Kerugian Negara Rp300 Triliun Dibebankan ke Terdakwa Rp 12 Triliun, Siapa Tanggung Sisanya?
Modus Kerugian Kasus Korupsi Timah, Senjakala Pemberantasan Korupsi

Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di ruang rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (15/1/2025. (Detik)
law-justice.co - Putusan hakim PN Tipikor Jakarta Pusat menetapkan kerugian negara dalam kasus korupsi timah mencapai Rp 300 triliun. Tercatat memegang rekor sebagai kasus korupsi dengan kerugian negara terbesar. Sayangnya, dalam putusan pengembalian negara secara akumulatif tidak mencapai 10 persen. Kini bahkan, pakar yang menghitung kerugian negara terancam hukuman pidana setelah dilaporkan ke polisi oleh sekelompok masyarakat. Ancaman baru pemberantasan korupsi?
Meskpun menetapkan kerugiannegara dalam jumlah fantastis, senyatanya putusan PN Tipikor Jakarta pusat dalam kasus ini justru tergolong merinankan terdakwa. Rerata, seluruh terdakwa diputus jauh lebih endah dibanding tuntutan jaksa. Bahkan akumulasi penggantian kerugian negara hanya mencapai Rp12 trilun saja dari kerugiann negara Rp 300 Triliun.
Putusan yang ringan ini pun direspon oleh Presiden Prabowo Subianto. Prabowo lalu mempertanyakan vonis terdakwa yang dinilai ringan. Hal itu diungkap Prabowo dalam pengarahannya di acara Musrenbangnas RPJMN 2025-2029 di Bappenas, Jakarta Pusat, pada 30 Desember 2024. Prabowo tiba-tiba menyinggung hakim yang memvonis ringan terdakwa yang merugikan negara ratusan triliun rupiah. "Kalau sudah jelas, jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliun ya semua unsur lah, terutama juga hakim-hakim ya vonisnya jangan terlalu ringanlah, nanti dibilang Prabowo nggak ngerti hukum lagi," kata Prabowo.
Ketua Komjak Pujiyono Suwadi turut menyampaikan keprihatinan terkait ringannya putusan terhadap terdakwa korupsi, terutama di kasus korupsi timah. "Pertama, untuk Harvey Moeis kita begitu diputus langsung mendorong Jampidsus untuk melakukan banding dan itu sudah dilakukan sehingga biar tidak jauh," kata Pujiyono, Jumat (24/1/2025).
Menurut Pujiyono, hukuman bagi koruptor di Indonesia saat ini tidak menciptakan efek jera. Langkah hukum tersebut juga tidak memiliki andil dalam pengembalian kerugian negara yang muncul akibat perbuatan korupsi pelaku. Komjak merekomendasikan Kejagung untuk beralih fokus dalam penegakan hukum terhadap koruptor. Komjak mendorong Kejagung dalam menempatkan pengembalian kerugian negara sebagai primum remedium atau langkah utama dalam memberikan jeratan hukum di kasus korupsi. "Kalau menurut kita ini sebagai dasar kegelisahannya ya, pemberantasan korupsi ternyata tidak memberikan impact bagi pengembalian kerugian negara secara maksimal sehingga yang kita kejar bagaimana pengembalian kerugian keuangan negara itu bisa dikembalikan secara maksimal," terang Pujiyono.
"Jadikan itu primum remedium meskipun kita ada pasal 4 UU Tipikor bahwa pengembalian keuangan negara tidak menghapus pidana, tapi pidana itu jadikan ultimum remedium (upaya terakhir dalam penegakan hukum). Hukuman badannya jadi ultimum remedium, primum remedium-nya adalah pengembalian kerugian keuangan negara," sambungnya.
"Duta Palma kita dorong terus, untuk kasus timah ini karena hukumannya pengembalian keuangan negaranya tidak maksimal kan hanya ganti rugi Rp 11 atau Rp 12 triliun padahal kerugian yang diakomodasi oleh hakim besar Rp 271 triliun, oleh karena itu kita dorong untuk mengusut korporasi dan ini sudah dilakukan sudah ada lima korporasi timah yang kemudian sudah disita oleh kejaksaan dan nilainya cukup fantastis puluhan triliun," papar Pujiyono. Saat ini Kejagung telah menetapkan lima tersangka korupsi korporasi di kasus timah. Komjak mengatakan model penindakan tersebut harus makin diperbanyak oleh Kejagung.
Polemik Kerugian Negara Kasus Korupsi Timah, Pakar Diadukan Ke Polisi
Meskipun hakim telah memutuskan kerugian negara dalam kasus korupsi timah sebesar Rp 300 triliun, ternyata polemik masih terpantik. Perhitungan kerugian negara yang dihitung oleh Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Bambang Hero Saharjo sebesar Rp 271 triliun dianggap tidak terbukti dan tidak kredibel. Atas dasar itu, dia dilaporkan ke polisi.
Pelaporan terhadap Hero dilakukan oleh DPD Perpat Babel. Ketua DPD Perpat Babel, Andi Kusuma, menilai bahwa penghitungan kerugian negara sebesar Rp 271 triliun sangat janggal. Dia juga mengkalim besaran penghitungan tersebut telah merusak perekonomian daerah. Andi juga menilai penghitungan yang dilakukan oleh Bambang itu tidak relevan dan bertentangan dengan kewenangan penghitungan kerugian negara yang dimiliki Kejaksaan Agung melalui Bambang Hero selaku saksi ahli.
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Persaudaraan Pemuda Tempatan (Perpat) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) melaporkan Hero ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bangka Belitung, Rabu (8/1/2025). Menurutnya, Bambang bukanlah orang yang tepat dalam menghitung kerugian itu. Menurut Andi, Bambang hanya 2 kali datang ke Babel. "Pak Bambang itu guru besar, yang perhitungannya ahli kebakaran hutan. Itu bicara ekologi itu dihitung. Berapa banyak tumbuhan-tumbuhan dari 172 ribu hektare, berapa banyak jenis pohonnya. Hanya 2 kali datang. Kita bicara perhitungan butuh investigasi," katanya.
Tak cukup melaporkan ke Polisi, Perpat babel pun menggerudug Komisi III DPR RI dengan membawa persoalan yang sama. Cukup istimewa, sebab perwakilan Perpat Babel ini langsubg diterima oleh Kemtua Komisi III Habiburakhman dan sejumlah Anggotanya. Kepada sejumlah awak media, Perpat Babel menyangkal jika langkah mereka melaporkan Hero ini merupakan upaya melindungi koruptor. "Kami tidak melindungi koruptor maka waktu itu kami minta Komisi III DPR RI untuk mengusut misteri Rp 271 triliun ini," kata Andi kepada wartawan, Jumat (24/01/2025).
Di depan Komisi III, Andi menyatakan bila dalam penegakan hukum harus dilakukan secara objektif dan menggunakan pasal yang tepat, tidak semua kasus hukum menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). "Kami dalam hal ini mau penegakan hukum tersebut betul-betul dilakukan secara objektif, karena kalau kita bicara kerusakan lingkungan saya sepakat mengakibatkan kerugian negara, kami sepakat itu. Tapi penerapan pasalnya lebih layak penerapan pasal di UU Mineral dan Batubara Lingkungan," tutupnya.
Menanggapi hal tersebut, Habiburokhman menyatakan bila RDPU Komisi III DPR dengan elemen masyarakat Babel pekan lalu akan dibahas dalam Raker Komisi III DPR RI dengan Jaksa Agung. "Insya-Allah kalau nanti disepakati dalam pleno, kami akan mengundang Jampidsus untuk berdiskusi soal ini. Semua masukan masyarakat, termasuk dari teman-teman asli Babel, kami akan sampaikan juga pada rapat tersebut," kata Habiburokhman kepada Law-Justice, Kamis (23/01/2025).
Politisi Partai Gerindra tersebut menyatakan bila Komisi III DPR RI sudah mengingatkan potensi korupsi timah tersebut dan menyeret Suami dari artis Sandra Dewi, yakni Harvey Moeis. Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman mengatakan saat itu Komisi III sudah pernah mengingatkan petinggi perusahaan yang mengelola timah di Bangka Belitung. "Waktu itu, seingat saya memang kita sudah menyampaikan untuk hati-hati karena ini kan SDA, sumber daya mineral yang sangat amat berharga," ucapnya.
Senada dengan Habiburokhman, Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan menyatakan pihaknya akan memanggil Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Bambang Hero Saharjo untuk rapat bersama Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung terkait perhitungan kerugian negara senilai Rp 271 triliun atas kasus korupsi tata niaga timah di Bangka Belitung. "Saya akan usulkan nanti pimpinan Komisi III DPR bila perlu Bambang Hero kita panggil bersama-sama dengan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, biar terbuka lah, jangan suudzon juga masyarakat begini-begini, ini kan jadi polemik yang nggak karu-karuan dan presiden bicara juga," ujar Hinca ketika dikonfirmasi, Rabu (22/01/2025). "Jadi temen-temen bener juga ngejar ini, tapi biar tuntas ini nggak ke mana-mana mungkin ruang Komisi III ini penting juga bagi Bambang Hero menjelaskan itu tadi (soal hitungan kerugian negara Rp 271 T)," sambungnya.
Terkait anggapan Bambang Hero dikriminalisasi lantaran dilaporkan ke Polda Babel, Hinca tak setuju. Sebab menurutnya, perhitungannya soal kerugian negara senilai Rp 271 T juga tidak terbukti. Meski begitu, menurutnya hal ini tentu harus menjadi concern bagi semua pihak terutama penegak hukum untuk bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan permasalahan kasus ini. "Saya nggak ngeliat ini soal kriminalisasi atau perdebatan dengan masyarakat, tapi yang jelas masyarakat ini memberi concern betul pada kasus ini sehingga dia ikuti dan kemudian pelan-pelan begitu putusan pengadilan keluar angka Rp 271 T nggak terbukti, mereka bereaksi, kan begitu kan nggak terbukti. Nah ada yang mempolisikan begitu kan," katanya.
Pakar Dilaporkan, Pengalihan Isyu Kerugian Negara?
Pakar hukum dari Themis Indonesia, Feri Amsari mengatakan ada sesat pikir dari pelaporan terhadap saksi ahli. Menurut dia, ahli hanya menyampaikan pendapat, bukan fakta hukum. “Kalau ada perbedaan pendapat, pelapor seharusnya menempuh jalur persidangan kasus korupsinya,” kata Fery kepada Law-justice, Jumat (24/1/2025).
Menurut dia, hakim punya kewenangan penuh dan secara independen menilai dakwaan penuntut umum sehingga saksi ahli tidak bisa dipidana atas keterangan yang diberikannya dalam suatu persidangan. Fery menyebutkan keterangan saksi ahli menjadi salah satu alat bukti dalam suatu tindak pidana sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Lain itu, kata Fery, kerugian akibat kerusakan lingkungan menjadi salah satu aspek dalam Pasal 2 dan 3 mengenai tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negara. Kerugian lingkungan ini, kata dia, bisa dikualifikasikan sebagai salah satu kerugian negara dalam perkara korupsi, terutama yang berhubungan dengan kasus sumber daya alam. “Jadi sebenarnya jelas kerugian negara yang diatur UU,” ujar dia.
Menurutnya, pelaporan terhadap Bambang Hero bisa dimaknai sebagai pengalihan isu. Maksudnya, kasus pelaporan bisa mengaburkan proses penegakan hukum yang menyasar ke pihak lain. “Saya khawatir ini pengalihan isu. Akhirnya, perkara kerugian negara di kasus timah enggak diproses,” ujar dia.
Bambang Hero Saharjo tak ambil pusing soal pelaporan terhadap dirinya terkait penghitungan kerugian dalam kasus korupsi timah di Bangka Belitung. Guru Besar di bidang perlindungan hutan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) ini tetap dalam kesaksiannya bahwa nilai kerugian dari korupsi timah mencapai Rp 300 triliun. Awalnya, kata dia, nilai erugian korupsi timah berkisar Rp 271 triliun. Jumlah itu merupakan perhitungan akumulasi dari kerugian ekonomi, ekologis, kerugian ekonomi lingkungan, dan kerugian biaya pemulihan lingkungan. "Total kerugian dari segala aspek itu yang kami hitung sehingga penghitungannya komprehensif, tidak parsial hanya kerugian ekonomi," kata Bambang kepada Law-justice, Kamis (23/1/2025).
Bambang menjelaskan, kajian berdasarkan pengamatan citra satelit dari 2015 hingga 2022, dia dan timnya memperkirakan terdapat 350 ribu hektare lahan yang tergarap akibat aktivitas tambang ilegal di tujuh kabupaten di Bangka Belitung. Tak hanya pengamatan melalui citra satelit, Bambang dan koleganya pun melakukan pemeriksaan langsung di lapangan. Hasilnya, ditemukan ratusan perusahaan beroperasi yang terlibat kasus ini. "Kerugian 300 triliun wajar terlihat sangat besar, ya karena ada ratusan pula korporasi yang berada di pusaran kasus," tuturnya.
Bambang mewanti-wanti, penghitungan kerugian ekologi didasarkan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran atau Kerusakan Lingkungan. Kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah dalam kawasan hutan mencapai Rp 223,36 triliun. Adapun jumlah ini terdiri atas biaya kerugian lingkungan (ekologi) sebesar Rp 157,83 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 60,27 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan Rp 5,26 triliun. Sedangkan ihwal kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah di luar kawasan hutan atau di area penggunaan lain, biaya kerugian lingkungannya sebesar Rp 25,87 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 15,2 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan Rp 6,62 triliun, sehingga totalnya Rp 47,70 triliun. "Jadi, tidak heran kalau kerugian korupsi ini sampai ratusan triliun karena penghitungannya di segala aspek," kata Bambang.
Bambang juga menghitung potensi kerugian dari dampak pencemaran laut akibat aktivitas tambang timah yang sarat korupsi itu. Menurutnya, ada kedalaman laut di sekitar kepulauan Babel sedalam 40 meter yang terancam ekosistemnya. Dia pun menjelaskan ada beberapa modus praktik korupsi tambang timah. Yakni adanya terhubungnya aktivitas di dua lubang tambang yang terpisah. Detailnya, lubang satu berada di wilayah IUP tapi yang lain ternyata ada di kawasan hutan dan tidak dilaporkan. Lain itu, ada juga data atau laporan hasil tambang yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan karakter lubang tambangnya. “Setelah dicek bukan sumber yang seharusnya,” kata dia.
Dalam perhitungan kerugian negara, Bambang menegaskan kalau dia dan timnya merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup. Permen itu memiliki lampiran berisi pedoman dan metode penghitungan yang rinci dan terbukti secara ilmiah. Itu sebabnya, dia menyatakan keheranannya apabila ada yang menggugat dirinya ataupun hasil kalkulasi Rp 300 triliun yang sudah dibuatnya.
Bambang menggambarkan bahwa kerugian dari aspek ekologi berkutat pada sisi keanekaragaman hayati, mulai dari rusaknya kapasitas penampungan air di tanah dan hutan. Setelahnya, dihitung berapa nilai ekonomi yang hilang, seiring dengan perhitungan biaya untuk pemulihan akibat rusaknya lingkungan.”Penghitungan kami tidak asal karena berdasarkan kajian ilmiah,” uajar dia.
Kata Bambang Hero, kajian juga berdasarkan peninjauan langsung lokasi galian pertambangan, yang dilakukan bersama dengan penyidik Kejagung. Keputusan majelis hakim yang memasukkan pertimbangan hitungan kerugian Rp 300 triliun itu ke dalam putusan untuk para terdakwa kasus korupsi timah juga dianggapnya menunjukkan kalkulasi sudah berbasis data, metode, dan peraturan yang jelas dan bisa dibuktikan.
Bambang berpegangan kapasitasnya sebagai saksi ahli kasus korupsi timah merupakan permintaan penyidik Kejaksaan Agung. Menurut Bambang, penyidik jaksa meminta ia dan koleganya menghitung kerugian lingkungan akibat tambang timah ilegal di konsesi PT Timah Tbk tersebut. Bambang dan koleganya memaparkan hasil penghitungan itu kepada penyidik serta dalam persidangan untuk Harvey Moeis dan lima terdakwa lain di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Adapun majelis hakim yang menyidangkan perkara Harvey Moeis dan kawan-kawan menerima kesaksian Bambang serta koleganya dan memasukkannya ke dalam pertimbangan putusan. Sehingga, kata Bambang, kesaksian merujuk pada Pedoman Jaksa Agung Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Adapun aturan ini menyatakan setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana ataupun digugat secara perdata.
Tak hanya itu, Bambang juga berpedoman pada l Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 10 Tahun 2024 tentang Pelindungan Hukum terhadap Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan orang yang memperjuangkan lingkungan hidup tidak bisa dituntut secara pidana ataupun digugat secara perdata. Ayat (2) berbunyi orang yang memperjuangkan lingkungan hidup sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) terdiri dari orang perseorangan, kelompok orang, organisasi lingkungan hidup, akademikus atau ahli, masyarakat hukum adat, dan badan usaha. Selain itu, ada beberapa aturan lain.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan apabila mengacu pada Pasal 1 angka 28, Pasal 1 dan Pasal 186 KUHAP, serta UU tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dalam konsiderannya justru ahli harus dilindungi dalam memberikan keterangan. "Posisi ahli dalam memberikan keterangan dengan dasar pengetahuannya adalah bebas dan itu dijamin UU, serta keterangan yang diberikan ahli tidak mengikat hakim," kata Harli kepada Law-justice, Rabu (22/1/2025).
Menurut Harli, menjadi pemikiran yang salah jika ahli dilaporkan dalam pembuktian suatu peristiwa pidana. Dia pun mengingatkan semua pihak harus taat asas, apalagi ahli memberikan keterangan atas dasar pengetahuannya yang kemudian diolah dan dihitung oleh auditor negara. Ia menjelaskan penghitungan atas kerugian keuangan negara ini atas permintaan jaksa penyidik. Lagi pula, perhitungan Bambang dan koleganya menjadi pertimbangan awal hakim. Dalam putusannya, hakim mengacu angka kerugian yang dibuat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebesar Rp 300 triliun.
Perhitungan kerugian negara versi BPKP mengacu pada kelebihan pembayaran harga sewa smelter oleh PT Timah Rp 2,85 triliun, kerugian yang disebabkan oleh pembayaran bijih timah ilegal yang dilakukan PT Timah kepada para mitra Rp 26,649 triliun, dan kerugian adanya kerusakan lingkungan sebagaimana perhitungan Bambang Hero dan koleganya.
Kata Harli, majelis hakim satu suara dengan jaksa penuntut ihwal kerugian kerusakan lingkungan, termasuk dalam kerugian keuangan negara. Sehingga, katanya, Kejagung bertanggung jawab atas keselamatan saksi ahlinya karena ini soal kepentingan penegakan hukum dan aset negara. Dia juga mengamini keterangan teranyar dari Komisi Kejaksaan yang menekankan bahwa pelaporan terhadap saksi ahli merupakan hal yang tanpa alas hukum. “Ya kami sepakat dengan pemikiran teman-teman Komjak,” katanya.
Komisi Kejaksaan (Komjak) RI menyoroti kasus pelaporan kepada guru besar dari IPB, Bambang Hero Saharjo, yang bertindak sebagai saksi ahli penghitung kerugian perekonomian negara Rp 271 triliun dalam kasus korupsi timah. Komjak menilai pelaporan kepada saksi ahli tidak memiliki dasar hukum. Ketua Komjak Pujiyono Suwadi awalnya menjelaskan akan ada preseden buruk dari pelaporan itu. Menurutnya, seorang saksi ahli yang telah diambil sumpah di pengadilan untuk memberikan keterangan kemudian dilaporkan secara pidana bisa berdampak pada harmonisasi penegakan hukum. "Coba bayangkan kalau keterangan yang diberikan ahli merugikan terdakwa itu kemudian dilaporkan karena memberikan keterangan palsu, berapa banyak orang kemudian yang takut memberikan keterangan," kata Pujiyono, Jumat (24/1/2025).
Pujiyono menerangkan, tiap kesaksian saksi ahli berbeda dengan pemberian keterangan oleh saksi fakta di pengadilan. Saksi ahli, menurut Pujiyono, bersumber pada sebuah metode penelitian. Hal itu berbeda dengan keterangan saksi biasa yang bersumber pada pengalaman empiris. "Hasil dari keahlian itu versinya bisa dua, tiga, empat, atau sepuluh, kalau itu tidak menguntungkan terdakwa bisa dilaporkan kan repot itu. Nah, ini harmoni sosial dalam penegakan hukum kita jika itu diproses bisa membuat kesemrawutan dalam penegakan hukum. Proses yang dijamin oleh KUHAP tidak bisa berjalan dengan benar dan baik," katanya.
Komjak juga menyoroti Pasal 242 KUHP atau pemberian keterangan palsu yang menjadi dasar pelaporan kepada Bambang Hero. Pujiyono mengatakan, dalam aspek sejarah, Pasal 242 KUHP itu merujuk pada pemberian keterangan saksi fakta, bukan saksi ahli. "Kalau kita kaitkan di Pasal 174 kan hakim memberikan peringatan bahwa keterangan berpotensi hukum dan yang diberikan peringatan hukum bukan ahli, tapi orang yang memberikan kesaksian," kata Pujiyono.
Dari runutan tinjauan aspek hukum tersebut, menurut Pujiyono, pelaporan kepada saksi ahli di kasus korupsi timah tidak memiliki dasar hukum. "Sehingga tidak ada alas hukumnya untuk kemudian seorang ahli itu bisa kemudian bisa dikriminalisasi, itu nggak ada alas hukumnya sama sekali," tuturnya.
Lebih lanjut Puyiyono mendukung langkah Kejaksaan Agung yang siap memberikan pendampingan hukum kepada Bambang Hero. Komjak juga yakin kepolisian akan bersikap bijak dalam pengusutan kasus tersebut. "Saya yakin polisi akan bijak menggunakan logika hukum yang benar sehingga polisi pasti kita berharap menolak karena ini akan mengganggu harmonisasi dalam penegakan hukum dan ini nggak ada alas hukum sama sekali," ucap Pujiyono.
Perkara korupsi timah kini tengah bergulir di PT Tipikor Jakarta, setelah JPU dan Terdakwa mengajukan banding. Tampaknya, isyu kerugian negara akan menjadi wacana yang menguntungkan terdakwa. Padahal, dari putusan yang ada saja, penggantian kerugian negara oleh terdakwa masih belum mengcover kerugian negara yang ditetapkan. Bahkan masih jauh panggang dari api, tak heran jika Komisi Kejaksaan mendorong Jaksa Agung serius menggarap tersnagka korporasi untuk recovery kerugian negara.
Kecenderungan DPR menerima pelapor pakar penghitung kerugian negara pun perlu mendapatperhatian dari Presiden Republik Indonesia. Sebab, polemik ini menjadi bernilai politis saat Komisi III yang diketuai oleh kader partai Gerindra ini turut cawe-cawe dalam hal ini. Komisi III bahkanberniat memanggil jampidsus, khusus untuk menanyakan perihal kerugian negara kasus korupsi timah ini. Padahal, kasus ini telah diputu oleh hakim PN Tipikor Jakarta Pusat, meskipun belum inkrah.
Jika pelaporan terhadap pakar yang memberikan keterangan ini didukung oleh anasir politik dan didamkan oleh eksekutif, ini akan menjadi preseden buruk dalam pemberantasan korupsi. Bukan tidak mungkin, ini akan menjadi modus baru bagi koruptor untuk menekan pakar yang keterangannya merugikan. Apalagi, dalam kasus ini, keterangan para ahli sudah diterima mahelis hakim dan mejadi bagian dari pertimbangan hukum.
pemberantsan korupsi ke depan memang akan sangat rawan perlawanan dari bandit-bandit perompak keuangan negara. Apalagi, sejumlah pelaku korupsi seolah mendapat angin dengan adanya perubahan pemerintahan. Presiden Prabowo harus bisa bertahan berpihak pada pemberantasan korupsidan mendukung upaya-upaya yang dilakukan penegak hukum dlaam membongkar kasus-kasus megakorupsi bernilai triliuhan rupiah. Jangan sampai, Presiden kalah terhadap koruptor.
Rohman Wibowo
Ghivary Apriman
Komentar