Bebas Bersyarat, Australia Desak Indonesia Pantau Ketat Umar Patek

Jum'at, 09/12/2022 06:49 WIB
Terpidana Kasus Bom Bali, Umar Patek alias Hisyam bin Alizein. (net.z)

Terpidana Kasus Bom Bali, Umar Patek alias Hisyam bin Alizein. (net.z)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah Australia mendesak Pemerintah Indonesia memantau ketat terpidana kasus Bom Bali, Umar Patek, yang bebas bersyarat pada Rabu (7/12).

"Kami akan terus mengirimkan perwakilan untuk memastikan pemantauan ketat Umar Patek," ujar Wakil Perdana Menteri Australia, Richard Marles seperti melansir cnnindonesia.com.

Dia kemudian berkata, "Saya rasa ini akan menjadi hari yang sangat sulit bagi banyak warga Australia."

Marles menyampaikan desakan ini setelah Patek resmi bebas dari Lapas Kelas 1 Surabaya melalui Program Pembebasan Bersyarat pada Rabu.

"Mulai hari ini sudah beralih status dari narapidana menjadi klien Pemasyarakatan Bapas Surabaya dan wajib mengikuti program pembimbingan sampai dengan 29 April 2030," kata Koordinator Humas dan Protokol Ditjenpas Kemenkumham, Rika Aprianti.

Rika menerangkan program Pembebasan Bersyarat ini merupakan hak bersyarat seluruh narapidana yang telah memenuhi persyaratan administratif dan substantif.

Syarat itu yakni sudah menjalankan 2/3 masa pidana, berkelakuan baik, telah mengikuti program pembinaan, dan telah menunjukkan penurunan risiko seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.

"Persyaratan khusus yang telah dipenuhi oleh Umar Patek adalah telah mengikuti program pembinaan deradikalisasi dan telah berikrar setia NKRI," ucap Rika.

Namun, Rika menegaskan bahwa Patek tetap harus mengikuti program pembimbingan hingga 29 April 2030 mendatang.

Selama rentang waktu program pembimbingan, Patek tidak boleh melakukan pelanggaran. Jika Patek terbukti melakukan pelanggaran, hak bebas bersyaratnya akan dicabut.

Tak hanya pemerintah Australia, warga Negeri Kanguru yang menjadi korban selamat tragedi bom Bali juga menyoroti pembebasan Patek ini.

"Dia dibebaskan, itu menggelikan," ujar warga Australia bernama Peter Hughes itu.

Menurut Hughes, Umar Patek seharusnya dijerat hukuman "paling berat."

Tragedi bom Bali memang menjadi luka tersendiri bagi Negeri Kanguru. Dalam tragedi pada 12 Oktober 2002 itu, mayoritas korban yang tewas merupakan warga Australia.

Dari keseluruhan 200 korban meninggal, 88 di antaranya warga Australia, 38 orang Indonesia, 23 warga Inggris, dan sejumlah orang lainnya dari 20 negara berbeda.

Selain itu, bom yang meledak di Kuta itu juga melukai 209 orang lainnya, termasuk warga Australia.

Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, pun sudah sejak Agustus lalu menyatakan bahwa pembebasan Patek akan sangat traumatis bagi keluarga korban bom Bali.

Saat itu, Albanese sendiri mengaku sangat "jijik" dengan tindakan Patek.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar