ICJR Kecam Pemukulan Narapidana Nusakambangan

Sabtu, 04/05/2019 14:32 WIB
Pemukulan terhadap 26 narapidana narkotika dilakukan pada 28 Maret 2019 oleh petugas Lapas Nusakambangan (Kompas)

Pemukulan terhadap 26 narapidana narkotika dilakukan pada 28 Maret 2019 oleh petugas Lapas Nusakambangan (Kompas)

[INTRO]

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengecam tindakan petugas pemasyarakatan Nusakambangan yang menyeret dan memukul 26 narapidana. Pemukulan terjadi saat narapidana narkotika yang baru dipindahkan dari Lapas Bali, pada 28 Maret 2019.

"ICJR mengecam tindakan tersebut karena tindakan penyeratan dan pemukulan narapidana narkotika itu merupakan salah satu bentuk perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat," kata Direktur Eksekutif ICJR melalui keterangan tertulis yang diterima law-justice.co, Jumat (3/5).

Menurut Anggara, tindakan itu sama halnya Indonesia melanggar Pasal 16 UNCAT (The United Nations Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) yang sudah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-undang No 5 tahun 1998.

Indonesia telah melanggar komitmennya secara internasional selaku negara perserta UNCAT yang semaksimal mungkin wajib mencegah terjadinya perlakuan tindak manusiawi sebagai bentuk penghukuman dalam wilayah hukumnya.

Untuk itu ICJR mendorong Dirjen PAS, termasuk Menkumham untuk melakukan evaluasi secara mendalam atas tindakan ini, termasuk mengusut secara pidana tindakan kekerasan yang dilakukan.

ICJR mencermati bahwa kejadian ini juga merupakan imbas dari sikap represif aparat penegak hukum, yakni petugas pemasyarakatan. Nilai-nilai pemasyarakatan berupa pengayoman, penghargaan terhadap martabat manusia, nilai untuk menjunjung tinggi tujuan pemasyarakatan yakni membantu narapidana kembali ke masyarakat, belum sepenuhnya diterapkan dalam lapas.

"Instrumen pengekangan berupa borgol ataupun hal lainnya berdasarkan Pasal 33 Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners hanya dapat digunakan dengan alasan terbatas dan ketat, dan tidak boleh digunakan sebagai bentuk penghukuman," jelasnya.

(Winna Wijaya\Reko Alum)

Share:




Berita Terkait

Komentar