Alasan Sri Mulyani Naikkan Cukai Rokok: Sedih Lihat Bocah Merokok

Jakarta, law-justice.co - Tingginya angka merokok di tanah air ditambah lagi banyaknya anak di bawah umur yang sudah mengonsumsi tembakau menjadi salah satu alasan kuat Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengerek naik tarif cukai untuk tahun 2022 menjadi rata-rata 12 persen.

Sri Mulyani cukup sedih melihat data tingginya anak-anak di Indonesia yang sudah merokok, padahal hal tersebut merugikan dari sisi kesehatan.

Baca juga : Sri Mulyani Dianggap Sembunyikan Fakta Anggaran Bansos di Sidang MK

"Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, 9 dari 100 anak di Indonesia masih merokok. Jumlah ini termasuk yang tertinggi di Kawasan Asia," kata Sri Mulyani dalam konfrensi pers virtualnya, Senin (13/12/2021).

Jika dikaitkan dengan angka kemiskinan, lanjut Sri Mulyani, rokok menjadi penyumbang nomor dua sumber kemiskinan, selain pembelian beras.

Baca juga : Soal Harga Beras Naik 7 Persen, Menkeu Sri Mulyani Minta Waspada

Sehingga dengan tegas rokok adalah produk berbahaya yang harus dijauhkan dari masyarakat. Sehingga dilakukan kenaikan harga agar makin tak terjangkau oleh masyarakat.

"Pemerintah berupaya melindungi masyarakat dari konsumsi barang-barang berbahaya seperti rokok," katanya.

Baca juga : Modus Bansos Dadakan, Blokir Anggaran 50 T, Isu Mundur dari Kabinet

Dia pun berharap dengan kenaikan tarif cukai ini diharapkan tingkat prevalansi merokok masyarakat bisa menurun. Ditargetkan prevalensi merokok terutama anak usia 10-18 tahun bisa turun menjadi 8,83 persen di tahun depan dari saat ini 8,97 persen.

Sebelumnya, pemerintah akhirnya menetapkan kebijakan tarif cukai hasil tembakau atau CHT untuk tahun 2022 dengan kenaikan rata-rata 12 persen.

Dengan kenaikan tarif cukai tersebut Harga Jual Eceran (HJE) rokok di Indonesia tembus mencapai Rp 38.100 per bungkusnya untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) Golongan 1 ini menjadikan Indonesia sebagai negara penjual rokok termahal ke tiga dikawasan ASEAN-5.