ICMI: Demokrasi Rusak Jika Beda Pendapat Jadi Alat Pidana

law-justice.co - Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengatakan, suasana demokrasi yang telah dibangun secara baik sejak reformasi dapat rusak kembali jika perbedaan pendapat selalu jadi alat untuk mempidanakan seseorang.

Sebab, kata dia, tidak semua manusia, umumnya masyarakat di sebuah negara, harus sama ide dan pendapatnya. Termasuk soal agama dan pilihan politik.

Baca juga : Jokowi Aktor Kemunduran Demokrasi tapi Dipuji karena Politik Pragmatis

“Kalau semua orang masuk penjara, nanti negara kosong cuma gara-gara beda pendapat. Nanti kita kekurangan penjara sebab kepenuhan,” ujar Jimly di Jakarta, Selasa (12/3).

Jimly mengatakan, proses penegakan hukum memang baik dan dibutuhkan pada kehidupan bernegara serta berbangsa.

Baca juga : Kok Baru Pemilu 2024 Megawati Menyoroti Kecurangan?

Kendati demikian, menurut Jimly, hukum juga diberlakukan terhadap hal yang khusus dan berpengaruh buruk kepada masyarakat dan negara.

“Kalau tidak membahayakan negara, nggak mengancam nyawa manusia dan masyarakat, nggak merugikan kehidupan orang lain, beda pendapat dan pikiran itu biasa. Biarkan saja,” ucap Jimly.

Baca juga : Said Didu Sebut Rekonsiliasi Perlu Untuk Membuang Perusak Bangsa

Oleh sebab itu, Jimly beranggapan, tidak selalu setiap isu persoalan yang muncul ke ruang publik sebab beda pendapat kemudian penyelesaiannya dengan penerapan hukum pidana.

Jimly menuturkan, dalam negara penganut demokrasi dan telah menerapkannya lama, justru perbedaan pendapat amat wajar dan dibutuhkan guna membangun bangsa jadi lebih baik.

Bila seluruh proses masalah beda pendapat dijadikan alat laporan pidana, maka Jimly menilai nantinya dapat muncul perasaaan perlakuan yang tidak sama antara satu orang dengan lainnya.

Pendapat Jimly tersebut didasari kerapnya berbagai masalah yang diselesaikan melalui jalur hukum pidana hanya sebab kontroversi ide, perbedaan pendapat, adu argumentasi di linimasa media sosial menjelang pemilihan umum (pemilu) 2019.