Jubir HTI: Pemerintahan Jokowi Mengidap Sekulerisme Radikal

Jakarta, law-justice.co - Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto menyebut rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo mengidap sekulerisme redikal.

Dia menyayangkan di negeri mayoritas Muslim ini bisa terpilih pemimpin seperti itu.

Baca juga : Ini Isi Pertemuan Jokowi dengan PM Singapura Lee Hsien Loong

“Kita kalau ke negara-negara Eropa Barat, itu semua negara sekuler, tapi itu relatif ramah. Nah, (rezim) ini (mengidap) sekularisme radikal, yang tidak ramah, tidak terdidik dan tidak berakal,” ungkap Ismail seperti melansir mediaumat.news.

Kata dia, rezim Jokowi tidak ramah epada mayoritas penduduk ini. Selain itu kata dia, pemerintah Jokowi tidak terdidik untuk memahami apa sebenarnya yang substansi dari seorang Muslim itu.

Baca juga : Ucapan Rocky Gerung Diputus PN Jaksel Tak Hina Jokowi

Yang substansi sebagai seorang Muslim itu ketundukkannya kepada Allah SWT. Jadi tidak terdidik dia. Karena itu lucu pernyataan-pernyataannya. Salah satunya pernyataan yang mau melarang cadar.

“Menteri Agama itu mau melarang rok mini, itu masuk di akal, ini kok??? Iya kan!? Sejelek-jeleknya bercadar itu tetap pendapat agama. Tetapi rok mini, sebaik-baiknya rok mini itu bukan pendapat agama. Mustinya Menteri Agama itu berpikirnya ke sana. Jadi ini tidak terdidik. Karena tidak terdidik akhirnya tidak berakal karena tidak menggunakan akal,” tegasnya.

Baca juga : Pengamat Asing Sebut Prabowo Bakal Teruskan Model Ekonomi Jokowi

Fobia Islam

Ismail juga menyayangkan di negeri mayoritas Muslim ini bisa terpilih pemimpin seperti itu.

“Ini sangat ironis, bagaimana bisa di negeri mayoritas Muslim, persoalan praktek dan paham Islam itu ditempatkan sebagai masalah yang paling besar dan dijadikan prioritas yang paling tinggi?” ujarnya.

Sehingga, memerangi radikalisme (baca: memerangi syariat Islam dan pengembannya) menjadi kata pertama (first words) rezim ini.

Publik tidak mendapati di dalam first words presiden soal korupsi, keadilan, HAM, pemerataan.

“Itu tidak ada, enggak ada itu. Enggak ada. Padahal kita tahu bahwa negeri ini sedang menghadapi persoalan yang luar biasa terkait korupsi, ratusan orang meninggal dalam Pilpres 2019, kerusuhan di Papua, soal ketidakadailan ekonomi, soal ketidakadilan hukum,” ujarnya.

Justru yang muncul di dalam first words adalah radikalisme.

“Kalau itu yang muncul maka kita bisa mengatakan bahwa memang rezim ini menempatkan itu sebagai persoalan. Ketidakadilan bukan persoalan. Maraknya korupsi bukan persoalan. Dari sana kita bisa meraba ke mana kita akan dibawa dan bagaimana hal tadi itu mau diselesaikan,” bebernya.

Menurutnya, ini hanya mungkin terjadi jikalau otak para pemimpin negeri ini dan para kroninya mengidap fobia Islam. “Rezim ini adalah rezim (sekuler) yang Islamophobia,” pungkasnya.