PA 212-FPI Kritik Jokowi, Mulai dari RUU HIP Hingga Vaksin Covid-19

Jakarta, law-justice.co - Sekretaris Umum FPI Munarman menilai keputusan tetap melanjutkan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19 saat era Presiden Joko Widodo menjabat dianggap sangat ironis.

Menurutnya, pemerintah tidak ingin ada kumpulan massa karena berpotensi terjadi penularan Covid-19. Di sisi yang lain, pemerintah justru melanjutkan pilkada yang berpotensi menimbulkan kerumunan massa.

Baca juga : Hajar Inggris 5-0, Tim Thomas Indonesia Berada di Puncak Klasemen

"Di tengah upaya keras tenaga medis dan paramedis untuk menanggulangi pandemi covid, ternyata aktivitas dalam proses pilkada 2020 justru menunjukkan tindakan tindakan yang berlawanan dengan upaya upaya pencegahan tersebut," ujar Munarman, dikutip dari CNNIndonesia.com, Sabtu (3/10/2020).

Munarman juga meminta agar pemerintah berpikir ulang sebelum menggunakan vaksin virus corona Sinovac buatan China. Menurut Munarman, pembuatan vaksin tersebut masih belum jelas telah melalui proses yang halal atau haram.

Baca juga : Diberi Karpet Merah, Prabowo-Gibran Hadiri Acara Halal Bihalal PBNU

Dia menilai lebih baik pemerintah Indonesia memprioritaskan penggunaan vaksin buatan dalam negeri karena lebih sesuai dengan jenis virus yang mewabah di Indonesia.

Terpisah, Ketua PA 212 Slamet Maarif menyarankan Jokowi mundur dari jabatannya sebagai presiden. Slamet menilai ada banyak masalah selama Jokowi menjabat.

Baca juga : Terkait Narkoba, Aktor Rio Reifan Kembali Ditangkap Polisi

"Mundur dari presiden. Sekali lagi, harapan saya, untuk menyelamatkan bangsa ini segeralah Pak Jokowi mundur dari jabatan sebagai presiden RI," kata Slamet saat menjadi salah satu pembicara dalam Diskusi Bertajuk Doa dan Harapan Untuk Negeri yang juga menghadirikan Mantan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dan disiarkan secara daring, Sabtu (3/10).

Persoalan yang ada, kata Slamet, perlu dicari solusinya lewat rekonsiliasi nasional. Namun, rekonsiliasi yang dimaksud baru bisa dibentuk jika Jokowi mundur terlebih dahulu.

Slamet lalu menyoroti Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila yang sempat mengundang protes sejumlah pihak. Diketahui, RUU tersebut sudah berhenti dibahas.

Kala itu, RUU HIP dikritik karena dinilai mengerdilkan Pancasila, dari lima sila menjadi 3 dan 1 sila atau yang disebut dengan Trisila dan Ekasila.

"Dan yang paling sangat mencolok mata adalah munculnya gagasan mengubah pancasila lewat Undang-undang dalam RUU HIP yang nyata di situ ingin ubah ketuhanan yang maha esa yang jadi pondasi pancasila dan bangsa," katanya.