Nawaitu Redaksi,

Refleksi Penegakan Hukum 2024 dan Prediksi Kondisi di Tahun 2025

Minggu, 05/01/2025 10:39 WIB
Ilustrasi palu pengadilan (netral)

Ilustrasi palu pengadilan (netral)

Jakarta, law-justice.co - Waktu begitu cepat berlalu tanpa terasa. Tahun 2024 baru saja kita lalui bersama, dan kini sudah berganti dengan tahun 2025. Tahun 2024 merupakan tahun yang penuh dinamika dalam penegakan hukum di Indonesia. Disebut tahun penuh dinamika karena di tahun 2024 itu merupakan tahun politik dimana pemilu serentak dan pergantian kepemimpinan nasional diselenggarakan untuk memilih  putra putra terbaik bangsa yang akan memimipin Indomensia lima tahun kedepannya.

Di tahun politik itu,tantangan dalam menjaga independensi dan profesionalisme lembaga penegak hukum menjadi sorotan utama. Lalu seperti apa kondisi penegakan hukum di Indonesia pada tahun 2024 serta prediksi kondisi yang akan terjadi pada tahun 2025 ?

Refleksi Penegakan Hukum di 2024

Penegakan hukum di Indonesia selama tahun 2024 dengan latar belakang momen Pemilu telah memunculkan kondisi yang cukup memprihatinkan di dunia penegakan hukum kita. Suasana penegakan hukum di tahun itu pada akhirnya dinilai tidak murni untuk penegakan hukum tetapi sangat kental nuansa politiknya.

Kondisi penegakan hukum di tahun 2024 dapat digambarkan dalam suasana sebagai berikut :

Pertama, Munculnya Dugaan Adanya Politisasi Penegakan Hukum. Bahwa tahun 2024, sebagai tahun politik, maka penegakan hukum kerap dipandang melalui kacamata politik bukan sekadar murni penegakan hukum semata.

Isu-isu hukum sering kali diwarnai dengan tuduhan politisasi, terutama terhadap kasus yang melibatkan elite politik menjelang atau pasca pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg), Pemilihan Presiden (Pilpres), maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Salah satunya adalah dugaan kriminilasisasi terhadap Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta dan calon presiden potensial, menjadi sorotan dengan adanya kekhawatiran akan upaya kriminalisasi terhadap dirinya menjelang Pemilu 2024.

Menjelang Pemilu 2024, beberapa tokoh dari Koalisi Indonesia Adil dan Makmur dipanggil oleh aparat penegak hukum terkait kasus dugaan pernyataan bohong yang disampaikan oleh Ratna Sarumpaet. Dahnil Anzar Simanjuntak, juru bicara koalisi, menyatakan bahwa pemanggilan tersebut merupakan bentuk politik yang tidak sehat di tengah kontestasi Pilpres, dan ada kecenderungan kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh yang menjadi korban kebohongan tersebut.

Ada juga aktivis dari Presidium Alumni 212 melaporkan adanya dugaan kriminalisasi terhadap sejumlah tokoh yang kritis terhadap pemerintah menjelang Pemilu 2024. Mereka mendatangi Komnas HAM untuk mengadukan persoalan tersebut, dengan harapan mendapatkan perlindungan dan keadilan.

Yang paling anyar adalah kasus Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Desember 2024. PDI Perjuangan menilai penetapan tersangka terhadap Hasto terkesan dipaksakan dan kental dengan aroma politik, serta menduga bahwa Hasto dikriminalisasi karena kritiknya terhadap penyalahgunaan kekuasaan menjelang akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo

Kedua, Kinerja KPK dan Lembaga Penegak Hukum Lainnya Dipertanyakan. Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadapi sorotan tajam. Sebagai contoh pada awal tahun 2024, terungkap adanya praktik pungutan liar yang dilakukan oleh 78 pegawai ASN KPK di Rumah Tahanan KPK. Kasus ini telah mencoreng integritas lembaga KPK.

KPK juga menghentikan penyidikan terhadap Supian Hadi, mantan Bupati Kotawaringin Timur, pada Agustus 2024. Penghentian ini disebabkan oleh ketidakmampuan auditor eksternal menghitung dugaan kerugian negara.

Pada tahun 2024, KPK hanya melakukan dua kali OTT, yang merupakan jumlah terendah sejak lembaga ini didirikan. Hal ini menimbulkan kritik mengenai efektivitas KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

Ditambah lagi kelakuan dari Firli Bahuri, Ketua KPK, dimana melalui kuasa hukumnya mengirim surat kepada Kapolri, Kompolnas, dan DPR RI pada November 2024, meminta penghentian kasus yang menjeratnya. Kasus ini menimbulkan perdebatan mengenai independensi penegakan hukum.

Berdasarkan data di atas mencerminkan dinamika buruknya penegakan hukum terkait kasus korupsi di Indonesia selama tahun 2024, dengan berbagai kasus yang dibuka dan dihentikan oleh KPK serta lembaga penegak hukum lainnya

Maraknya kritik terhadap upaya pelemahan lembaga antikorupsi di tahun 2024 memperlihatkan bahwa kasus-kasus yang melibatkan kepentingan politik sering kali menciptakan persepsi bahwa penegakan hukum tidak sepenuhnya bebas dari intervensi.

Yang jelas, Lembaga antirasuah ini menghadapi tekanan besar, terutama dengan momen pemilu yang menyorot tindakan mereka. Ada pertanyaan tentang independensi dalam menangani kasus yang melibatkan politisi dari kubu tertentu.

Ketiga, Dugaan Penggunaan Aparat negara untuk Kepentingan Politik.Penggunaan aparat negara untuk kepentingan politik merupakan isu sensitif yang sering muncul menjelang momen-momen penting seperti pemilu.

Sebagai contoh dugaan penggunaan  aparat kepolisian dalam Pemilu. Beberapa laporan masyarakat dan pengamat politik menyebutkan adanya dugaan penggunaan kepolisian untuk mendukung pihak tertentu dalam pemilu. Bentuk bisa bemacam macam seperti misalnya pengamanan berlebihan untuk pasangan calon tertentu saat kampanye atau tindakan represif terhadap aksi-aksi demonstrasi yang mendukung lawan politik.

Ada juga Kepala daerah yang merupakan kader partai tertentu diduga menggunakan fasilitas negara untuk mendukung kampanye partai atau calon tertentu. Misalnya penyalahgunaan anggaran daerah untuk membiayai kegiatan politik partai atau dengan memobilisasi ASN (Aparatur Sipil Negara) untuk mendukung pasangan calon tertentu.

Contoh modus lainnya adalah dengan memanfaatkan program bantuan sosial sebagai alat kampanye oleh kepala daerah menjelang pemilu.Laporan Bawaslu menyebutkan bahwa terdapat indikasi ASN yang dipaksa untuk hadir dalam acara-acara partai politik atau Pilkada.

Ada dugaan bahwa lembaga seperti KPK, Polri, atau Kejaksaan digunakan untuk menekan tokoh-tokoh politik tertentu. Contohnya:tokoh politik oposisi yang tiba-tiba menjadi tersangka kasus korupsi menjelang pemilu atau penahanan tokoh-tokoh oposisi yang dianggap strategis secara politis.

Dugaan penggunaan aparat negara untuk kepentingan politik dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap netralitas institusi negara. Praktik ini berpotensi memperdalam polarisasi politik di masyarakat, terutama jika tindakan aparat dianggap tidak adil.

Ke empat, Netralitas Penyelenggara Pemilu Diragukan.Menjelang dan selama Pemilu 2024, isu mengenai netralitas penyelenggara pemilu, khususnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), menjadi sorotan publik

Hal tersebut tercermin dari serangkaian pemberitaan media terkait dengan penyelenggaraan pemilu 2024. Sebagai contoh selama masa kampanye, Bawaslu Jawa Tengah menangani 55 kasus dugaan pelanggaran netralitas yang melibatkan kepala desa dan perangkat desa. Hal ini menunjukkan adanya keterlibatan aparatur desa dalam politik praktis, yang seharusnya netral

Kasus di Kota Semarang, Bawaslu Kota Semarang menangani 29 kasus dugaan pelanggaran selama Pilkada 2024, dengan 4 kasus di antaranya terkait pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.

Sementara itu di Tanggamus: Ratusan anggota masyarakat menggelar aksi demonstrasi di depan kantor KPU dan Bawaslu, menyoroti dugaan pelanggaran pemilu dan ketidaknetralan penyelenggara. Aksi ini mencerminkan ketidakpuasan publik terhadap kinerja penyelenggara pemilu di daerah

Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menyatakan bahwa lembaganya menerima 417 laporan dugaan pelanggaran netralitas ASN sepanjang Pemilu 2024. Dari jumlah tersebut, 183 ASN terbukti melanggar netralitas, dan 97 di antaranya telah dijatuhi sanksi oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). ersebut

Secara nasional, Bawaslu telah menerima sekitar 400 laporan dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pilkada 2024. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat dibandingkan dengan Pilkada sebelumnya, yang mencapai 1.010 kasus.

Data di atas menunjukkan adanya tantangan serius terkait netralitas penyelenggara pemilu dan aparatur negara dalam Pemilu 2024. Belum lagi soal Penegakan hukum di bidang pemilu, terutama terhadap pelanggaran pemilu, yang disinyalir mandul. Kasus politik uang, penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara nampaknya tidak diproses sebagaiman mestinya.

Muncul juga indikasi adanya intervensi hukum terhadap hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi atau lembaga peradilan lainnya, yang dapat mencederai kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.Dugaan ketidaknetralan tersebut telah mengurangi kepercayaan publik terhadap proses demokrasi dan hasil pemilu.

Kelima, Mandulnya Penyelesaian Kasus Korupsi Skala Besar Yang Melibatkan Pejabat Negara dan Pengusaha. Salah satu kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi dan perusahaan besar kasus korupsi Proyek Strategis Nasional (PSN).PSNmerupakan program yang dirancang untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Sejauh ini pelaksanaan PSN sering kali kekurangan pengawasan yang ketat, terutama pada tahap perencanaan dan pengadaan.Sistem pengelolaan data dan pelaporan keuangan PSN yang tidak transparan telah membuka celah terjadinya penyalahgunaan anggaran. Sejumlah PSN akhirnya  terjerat kasus korupsi.

Beberapa proyek PSN yang diduga dikorupsi diantaranya Proyek PLTU Riau I. Korupsi disini diduga melibatkan politikus dan perusahaan energi besar. Korupsi ini terungkap melalui penyelidikan KPK, namun beberapa pihak yang diduga terlibat belum sepenuhnya diusut.

Demikian pula halnya dengan Proyek Tol Trans Sumatera. Ada dugaan mark-up anggaran di beberapa seksi proyek ini, namun hingga kini proses penyelidikannya berjalan lambat.

Lambannya penyelesaian kasus korupsi PSN telah menyebabkan uang negara yang besar dialokasikan untuk PSN menjadi tidak efektif sehingga merugikan keuangan negara. Hal ini bisa menyebabkan turunnya kepercayaan masyakat terhadap pemerintah dan Lembaga penegak hukum. Korupsi  ini juga telah menyebabkan tertundanya penyelesaian proyek, yang berujung pada kerugian sosial dan ekonomi.

Penyelesaian kasus-kasus ini tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal ini terjadi mungkin karena beberapa kasus korupsi PSN melibatkan elite politik yang memiliki pengaruh kuat sehingga proses hukum menjadi terhambat.

Ada dugaan kuat intervensi atau pengaruh politik yang memperlambat proses hukum. Hal ini diperparah dengan adanya kenyataan kurangnya keberanian saksi dan pelapor. Banyak saksi atau pelapor yang enggan mengungkap kasus korupsi karena takut akan ancaman atau intimidasi dari pihak yang berkuasa.

Ke Enam, Vonis Ringan Terhadap Pelaku Korupsi Sehingga Tidak Menimbulkan Efek Jera.Pada tahun 2024, terdapat beberapa kasus korupsi yang mendapat sorotan publik karena vonis hukuman yang dianggap ringan. Salah satu kasus menonjol adalah korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah yang melibatkan terdakwa Harvey Moeis.

Vonis tersebut menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, yang menyatakan bahwa hukuman tersebut tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Selain itu, alasan "bersikap sopan selama persidangan" yang digunakan sebagai pertimbangan meringankan hukuman juga dipertanyakan oleh pakar hukum. Mereka berpendapat bahwa sikap sopan seharusnya tidak menjadi alasan utama untuk memberikan keringanan hukuman dalam kasus korupsi dengan kerugian negara yang sangat besar.

Kasus ini mencerminkan tantangan dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia, khususnya terkait dengan vonis yang dianggap tidak sebanding dengan besarnya kerugian negara.

Ke tujuh, Pernyataan Presiden Prabowo yang akan memaafkan koruptor menimbulkan polemik. Ditengah tengah upaya pemberantasan korupsi di Indonesia,mucul pernyataan Prabowo Subianto terkait pemberian maaf kepada koruptor telah menimbulkan berbagai tanggapan di masyarakat.

Pernyataan tersebut telah memunculkan interpretasi yang beragam sehinga  menimbulkan pro dan kontra dimasyarakat.. Mereka yang sepakat beralasan bahwa pernyataan Prabowo mengenai memaafkan koruptor dapat diartikan sebagai langkah strategis untuk mengedepankan rekonsiliasi dan pemulihan kerugian negara. Dalam konteks ini, pemberian maaf bukan berarti menghapus tindakan korupsi, melainkan memberikan ruang bagi para koruptor untuk bertanggung jawab dengan cara mengembalikan aset negara yang telah dikorupsi.

Jika koruptor bersedia mengembalikan aset yang dikorupsi, maka negara dapat memperoleh manfaat langsung dari langkah tersebut, khususnya dalam situasi mendesak seperti kebutuhan anggaran yang tinggi.Proses hukum yang panjang dapat dihindari, sehingga fokus dapat dialihkan pada penegakan hukum terhadap kasus-kasus besar lainnya.

Adapun mereka yang kontra beralasan bahwa pernyataan Presiden Prabowo itu memperlihatkan kelembutan terhadap koruptor sehingga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi. Jika tidak ada mekanisme pengawasan yang ketat, kebijakan ini dapat dimanfaatkan oleh koruptor untuk menghindari hukuman

Selain itu langkah memaafkan koruptor dapat berdampak pada citra hukum di Indonesia. Ada risiko bahwa hal ini akan menciptakan preseden buruk.Koruptor baru mungkin merasa bahwa tindakannya akan mendapatkan toleransi, sehingga memunculkan anggapan bahwa korupsi adalah pelanggaran ringan.

Langkah tersebut akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan, terutama jika pemberian maaf dilakukan tanpa transparansi. Sebagai seorang pemimpin, Prabowo seyogyanya memperhatikan bagaimana kebijakan ini akan memengaruhi dukungan politik. Pihak-pihak yang mendukung pemberantasan korupsi secara ketat mungkin akan mempertanyakan komitmennya terhadap tata kelola pemerintahan yang bersih.

Oleh karena itu Pemerintah perlu menetapkan aturan yang jelas tentang bagaimana aset yang dikorupsi akan dikembalikan, termasuk transparansi dalam proses tersebut. Kebijakan pemberian maaf hanya berlaku untuk kasus tertentu yang tidak melibatkan kejahatan berat atau sistemik. Kebijakan ini harus diiringi dengan perbaikan sistem penegakan hukum untuk memastikan korupsi tidak terjadi kembali.

Prediksi Kondisi Tahun 2025

Memasuki tahun 2025, bidang penegakan hukum diperkirakan akan menghadapi tantangan dan peluang baru seiring dengan dinamika politik dan ekonomi yang terus berkembang di Pemerintahan baru dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

Pertama, Peningkatan Penegakan Hukum terhadap Korupsi. Pemerintahan baru Prabowo Subianto membawa harapan akan peningkatan penegakan hukum, terutama dalam pemberantasan korupsi. Sebagai salah satu isu krusial yang memengaruhi kepercayaan publik terhadap pemerintah, langkah-langkah yang diambil pemerintahan Prabowo akan menjadi sorotan utama.

Dalam berbagai kesempatan, Prabowo telah menegaskan pentingnya penegakan hukum yang adil dan transparan. Prabowo juga menyatakan bahwa hukum harus berlaku untuk semua pihak tanpa pandang bulu. Pemerintahan Prabowo juga  berkomitmen untuk  memperkuat sistem hukum melalui reformasi lembaga penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian.

Terhadap KPK, Pemerintah Prabowo di prediksi akan mendorong agar menjadikan KPK menjadi Lembaga yang benar independent. Memastikan KPK tetap menjadi lembaga yang efektif dan independen, tanpa intervensi politik.

Terhadap lembaga Kejaksaan, Prabowo diperkirakan akan didorong menjadi Kejaksaan yang Progresif, peningkatan kapasitas kejaksaan dalam menangani kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi.

Semakin independent-nya KPK dan Progresifnya Lembaga Kejaksaan diharapkan akan mampu menyelesaikan kasus kasus yang tertunda.  Yaitu penuntasan kasus-kasus korupsi lama yang belum terselesaikan, terutama yang berkaitan dengan proyek-proyek besar.

Meski ada optimisme, tantangan tetap ada  dengan terjadinya polarisasi politik dimana dukungan politik yang tidak seragam dapat menjadi hambatan dalam melaksanakan kebijakan hukum yang tegas.

Selain itu kemungkinan adanya resistensi dari elit dalam upaya pemberantasan korupsi. Karena seringkali pemberantasan korupsi akan  menghadapi perlawanan dari kelompok elite yang berkepentingan. Selain itu akan sangat mungkin munculnya efek negatif populisme dimana beberapa kebijakan dapat dipengaruhi oleh tekanan populisme, yang kadang mengabaikan asas keadilan.

Optimisme terhadap peningkatan penegakan hukum terhadap korupsi di bawah pemerintahan Prabowo muncul dari komitmen awal, reformasi kebijakan, dan penguatan lembaga penegak hukum. Namun, keberhasilan upaya ini sangat bergantung pada implementasi kebijakan yang konsisten, integritas pemimpin, dan partisipasi masyarakat dalam menciptakan lingkungan pemerintahan yang bersih.

Kedua, Penyalahgunaan Teknologi Digital dan Prioritas Pemerintahan Prabowo terhadap UU Perlindungan Data Pribadi. Maraknya penyalahgunaan teknologi digital telah menjadi ancaman yang serius di era modern, sehingga mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk keamanan data pribadi, stabilitas sosial, dan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Di tengah kemajuan teknologi, pemerintah Prabowo Subianto diprediksi pada tahun 2025 akan memprioritaskan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) sebagai respons atas tantangan ini.

Mengapa menjadi prioritas ? karena penyalahgunaan teknologi digital memiliki dampak serius terhadap Keamanan Nasional. Keamanan nasional bisa terancam karena data strategis negara dapat bocor ke pihak asing. Bocornya data akan mengancam kedaulatan dan keamanan nasional.

Pemerintah juga akan memprioritaskan pelaksanaan UU PDP karena kalau tidak kepercayaan publik akan menurun.Masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan pemerintah dalam melindungi data mereka.

Alasan lainnya, kebocoran data menyebabkan kerugian finansial, baik bagi individu maupun perusahaan.Selain itu hoaks dan disinformasi akan memicu ketegangan sosial dan politik yang merugikan stabilitas negara sehingga UU PDP prioritas untuk dilaksanakan

Sejauh ini sudah banyak kasus kebocoran data di Indonesia, termasuk data pemerintah, perusahaan swasta, hingga individu.Selain itu meningkatnya kasus penipuan online seperti phishing, hacking, dan penyalahgunaan identitas.

Belum lagi penyebaran hoaks dan disinformasi karena teknologi digital memudahkan penyebaran berita palsu yang dapat memengaruhi stabilitas politik dan sosial. Yang juga sangat mengkhawatirkan adalah penggunaan data pribadi tanpa izin oleh pihak tertentu, baik untuk tujuan komersial maupun politik

Meskipun prioritas perlindungan data pribadi dirasakan penting, namun pelaksanaan UU PDP akan menghadapi beberapa tantangan seperti masih lemahnya  Infrastruktur Teknologi yang kita miliki dimana sistem keamanan digital di Indonesia masih belum sepenuhnya kuat. Sementara pada sisi lain masih banyak masyarakat yang belum memahami pentingnya perlindungan data pribadi.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintahan Prabowo kemungkinan akan mengambil langkah strategis untuk memastikan UU PDP diterapkan secara konsisten dengan memperkuat regulasi turunan dan lembaga pengawas. Melakukan penegakan hukum yang yaitu mengenakan hukuman berat untuk pelaku pembbocoran data atau penyalahgunaan data pribadi, termasuk denda dan pidana

Pemerintahan Prabowo diharapkan dapat:mengurangi kebocoran data melalui  regulasi yang ketat dan teknologi yang lebih canggih untuk memastikan perlindungan data pribadi dan keamanan digital bagi seluruh warga bangsa. Selain itu mampu menciptakan ekosistem digital dengan mendukung inovasi tanpa mengabaikan aspek keamanan.

Ketiga, Melakukan Reformasi Hukum Pidana dan Perdata. Saat ini Pemerintahan Prabowo Subianto menghadapi ekspektasi besar untuk membawa perubahan signifikan, termasuk dalam sektor hukum. Reformasi hukum pidana dan perdata menjadi agenda potensial untuk memperkuat sistem hukum yang dianggap belum sepenuhnya responsif terhadap kebutuhan masyarakat modern.

Dibidang hukum pidana seperti kita ketahui, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan KUHP baru yang akan berlaku pada tahun 2026. Tahun 2025 menjadi masa transisi penting untuk memastikan masyarakat dan penegak hukum memahami aturan baru.

Di sektor penegakan hukum pidana, adanya kasus-kasus yang melibatkan kriminalisasi berlebihan atau hukuman yang tidak proporsional kemungkinan masih akan menjadi kritikan  utama para pengamat.Sementara itu kejahatan modern seperti kejahatan berbasis teknologi, seperti cybercrime, masih membutuhkan regulasi yang lebih adaptif.

Dibidang hukum perdata, diperkirakan masih akan muncul isu isu terkait dengan system penyelesaian sengketa melalui proses peradilan yang lambat dan birokratis sehingga menjadi hambatan utama bagi masyarakat dan dunia usaha.

Selain itu seiring dengan perkembangan ekonomi digital maka isu yang berkaitan dengan urgensi hukum perdata modern yang mampu mengakomodasi isu seperti kontrak elektronik dan perlindungan konsumen digital semakin mengemuka.

Isu lainnya adalah terkait dengan reformasi agraria dan kepemilikan tanah dimana koflik terkait sengketa lahan dan tanah menjadi isu sensitif yang memerlukan perhatian serius Pemerintah Prabowo.

Berkaitan dengan kondisi tersebut maka potensi langkah reformasi yang dilakukan oleh Prabowo di tahun 2025 bisa dengan mengimplementasikan KUHP Baru. Dalam hal ini Pemerintah Prabowo dapat fokus pada penyusunan aturan turunan KUHP baru, seperti pedoman eteknis untuk aparat penegak hukum. Selain itu edukasi publik dan pelatihan intensif bagi aparat hukum agar transisi berjalan mulus.

Tak kalah pentingnya adalah penambahan perangkat hukum untuk menangani cybercrime, pencucian uang, dan kejahatan lintas negara. Selain itu reformasi sistem pemasyarakatan, termasuk pendekatan restorative justice untuk mengurangi kelebihan kapasitas di penjara.

Semua langkah yang dikemukakan diatas adalah reformasi yang potensial dilakukan oleh Pemerintahan Prabowo di bidang hukum pidana. Sementara reformasi dibidang hukum perdata kemungkinan dilakukan melalui langkah penyederhanaan proses peradilan. Salah satunya melalui digitalisasi proses peradilan untuk mengurangi birokrasi dan mempercepat penyelesaian kasus. Selain itu peningkatan kapasitas mediasi dan arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa.

Dibidang penguatan regulasi ekonomi digital, kemungkinan Pemerintah Prabowo akan menyusun kerangka hukum baru untuk mengatur kontrak elektronik, perlindungan data, dan transaksi digital. Selain itu mendorong hukum yang lebih responsif terhadap pelaku UMKM dalam ekosistem digital dan sebagainya.

Jadi kemungkinan pemerintahan Prabowo melaksanakan reformasi hukum pidana dan perdata pada tahun 2025 cukup tinggi, terutama dengan tekanan publik untuk memperbaiki sistem hukum yang transparan, adil, dan responsif terhadap tantangan modern.

Namun, keberhasilan reformasi akan sangat bergantung pada keseriusan pemerintah dalam menangani resistensi, meningkatkan kapabilitas aparat, dan memastikan stabilitas politik selama proses perubahan.

Ke empat, Peningkatan Akses Keadilan untuk Kaum Marginal. Upaya untuk memperluas akses keadilan bagi masyarakat marginal diperkirakan akan menjadi fokus Pemerintah Prabowo di tahun 2025.

Saat ini kendala sistemik dalam akses keadilan bagi kaum marginal dirasakan pada masalah biaya hukum yang tinggi, keterbatasan bantuan hukum,kurangnya pengetahuan hukum dan diskriminasi sosial dan ekonomi yang dialami oleh kaum marginal.

Proses hukum sering kali tidak terjangkau oleh rakyat miskin, baik dari segi biaya pengacara maupun biaya proses peradilan.Sementara program bantuan hukum bagi masyarakat miskin masih terbatas, baik dari segi cakupan maupun kualitas pelayanannya.Rakyat miskin sering tidak mengetahui hak-hak mereka dan prosedur hukum yang berlaku belum lagi kesenjangan dalam penegakan hukum sering merugikan masyarakat miskin yang tidak memiliki pengaruh atau koneksi.

Sebagai pemerintahan baru, Prabowo memiliki peluang untuk menunjukkan keberpihakan kepada rakyat kecil dengan meningkatkan akses keadilan sebagai bagian dari visi politik dan keadilan sosial.

Pemerintahan Prabowo memiliki peluang besar untuk meningkatkan akses keadilan bagi rakyat miskin dengan mengadopsi kebijakan berbasis keberpihakan sosial, digitalisasi, dan penguatan lembaga bantuan hukum.

Jika diterapkan dengan serius, langkah tersebut tidak hanya akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah tetapi juga menjadi landasan bagi sistem hukum yang lebih inklusif dan adil. Keberhasilan akan bergantung pada komitmen politik, alokasi anggaran, dan kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, serta masyarakat sipil.

Kelima, Penguatan Sistem Pengawasan Internal di Lembaga Penegak Hukum pada Tahun 2025. Pemerintahan Prabowo Subianto memiliki peluang untuk memperkuat sistem pengawasan internal di lembaga penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meningkatkan kepercayaan publik dan efektivitas penegakan hukum

Saat ini telah terjadi masalah dalam Sistem Pengawasan Lembaga Penegak Hukum. Kasus penyalahgunaan wewenang di dalam tubuh Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK mencerminkan lemahnya pengawasan internal.

Karena kurangnya transparansi maka proses pengawasan internal sering kali tidak terbuka bagi publik, menciptakan persepsi adanya impunitas. Sejauh ini Inspektorat atau divisi pengawasan internal sering kali tidak independen, membuat rekomendasi mereka kurang efektif.

Fenomena tersebut telah menyebabkan kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum berkurang karena banyaknya skandal yang melibatkan oknum aparat. Pemerintahan Prabowo diharapkan membawa reformasi untuk memperbaiki citra dan efektivitas Lembaga penegak hukum.

Kemungkinan pemerintahan Prabowo memperkuat pengawasan internal di lembaga penegak hukum pada tahun 2025 cukup besar, terutama jika terdapat dorongan politik yang kuat untuk memperbaiki citra dan kinerja lembaga penegak hukum.

Dengan pendekatan yang terfokus pada independensi, transparansi, dan penggunaan teknologi, reformasi ini dapat meningkatkan akuntabilitas lembaga dan memperkuat kepercayaan masyarakat. Namun, keberhasilan reformasi sangat bergantung pada keseriusan pelaksanaan kebijakan dan komitmen seluruh pihak terkait.

Ke enam, Konflik Lahan dan Lingkungan Tetap Menjadi Isu Utama di Tahun 2025. Konflik terkait lahan dan lingkungan telah menjadi isu berlarut-larut di Indonesia. Pada tahun 2025, isu ini diprediksi akan tetap menjadi perhatian utama karena beberapa faktor seperti percepatan pembangunan infrastruktur, eksploitasi sumber daya alam, dan tantangan dalam tata kelola lahan.

Penyebab utama konflik lahan dan lingkungan antara lain karena adanya kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur dimana Pemerintah terus mendorong proyek strategis nasional (PSN) dan investasi besar yang memerlukan pengadaan lahan skala besar. Hal ini kerap memicu konflik antara pemerintah, investor, dan masyarakat adat atau lokal. Penggusuran paksa dan minimnya konsultasi publik sering menjadi pemicu ketegangan.

Konflik kepemilikan dan hak atas lahan diperparah oleh adanya tumpang tindih penguasaan lahan dimana adanya ketidaksesuaian antara data lahan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan fakta di lapangan sehingga menyebabkan terjadinya perselisihan. Belum lagi adanya pengakuan atas tanah ulayat atau tanah adat masih lemah, sehingga komunitas adat sering kali kehilangan hak atas tanahnya.

Selain pembangunan infrastruktur, eksploitasi sumberdaya alam begitu massif terjadi. Perizinan tambang dan perkebunan skala besar (misalnya, sawit) sering mengabaikan prinsip keberlanjutan, menyebabkan kerusakan lingkungan yang berdampak pada kehidupan masyarakat sekitar.

Deforestasi dan alih fungsi hutan untuk proyek ekonomi memicu penolakan dari masyarakat sipil dan aktivis lingkungan.Sebagian besar lahan produktif di Indonesia dikuasai oleh segelintir perusahaan besar, sementara petani kecil dan masyarakat lokal memiliki akses yang terbatas. Dalam hal ini realisasi komitmen Indonesia terhadap agenda keberlanjutan global akan menjadi pengaruh besar dalam kebijakan lahan.

Serangkaian permasalahan permasalahan tersebut diatas  diperkirakan akan meningkatkan aksi protes dan advokasi dari masyarakat sipil, termasuk LSM lingkungan dan kelompok adat. Ada kemungkinan Pemerintahan Prabowo akan merevisi regulasi untuk memperkuat perlindungan hak masyarakat dan lingkungan hidup.

Sepertinya bidang hukum dan penegakan hukum Indonesia akan terus berada di bawah sorotan sebagai pilar utama dalam menjaga keadilan dan stabilitas negara. Tahun 2024 memberikan pelajaran penting tentang perlunya konsistensi, transparansi, dan keberanian dalam menegakkan hukum.

Sementara Tahun 2025 membawa peluang untuk melanjutkan reformasi dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Namun, semua itu hanya dapat tercapai dengan komitmen nyata dari seluruh elemen bangsa, baik pemerintah, aparat penegak hukum, maupun masyarakat luas.

 

 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar