Kritik Pemerintah, Haris Azhar Keberatan APBN Dipakai Bayar Buzzer

Jakarta, law-justice.co - Banyak kalangan menilai bahwa rezim pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) disebut menghamburkan uang rakyat dalam skema APBN membayar buzzer atau influencer untuk menggiring opini publik.

Dengan begitu, para buzzer tersebut tidak ragu untuk ‘menyerang’ warga yang mengkritik kebijakan pemerintah di media sosial.

Baca juga : Anies Bantah Isu Tawaran Bentuk Partai Perubahan

Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) sekaligus Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar menegaskan bahwa dirinya tidak rela kalau dana rakyat dari APBN digelontorkan untuk para buzzer yang bekerja untuk menyerang aktivis demokrasi dan HAM.

Selain itu kata dia, bahkan penyidik KPK seperti Novel Baswedan menjadi sasaran para buzzer tersebut di media sosial.

Baca juga : KPK: Keluarga SYL Bisa Jadi Tersangka Dugaan TPPU

“Saya keberatan uang rakyat dibuang-buang untuk membiayai kelompok ini (buzzer). Dicek teman-teman masyarakat sipil, follower akun-akun anonim penyerang itu cuma 3, 6,” kata Haris seperti melansir teropongsenayan.com, Minggu 21 Juni 2020.

Kata dia kalau pemerintah kerap acuh dalam menegakan hukum bagi warga negara yang membutuhkan keadilan.

Baca juga : Mahasiswa STIP Jakarta Tewas Diduga Dianiaya Senior, Polisi Selidiki

Hal tersebut lanjut dia, bertolak belakang ketika warga yang bersuara dan mengkritik pemerintah justru dikriminalisasi.

Dia menyontohkan, kasus yang dialami Ravio Patra yang merupakan pegiat demokrasi dan HAM, akun WhatsApp nya diretas karena terlalu lantang mengkritik kebijakan pemerintah dalam penanganan wabah.

“Negara sekarang perannya kebolak balik. Ketika harus intervensi seperti proses penegakan hukum kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan negara tidak hadir," ucapnya.

Dia menegaskan pemerintah seharusnya mengakomodir semua rakyat termasuk yang mengriktik kinerja pemerintah.

Pasalnya menurut dia, kritik tersebut merupakan kepedulian rakyat kepada negara.

"Tetapi ketika ada warga yang berjuang untuk keadilan, mengkritik malah negara mengintervensi, jadi negara tidak bisa mengintervensi sampai 24 jam itu (kerja-kerja buzzer).” tegasnya.