Samsan Nganro, dalam diskusi online bersama KPK, Jumat (22/1/2021).

Baca juga : Mahkamah Agung Vonis Bupati Mimika Eltinus Omaleng 2 Tahun Penjara

Alasan pertama yakni terkait disparitas pemidanaan. Dalam alasan ini ada fakta yang menunjukkan bahwa ada sebuah tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang, namun dalam persidangan itu mulai dari awal.

"Karena itu adalah kewenangan penuntut umum untuk di dalam berkas perkara itu dijadikan ke pengadilan, apakah diajukan secara berbarengan atau dipisah-pisah, displit. Artinya beberapa berkas," katanya.

Baca juga : Resmi, Jubir MA Suharto Terpilih Jadi Wakil Ketua Bidang Non Yudisial

"Akan tetapi pada hakekatnya bahwa tindak pidana itu adalah sebuah tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang, tetapi pengakuannya itu dan pemeriksaan serta penyelesaiannya dilakukan dengan pemeriksaan yang terpisah dengan beberapa berkas," sambungnya.

Alasan kedua yaitu terdakwa melihat perkara lain yang menurutnya lebih berat namun dihukum lebih ringan.

Baca juga : MA Tolak PK Sinarmas Asset Management di Kasus Jiwasraya

"Nah dalam beberapa perkara ada pemohon PK yang merasa keberatan juga tatkala melihat split split atau melihat perkara yang terpisah dengannya, yang notabene menurut pemohon PK terpidana itu bahwa dia pelaku utama kenapa dihukum ringan, kenapa hukuman saya lebih berat padahal saya cuma membantu. Dari segi hukum pidana membantu itu ya itu salah satu alasan yang bisa meringankan artinya tidak sama dengan pelaku pemeran utama," katanya.

Alasan yang ketiga menurut Andi, adanya alasan-alasan lain masuk dalam independensi Hakim. Seperti mengenai rasa keadilan untuk menentukan berat ringannya pidana itu sendiri.

"Ketiga adanya alasan-alasan lain yang masuk independensi hakim, ya soal rasa keadilan, sebab menentukan berat ringannya pidana juga itu merupakan seni, suatu pertimbangan memerlukan suatu bekerjanya fungsi fungsi rasio, fungsi hari nurani dan lain lain sebagainya sehingga melahirkan sebuah angka," kata Andi.

KPK pada September 2020 lalu pernah mengungkapkan ada 20 terpidana kasus tindak pidana korupsi yang PK-nya dipotong MA. Seluruh perkara itu disebut KPK ditangani sepanjang 2019-2020.

"Kami mencatat hingga saat ini sekitar 20 perkara yang ditangani KPK sepanjang 2019-2020 yang hukumannya dipotong," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (21/9/2020).

Setidaknya ada 10 koruptor yang hukumannya dipotong. Berikut daftarnya:

1. Mantan Bupati Bengkulu Selatan, Dirwan Mahmud, di kasus suap pekerjaan proyek infrastruktur. Dirwan diputus 6 tahun penjara. Usai mengajukan PK, hukuman menjadi 4 tahun dan 6 bulan.

2. Andi Zulkarnaen Mallarangeng alias Choel Mallarangang, adik kandung Andi Mallarangeng di kasus suap proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang. Choel diputus 3 tahun 6 bulan penjara. Di tingkat PK, hukuman Choel menjadi 3 tahun.

3. Mantan Bupati Buton, Samsu Umar Abdul Samiun, di kasus suap mantan Ketua MK Akil Mochtar dalam sengketa pilkada Kabupaten Buton. Samsu Umar menjalani hukuman 3 tahun penjara dari yang semula hukumannya 3 tahun 9 bulan.

4. Billy Sindoro dinyatakan majelis hakim terbukti bersalah melakukan suap berkaitan dengan perizinan proyek Meikarta. Dia divonis penjara selama 3,5 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan penjara.

Hakim menyatakan Billy terbukti memberi suap ke Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin dan jajarannya di Pemkab Bekasi. Hakim menyebut uang yang mengalir sebesar Rp 16.182.020.000 dan SGD 270.000 dengan tujuan memuluskan perizinan proyek Meikarta.

Kemudian, Billy mengajukan permohonan PK atas hukumannya itu. PK dikabulkan, akhirnya vonis penjara terhadap Billy menjadi 2 tahun.

5. Pengusaha Hadi Setiawan, divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan terkait kasus suap hakim ad hoc PN Tipikor Medan Merry Purba. Hadi terbukti membantu pengusaha Tamin Sukardi menyuap Merry untuk melancarkan perkaranya di Pengadilan Tipikor Medan.

6. Mantan Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi terbukti menerima duit senilai Rp 1,5 miliar terkait izin Amdal di kawasan industri Cilegon yang menjerat dirinya. Iman Ariyadi telah dijatuhi vonis 6 tahun penjara.

Lalu, Iman Ariyadi mengajukan peninjauan kembali (PK) atas kasus suap terkait izin Amdal di kawasan industri Cilegon yang menjerat dirinya. Hukuman yang semula 6 tahun itu dipotong menjadi 4 tahun penjara.

7. MA mengabulkan peninjauan kembali yang diajukan OC Kaligis. MA memutuskan mengurangi masa penahanan OC Kaligis sebanyak tiga tahun. Vonis OC Kaligis yang sebelumnya ditetapkan 10 tahun penjara, kini menjadi 7 tahun penjara.

OC Kaligis terbukti menyuap majelis hakim dan panitera PTUN di Medan sebesar 27.000 dollar AS dan 5.000 dollar Singapura.

8. MA mengabulkan peninjauan kembali (PK) Irman Gusman dan meringankan hukuman mantan Ketua DPD itu. Irman terbukti korupsi mengurus impor gula.

Semula, PN Jakpus menghukum Irman 4,5 tahun penjara. Setelah mengajukan PK ke MA, hukuman bagi Irman pun dikurangi menjadi 3 tahun penjara.

9. Panitera PN Medan, Helpandi juga merasakan sunat vonis. Perkara Nomor 3784 K/PID.SUS/2019 diadili oleh ketua majelis Suhadi dengan anggota Abdul Latief dan Krisna Harahap.

Majelis sepakat mengurangi hukuman Helpandi dari 7 tahun penjara menjadi 6 tahun penjara. Helpandi juga diberi hukuman denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.

10. Di Pengadilan Tipikor Jakarta, M Sanusi dinyatakan terbukti menerima suap Rp 2 miliar dari bos Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. Uang tersebut terkait dengan pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (RTRKSP) Jakarta di Balegda DPRD DKI. Sanusi divonis 7 tahun penjara di pengadilan tingkat pertama ini.

Jaksa kemudian mengajukan banding. Hukuman Sanusi diperberat menjadi 10 tahun penjara. Putusan ini diperkuat putusan kasasi.

Di tingkat peninjauan kembali (PK), Sanusi dikurangi hukumannya menjadi 7 tahun penjara.