Kondisi Keuangan Dampak Virus Corona Lebih Parah dari Krisis 1998

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah melalui Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mulai melakukan pembahasan dengan Komisi XI DPR soal kondisi APBN karena dampak penyebaran virus corona (Covid-19). Pandemi Covid-19 membuat pendapatan negara anjlok.

Dalam bahan rapatnya dengan Komisi XI DPR, Senin (6/4/2020), Sri Mulyani menyatakan adanya tekanan yang luar biasa di APBN 2020. Sri bahkan mengatakan covid-19 lebih kompleks dari krisis pada tahun 1997-1998 karena kita mengetahui penyebabnya, tetapi untuk covid-19 penyebab tahun ini belum bisa dicombine.

Baca juga : Usai Dihujat Netizen, Menkeu Minta Ditjen Bea Cukai Berbenah

"APBN alami tekanan luar biasa, penerimaan turun banyak karena sejumlah sektor mengalami tekanan dalam. Outlook kita, APBN 2020, penerimaan akan kontraksi. Outlook hingga hari ini pendapatan negara hanya Rp 1.760,9 triliun," papar Sri Mulyani.

Dalam paparannya, Sri Mulyani memperlihatkan, kondisi secara garis besar APBN 2020, pertama pendapatan Negara turun dari target Rp 2.233,2 triliun menjadi Rp 1.760,9 triliun, kedua, belanja Negara naik dari Rp 2.540,4 triliun menjadi Rp 2.613,8 triliun dan ketiga, dari angka ini maka defisit akan naik dari Rp 307,2 triliun (1,76% dari PDB) menjadi Rp 853 triliun (5,07% dari PDB)

Baca juga : Menteri Keuangan Sri Mulyani Akui Bea Cukai Kadang Ganggu Kenyamanan

"Ini akibat langkah-langkah karena work from home (WFH) dan social distancing. Juga kebutuhan untuk melindungi dunia usaha, sebabkan kenaikan kebutuhan untuk mendorong dan melindungi dunia usaha baik dalam bentuk pajak maupun tambahan pemberian relaksasi," ucapnya.

Dia mengatakan, outlook kondisi APBN 2020 tadi dibuat dengan berbasiskan asumsi yang dikembangkan pemerintah. Asumsi ini akan terus diperbarui, dan kondisi APBN juga akan terus berubah.

Baca juga : Usai Ramai Keluhan Netizen, Ini 3 Instruksi Sri Mulyani ke Bea Cukai