Kemarahan Jokowi, Indikator Buruknya Para Ekonom di Kabinet Kerja

Jakarta, law-justice.co - Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas di Istana pada beberapa waktu lalu menegur Menteri ESDM Ignatius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno karena kesal ekspor Indonesia mengalami penurunan sebesar 8,6 persen pada periode Januari-Mei 2019.

Namun, kemarahan Jokowi kepada bawahannya itu dinilai bukan hanya sekadar penurunan ekspor semata. Ada masalah lain yang membuat sang Presiden tak menyukai kinerja jajarannya.

Baca juga : Sentil Pemkab Mimika, Tito: APBD Rp8 Triliun Tapi Kemajuan Tak Banyak

"Presiden marah masalah defisit perdagangan, ekspor yang lemah, defisit neraca berjalan, rupiah yang tidak lebih baik, bahkan tertekan," kata ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J. Rachbini seperti dikutip dari RMOL.id, Jumat (12/7/2019).

Menurutnya, kebijakan ekonomi yang diterapkan dengan target pertumbuhan 7 persen memang tak mudah direalisasikan.

Baca juga : Hakim MK Bingung Tanda Tangan di Daftar Hadir TPS di Bangkalan Mirip

Sejauh ini, berdasarkan data pertumbuhan ekonomi sejak 2015 hingga 2019 selalu tak memenuhi target. Di tahun 2015, target sebesar 5,8 hanya dipenuhi sebesar 4,88 persen. Kemudian di tahun berikutnya, target 6,6 ekonomi tumbuh hanya dicapai 5,07 persen.

Di tahun 2017 lebih buruk. Target 7,1 persen yang dicanangkan hanya diraih 5,03 dan 2018, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 7,5 persen hanya direalisasikan 5,2 persen. Dan untuk tahun ini, target 8 persen dirasa akan sulit karena baru mencapai 5,3 persen.

Baca juga : Walhi Sulsel: Banjir-Longsor di Luwu Imbas Aktivitas Tambang Emas

"Target dan janji pertumbuhan ekonomi 2014-2019 7-8 persen tetapi realisasinya jauh dari target. Kemarahan Jokowi adalah indikasi bahwa tim ekonomi tidak berhasil," tandasnya.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla berpandangan bahwa kemarahan Jokowi diungkapkan agar dua menteri tersebut meningkatkan ekspor dibanding impor minyak dan gas.

"Ya harus positif, bukan defisit, harus surplus. Surplus itu artinya ekspor harus lebih tinggi daripada impor itu," jelas JK belum lama ini.