Penerimaan Negara Potensi Amblas Rp53,18 Triliun Akibat Rokok Ilegal

Jakarta, law-justice.co - Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 12% pada tahun 2022 dinilai cukup eksesif dan sangat memberatkan kelangsungan usaha industri hasil tembakau (IHT) legal di tanah air.

Sebelumnya pada tahun 2020, saat awal pandemi Covid-19, Pemerintah menaikan CHT rata-rata 23%, Harga Jual Eceran (HJE) naik 35%. Kemudian, tahun 2021 di masa pandemi Covid-19, CHT naik rata-rata 12,5%.

Baca juga : Tekanan pada Ekonomi Indonesia Semakin Kuat, Tugas Berat Presiden Baru

Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, menegaskan kenaikan tarif cukai yang sangat eksesif secara berturut-turut menyebabkan disparitas harga rokok legal dibanding rokok ilegal makin lebar.

Sebagaimana hasil kajian lembaga riset Indodata tahun 2021, dimana dinyatakan bahwa peredaran rokok ilegal mencapai 26,30%, atau estimasi potensi besaran pendapatan negara yang hilang akibat peredaran rokok ilegal adalah sebesar Rp53,18 triliun.

Baca juga : APBN Surplus, Pemerintah Tetap Tarik Utang

“Implikasi kebijakan cukai yang sudah berlangsung 3 tahun berturut-turut ini berdampak negatif bagi kelangsungan industri rokok yang legal, potensi PHK tenaga kerja, petani tembakau, dan bahkan kesehatan yang dijadikan tirani oleh kebijakan cukai,” ulas Henry Najoan dalam keterangannya di Jakarta, Senin (4/4/2022).


Kondisi IHT yang sangat tidak baik ini, menurut Henry, memerlukan keseimbangan dari Pemerintah dalam memandang industri ini. Semestinya, perlakuan yang diberikan atas industri hasil tembakau itu bukan dilarang, melainkan dengan edukasi.

Baca juga : Menteri Keuangan Ungkap soal Untung-Rugi Rupiah Ambrol ke Rp16.000

Ia juga mendorong Pemerintah terus menindak rokok ilegal secara extraordinary. Selain itu, Pemerintah juga perlu membuat roadmap industri hasil tembakau yang berkeadilan dan komprehensif bagi para pemangku kepentingan.

“Kami memandang perlu arah kebijakan cukai hasil tembakau yang memberikan kepastian iklim usaha yang sehat demi kelangsungan industri hasil tembakau nasional,” kata Henry Najoan.

Anggota Komisi XI DPR-RI, Andreas Eddy Susetyo, mengatakan kenaikan cukai hasil tembakau 12% diyakini akan memberatkan kelangsungan IHT. Pasalnya, laju industri rokok terus melambat dalam dua tahun terakhir.

Legislator PDI Perjuangan ini mengingatkan agar Pemerintah jangan hanya memikirkan soal penerimaan negara saja, tetapi harus memperhatikan nasib tenaga kerja yang terlibat di dalam industri tembakau. Karena industri ini melibatkan tenaga kerja yang sangat besar. Ada sekitar 6 juta orang yang terlibat di dalam rantai industri tembakau.

Tags: HET | Cukai Rokok | APBN |