Kemenkeu: Indonesia Masih Butuh Utang Rp 900 Triliun Lagi

Jakarta, law-justice.co - Kementerian Keuangan menyatakan kalau saat ini pemerintah masih membutuhkan sekitar Rp 900 triliun untuk pembiayaan defisit anggaran yang saat ini terjadi.

Seperti diketahui, pandemi COVID-19 yang terjadi sekarang membuat ekonomi Indonesia terpukul dan pembengkakan defisit.

Baca juga : Imbas Gempur Gaza, Utang Israel Melesat Jadi Rp697 Triliun

Oleh sebab itu dibutuhkan tambahan biaya dari berbagai sumber. Termasuk sumber pinjaman alias utang.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman mengungkapkan untuk menambal defisit itu pemerintah akan menerbitkan surat berharga negara (SBN) dengan nilai Rp 900,4 triliun.

Baca juga : Resmi, Jokowi Terbitkan Aturan Pencairan THR & Gaji Ke-13 untuk PNS

"Bagaimana memenuhi kebutuhan di sisa semester II tahun ini? Pertama kita lihat, setelah menerbitkan kurang lebih Rp 630 triliun, jadi sisa semester II masih harus Rp 900,4 triliun," katanya seperti melansir detik.com, Sabtu 25 Juli 2020 kemarin.

Kata dia, penerbitan SBN tersebut salah satunya dilakukan dengan skema private placement yang akan dibeli oleh Bank Indonesia (BI).

Baca juga : 9,29 Juta Wajib Pajak Sudah Lapor SPT Tahunan 2023

Oleh karenanya kata dia, pemerintah telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) dengan BI.

Dalam perjanjian ini disepakati bawah BI akan membantu pembiayaan BI yang disebut dengan burden sharing. Nantinya, BI akan menanggung bunga 100% untuk kebutuhan pembiayaan public goods yang tercatat sebesar Rp 397,6 triliun.

Penerbitan SBN yang langsung dibeli BI tersebut tidak akan dilakukan secara langsung tapi bertahap sesuai dengan kebutuhan pembiayaan pemerintah. Namun, ia tidak menyebutkan berapa nilai penerbitan untuk tahap awal ini.

"Khusus melalui private placement tidak melalui lelang biasa atau mekanisme market. Jadi, nanti mekanismenya adalah pemerintah ada kebutuhannya. Jadi Rp 397 triliun itu kan nggak sekaligus, sesuai dengan kebutuhan. Nanti BI akan membeli SBN sesuai kebutuhan," ucapnya.

Dia menambahkan, pihaknya juga akan menerbitkan SBN ritel dengan nilai sebesar Rp 35 triliun hingga Rp 40 triliun.

Selain itu juga ada lembaga asing yang memberikan utang ke RI.

Kementerian Keuangan juga menarik utang melalui multilateral dan bilateral dengan total US$ 1,8 miliar per 31 Mei 2020.

"Semester I tahun ini kita sudah meraih (pinjaman luar negeri) US$ 1,8 miliar," tambahnya.

Dia memastikan, setidaknya ada lima lembaga luar negeri yang memberikan pinjaman ini seperti Asian Development Bank (ADB), Badan Pembangunan Perancis (AFD), Bank Pembangunan Jerman (KfW), dan Japan International Cooperation Agency (JICA) serta World Bank (WB).

Dari data DJPPR Kemenkeu, berikut rincian negara yang memberikan pinjaman ke Indonesia antara lain World Bank US$ 300 juta, ADB € 462 juta, KfW € 500 juta, AFD € 100 juta dan JICA ¥ 31.800 juta.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memang pernah menyampaikan, untuk membiayai anggaran pada masa pandemi, pemerintah akan menggunakan pos non utang seperti dana yang ada di BLU dan kas negara. Setelah non utang tidak mencukupi maka pinjaman menjadi pilihan selanjutnya.

"Setelah memaksimalkan pembiayaan non utang, Pemerintah juga menggali alternatif pembiayaan utang yang fleksibel dari sisi pinjaman maupun SBN," tuturnya.