Pemerintah Harus Patuhi Keputusan Judicial Review MK Soal UU Minerba

Sabtu, 30/10/2021 17:20 WIB
Ilustrasi Minerba dan Mahkamah Konstitusi. (Foto: pushep.or.id).

Ilustrasi Minerba dan Mahkamah Konstitusi. (Foto: pushep.or.id).

law-justice.co - Anggota Komisi Energi DPR RI, Mulyanto, meminta pemerintah mematuhi dan menjalankan Keputusan Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 64/PUU-XVIII/2020 hasil judicial review (JR) UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini mengatakan keputusan tersebut belum sesuai dengan harapan dan sikap politik PKS.

Pemerintah, menurut dia, Haris mengevaluasi secara sungguh-sungguh kinerja perusahaan tambang pelaksana Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Kontrak Pengusahaan Batu Bara (PKP2B) tersebut sebelum memberikan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

"Namun dengan keputusan ini setidaknya negara tidak memberikan jaminan perpanjangan izin kepada KK atau PKP2B dan mereka tidak secara otomatis mendapat perpanjangan izin," kata Mulyanto dalam keterangan yang diterima Law-Justice, Minggu (30/10/2021).

Dalam sidang pleno Kamis, (28/10/2021), MK memutuskan mencabut dan mengubah kata “dijamin” pada pasal 169A ayat (1) UU Minerba dengan kata “dapat diberikan”.

Sehingga bunyi pasal tersebut menjadi, "KK dan PKP2B sebagaimana dimaksud dalam pasal 169 dapat diberikan perpanjangan menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian setelah memenuhi persyaratan dan ketentuan:

Kontrak/perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan dapat mendapatkan 2 (dua) kali perpanjangan dalam bentuk IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.

Kontrak/perjanjian yang telah memperoleh perpanjangan pertama dapat untuk diberikan perpanjangan kedua dalam bentuk IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya perpanjangan pertama KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.

Sikap PKS sendiri saat pembahasan dan pengambilan keputusan perubahan UU Minerba adalah menolak pasal 169A ayat (1) ini.

"Sikap PKS adalah agar wilayah kerja KK dan PKP2B yang sudah habis masa kerjanya dikembalikan kepada negara untuk kemudian dilelang kembali dan BUMN mendapat prioritas dalam lelang tersebut," jelas Mulyanto.

Mulyanto mengimbuhkan norma ini lebih sesuai dengan jiwa UUD NRI tahun 1945 khususnya pasal 33 ayat (3) yang menyebut bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

"Selanjutnya, terkait dengan izin PKP2B yang sebentar lagi akan habis, PKS minta pemerintah secara sungguh-sungguh berpedoman pada keputusan MK ini," kata Mulyanto.

"Artinya, tidak ada jaminan bagi perpanjangan izin KK atau PKP2B ini. Dengan kata lain, tidak otomatis KK atau PKP2B diperpanjang izinnya. Permohonan perpanjangan dapat disetujui atau ditolak oleh pemerintah," imbuhnya.

Mulyanto menerangkan, perpanjangan hanya dapat diberikan bila hasil evaluasi atas kinerja mereka bernilai baik, terkait aspek kewajiban finansial dan adminstratif (aset) terhadap negara dan daerah, lingkungan, dan sosial-kemasyarakatan.

Karenanya, menurut Mulyanto, pemerintah jangan ragu-ragu untuk menolak permohonan perpanjangan izin bila kinerja KK atau PKP2B tersebut buruk.

"Kalau permohonan perpanjangan izin ini ditolak, maka otomatis wilayah kerja pertambangan tersebut dikembalikan kepada negara untuk dilelang," tegasnya

Sebagai informasi dalam lima tahun ini terdapat 7 PKP2B yang akan habis kontraknya antara lain PT Arutmin Indonesia yang memiliki luas lahan 57.107 hektar yang habis masa kontraknya pada 1 November 2020.

PT Kendilo Coal Indonesia dengan luas 1.869 hektar yang habis pada 13 September 2021, PT Kaltim Prima Coal luas lahan 84.938 hektar yang selesai 31 Desember 2021, PT Multi Harapan Utama luas lahan 39.972 hektar yang habis di 1 Oktober 2022, PT Adaro Indonesia luas lahan 31.380 hektare yang kontraknya habis pada 1 Oktober 2022.

Lalu adapula, PT Kideco Jaya Agung yang kontraknya berakhir pada 13 Maret 2023 mendatang luas areanya mencapai 47.500 hektar dan PT Berau Coal luas lahan 108.009 hektare habis 26 April tahun 2025.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar