Pembayaran Gaji Ditunda & Diturunkan Sepihak? Ini Langkah Hukumnya

Selasa, 30/03/2021 11:21 WIB
Ilustrasi Gaji (Tribunnews)

Ilustrasi Gaji (Tribunnews)

law-justice.co - Tidak sedikit kalangan yang mempertanyakan apakah dibenarkan perusahaan melakukan penundaan pembayaran upah terhadap karyawannya dengan sesuka hati, mendadak dan tanpa sosialisasi.

Selain itu, pertanyaan lainnya adalah bagaimana langkah yang harus ditempuh si pekerja jika menghadapi masalah tersebut.

Seperti melansir hukumonline.com, begini penjelasan upaya hukum yang bisa dilakukan.

Pembayaran Upah

Upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.[1]

Selanjutnya, Pasal 54 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis minimal memuat:

A. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
B. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja;
C. jabatan atau jenis pekerjaan;
D. tempat pekerjaan;
E. besarnya upah dan cara pembayarannya;
F. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja;
G. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
H. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
I. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Perjanjian kerja merupakan suatu perjanjian perdata, sehingga sesuai Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), perjanjian kerja berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak. Persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang dan harus dilaksanakan dengan iktikad baik.

Berdasarkan ketentuan di atas, upah adalah hak berupa uang yang diberikan oleh pengusaha di mana besaran dan cara pembayarannya telah disepakati dalam perjanjian kerja yang tidak dapat ditarik kembali kecuali atas kesepakatan kedua belah pihak.

Penundaan Pembayaran Upah

Pada dasarnya, pengusaha wajib bayar upah ke pekerja sesuai kesepakatan[2] dengan mata uang rupiah[3] yang harus dibayarkan seluruhnya pada setiap periode dan per tanggal pembayaran upah.[4]

PP Pengupahan kemudian memberikan keleluasaan bagi pengusaha dan pekerja dalam menyepakati cara pembayaran upah, yaitu dengan cara harian, mingguan, atau bulanan. Tapi, jangka waktu pembayaran upah tidak boleh lebih dari 1 bulan.[5]

Lebih lanjut, disarikan dari UU Cipta Kerja Terbit, Masih Adakah Penangguhan Pembayaran Upah Minimum?, karena ketentuan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan yang mengatur penangguhan pembayaran upah minimum telah dihapus, sehingga kini pengusaha tidak bisa melakukan penangguhan pembayaran upah minimum.

Jadi menjawab pertanyaan Anda, secara hukum pengusaha tidak dapat melakukan penundaan pembayaran upah.

Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja.[6]

Besaran denda tersebut secara spesifik dapat Anda simak dalam Bolehkah Perusahaan Membayar Gaji dengan Mencicil?

Selain itu, perlu diperhatikan pengenaan denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar upah kepada pekerja.[7]

Menurunkan Upah secara Sepihak

Sebagaimana telah kami sampaikan, besaran upah ditetapkan dan disepakati bersama antara pekerja dan pengusaha yang dituangkan dalam perjanjian kerja dan tidak dapat ditarik kembali selain kesepakatan para pihak.

Lebih lanjut, perusahaan yang telah memberikan upah lebih tinggi dari upah minimum yang ditetapkan pasca UU Cipta Kerja dilarang mengurangi atau menurunkan upah. Pengusaha juga dilarang bayar upah lebih rendah dari upah minimum.[8]

Sehingga pada dasarnya perusahaan tidak dapat menurunkan upah pekerja secara sepihak, terlebih jika penurunan itu mengakibatkan upah yang diterima di bawah upah minimum.

Bagi pengusaha yang tidak membayar upah sesuai dengan kesepakatan, baik tidak membayar tepat waktu dan/atau besaran upah tidak sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian kerja atau membayar di bawah upah minimum, dapat dipidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun dan/atau denda minimal Rp100juta dan maksimal Rp400juta.[9]

Langkah Hukum

Menunda pembayaran upah dan menurunkan upah secara sepihak tentu melanggar hak pekerja dan termasuk perselisihan hak sebagaimana diatur penyelesaian perselisihan hak dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Jika si pekerja ingin memperkarakan persoalan upah yang tidak dibayar sesuai ketentuan yang berlaku, teman Anda dapat menggunakan proses penyelesaian perselisihan hak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”).

Prosedurnya adalah:

1. Mengadakan perundingan bipartit (antara pekerja atau serikat pekerja/buruh dengan pengusaha) secara musyawarah untuk mencapai mufakat;[12]
2. Apabila dalam waktu 30 hari, perundingan tidak mencapai kesepakatan, salah satu atau para pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. Pada tahap ini, teman Anda perlu mengajukan bukti-bukti bahwa perundingan bipartit telah dilaksanakan, namun gagal mencapai kesepakatan;[13]
3. Karena ini termasuk perselisihan hak, maka setelah dicatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, dilangsungkan mediasi;[14]
4. Apabila mediasi tetap tidak menghasilkan kesepakatan, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.[15]

Sanksi Pidana

Selain itu, pekerja dapat menempuh upaya pidana, yakni dengan melaporkan ke pihak kepolisian. Bagi pengusaha yang membayar upah lebih rendah dari upah minimum dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta.[16]

Memang, kenyataannya penegakan hukum pidana ketenagakerjaan ini masih sangat jarang ditemui. Dalam artikel Polri Kurang `Melek` Hukum Perburuhan, pengacara publik LBH Jakarta, Kiagus Ahmad mengatakan salah satu penyebab minimnya penegakan hukum pidana ketenagakerjaan adalah karena kurang responsifnya polisi dalam menerima laporan dan/atau aduan dari buruh.

Meskipun demikian, pemidanaan pengusaha yang membayar upah di bawah minimum pernah terjadi. Contohnya, dalam artikel Pembayar Upah Rendah Dihukum Penjara, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bangil, Jawa Timur, menghukum seorang pengusaha mebel satu tahun penjara.

Pengusaha tersebut dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana perburuhan dengan membayar rendah upah buruhnya dan menghalang-halangi buruhnya untuk berserikat. Selain penjara, si pengusaha juga dihukum denda sebesar Rp250 juta.

Menutup penjelasan kami, upaya hukum pidana merupakan ultimum remedium (upaya terakhir), jadi sebaiknya baru ditempuh apabila upaya-upaya lain (sebagaimana telah dijelaskan) telah ditempuh, namun teman Anda tetap dirugikan dan tidak ada perubahan (dalam hal ini upah tidak disesuaikan dengan upah minimum yang berlaku).

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

[1] Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)
[2] Pasal 81 angka 25 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang memuat baru Pasal 88A ayat (3) UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 53 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan (“PP Pengupahan”)
[3] Pasal 54 ayat (1) PP Pengupahan
[4] Pasal 54 ayat (2) PP Pengupahan
[5] Pasal 55 ayat (3) dan (4) PP Pengupahan
[6] Pasal 81 angka 25 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 88A ayat (6) UU Ketenagakerjaan
[7] Pasal 61 ayat (2) PP Pengupahan
[8] Pasal 81 angka 68 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 191A UU Ketenagakerjaan dan Pasal 81 angka 25 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 88E ayat (2) UU Ketenagakerjaan
[9] Pasal 81 angka 63 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 185 UU Ketenagakerjaan

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar