56 Orang Alami Pelecehan Seksual di Gereja Katolik di Indonesia

Selasa, 10/12/2019 10:40 WIB
Ilustrasi (Fajar)

Ilustrasi (Fajar)

[INTRO]

Majalah mingguan Warta Minggu yang diterbitkan oleh paroki Katolik Roma Tomang di Jakarta Barat melaporkan bahwa setidaknya 56 orang mengalami pelecehan seksual di gereja-gereja Katolik di seluruh Indonesia.

Laporan yang berjudul "Pelecehan Seksual di Gereja-Gereja Indonesia: Sebuah Fenomena Gunung Es?", diterbitkan hari Minggu dan didasarkan pada diskusi yang diadakan di Universitas Atma Jaya pada akhir November untuk menandai kampanye internasional 16 Hari Aktivisme Melawan Kekerasan Berbasis Gender.

Selama diskusi, sekretaris komisi seminari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Joseph Kristanto mengatakan bahwa, walaupun dia tidak memiliki data pasti tentang jumlah korban pelecehan seksual di gereja-gereja Katolik di negara itu, timnya telah menerima laporan dari informan yang merinci setidaknya 56 korban.

"Jumlah itu termasuk 21 korban dari kalangan seminaris dan frater, 20 suster dan 15 umat awam," kata Kristanto seperti dikutip Warta Minggu.

“Siapa pelakunya? Ada 33 imam dan 23 pelaku non-imam. Banyak insiden terjadi di pusat-pusat pendidikan bagi calon imam.” Kristanto mengatakan data hanya mewakili "puncak gunung es."

“Ada 37 keuskupan agung di Indonesia. Jika setiap keuskupan agung memiliki bahkan lima atau 10 kasus, hitung saja sendiri, ”katanya. "Dan itu hanya di keuskupan agung, tidak termasuk sekolah atau panti asuhan."

Kristanto mengatakan salah satu cara KWI berusaha mencegah penyalahgunaan seperti itu adalah melalui seleksi ketat dan proses pendidikan untuk para seminaris.

Lidia Laksana Hidayat, seorang psikolog dan penasihat untuk para seminaris, yang menghadiri diskusi, menggemakan komentar Kristanto dan mengatakan bahwa akar pelecehan seksual sering kali terletak pada masa lalu para pelaku kekerasan seksual.

Kristanto mengatakan bahwa Paus Francis telah memperjelas posisi gereja dalam surat apostoliknya Vos Estis Lux Mundi yang dikeluarkan pada bulan Mei.

"Paus menegaskan kembali bahwa kejahatan seksual menyakiti Tuhan kita, menyebabkan kerugian fisik, psikologis dan spiritual bagi para korban dan merusak komunitas umat beriman," katanya.

Editorial Warta Minggu mengatakan laporan itu diterbitkan untuk memperingati Hari Hak Asasi Manusia Internasional, yang jatuh pada 10 Desember.

“Kami bersyukur bahwa gereja cukup berhati besar untuk tidak menyangkal kelemahannya. Tentu saja tidak cukup untuk tetap diam. Tindakan harus diambil untuk mencegah hal-hal buruk terjadi dan menegakkan keadilan," kata editorial itu. “Para pelaku harus dikoreksi, kita harus mengutuk tindakan mereka tetapi bukan kemanusiaan mereka. Sementara itu, para korban harus diselamatkan dan dibangkitkan dari penderitaan mereka."

Ketika dihubungi untuk memberikan komentar, Sekretaris Dewan KWI tentang Awam Paulus Christian Siswantoko mengatakan kepada The Jakarta Post pada hari Senin bahwa ia tidak mengetahui laporan tersebut. Sedangkan Kristanto tidak segera dapat dihubungi untuk diminta komentarnya.

Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Mariana Amiruddin mengatakan bahwa komisi tersebut belum menerima laporan tentang pelecehan seksual dalam Gereja Katolik.

Komisioner Komnas Perempuan lainnya, Adriana Venny, mendesak setiap korban pelecehan seksual untuk melaporkan kepada polisi dan komisi mengenai masalah tersebut.

"Setiap pelaku pelecehan seksual harus diproses secara hukum dan tidak boleh dibiarkan bebas. Korban harus diberikan akses ke [bantuan hukum]," kata Adriana.

"Para korban dapat melapor ke polisi dan juga ke Komnas Perempuan. Unit pengaduan dan rujukan kami akan menganalisis kebutuhan para korban dan jika mereka mengalami trauma, mereka akan dirujuk untuk konseling," tambahnya.

Gereja Katolik Roma telah banyak dikritik karena kegagalan para pejabat untuk mengambil tindakan terhadap tuduhan pelecehan seksual terhadap para imam, dengan ribuan laporan muncul di Amerika Serikat, Eropa, Australia, Chili, Kanada, dan India selama beberapa tahun terakhir.

Melalui surat apostoliknya, Paus Francis mengesahkan undang-undang gerejawi yang mewajibkan setiap keuskupan untuk membuat sistem pelaporan pelecehan seksual  pada Juni 2020.

Sumber: The Jakarta Post

 

(Tim Liputan News\Reko Alum)

Share:




Berita Terkait

Komentar