Kasus Perusakan Makam di Solo, 7 Orang Bocah Jadi Tersangka

Jakarta, law-justice.co - Kasus perusakan makam di TPU Cemoro Kembar, Kelurahan Mojo, Pasar Kliwon, Solo telah memasuki babak baru.

Polisi telah menetapkan 7 orang bocah jadi tersangka.

Baca juga : Bahlil : Realisasi Investasi Kuartal I-2024 Capai Rp 401,5 Triliun

"Berdasarkan hasil gelar perkara oleh tim penyidik ditetapkan 7 tersangka perusakan makam. Seluruhnya adalah anak-anak," kata Kapolresta Solo Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan di Balai Kota Solo beberapa waktu lalu.

Para bocah yang jadi tersangka itu adalah murid di kuttab yang tak jauh dari lokasi TPU Cemoro Kembar. Penetapan tersangka dilakukan setelah polisi memeriksa sekitar 29 saksi dan hasil gelar perkara.

Baca juga : Ini Isi Pertemuan Jokowi dengan PM Singapura Lee Hsien Loong

"(Para tersangka) murid dari kuttab itu," ujarnya.

Meski demikian, polisi akan mengupayakan langkah diversi. Karena para tersangka masih anak di bawah umur, bahkan ada yang di bawah 12 tahun. Sehingga, dianggap belum bisa dimintai pertanggungjawaban pidana atas perbuatan yang dilakukannya.

Baca juga : Heru Budi Sebut Penonaktifan NIK Lindungi Warga dari Kriminalitas

"Mekanisme penyelesaian perkara dalam kasus perusakan nisan atau makam di TPU Cemoro Kembar ada dua area batasan umur anak. Kita merujuk pada UU sistem peradilan terhadap anak ada batasan umur anak," jelasnya.

Dua area yang dimaksud yakni anak berusia 12 tahun ke atas tapi masih di bawah 18 tahun dan anak yang masih di bawah 12 tahun. Untuk anak yang masih di bawah 18 tahun dan di atas 12 tahun maka langkah hukumnya yakni mengupayakan adanya diversi.

"Untuk anak yang di atas 12 tahun dan di bawah 18 tahun kita upayakan diversi dalam semua tingkat mulai dari pemeriksaan, baik itu di tingkat Polri, penuntutan kejaksaan maupun di pengadilan," urainya.

Langkah ini adalah dengan mempertemukan para pihak terkait. Meliputi pelaku maupun korban atau yang dirugikan untuk mencapai kesepakatan diversi.

"Jika nantinya dalam pertemuan ini terjadi kesepakatan diversi maka akan dibuatkan berita acara. Berita acara acara itu akan dikirimkan ke pengadilan dan dilakukan penetapan," tuturnya.

Dasar itulah, lanjut Ade, yang akan dijadikan oleh penyidik dalam mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3).

Tetapi, jika nantinya ternyata dalam pertemuan itu tidak tercapai kesepakatan diversi, maka tetap akan dibuat berita acara bahwa tidak adanya kesepakatan. Dengan begitu maka tindak lanjutnya berkas dilimpahkan ke penuntut umum.

"Kemudian bagi tersangka yang masih di bawah 12 tahun, seluruh hasil pemeriksaannya tidak digunakan untuk peradilan pidana. Melainkan akan dirapatkan bersama tiga unsur yakni penyidik, Bapas, Peksos (pekerja sosial)," ucapnya.

Hasil rapat tersebut akan dijadikan rekomendasi apakah anak akan dikembalikan kepada orang tua atau dikirimkan ke dinas sosial (Dinsos) atau yang lainnya.

"Karena di area ini anak yang belum 12 tahun dianggap belum bisa dimintai pertanggungjawaban pidana dari apa yang dilakukannya," kata Ade.

Sementara itu, barang bukti yang diamankan dalam kasus ini di antaranya batu yang digunakan sebagai alat untuk merusak nisan atau makam. Selain itu, ada pula nisan makam yang dirusak.

Mengenai nasib para pengajar kuttab, Ade menyatakan bahwa semuanya hanya dimintai keterangan sebagai saksi.

Disinggung mengenai nasib rumah mengajar, Ade mengatakan akan pindah dari lokasi saat ini. Kepindahan kuttab dilakukan berdasarkan hasil pertemuan antara pemangku wilayah, warga, pemilik kontrakan dan pengasuh kuttab.

"Dari pengurus kuttab berencana akan pindah dari tempat tersebut, dari hasil pertemuan pengurus, RT, RW dan pemilik kontrakannya akan pindah dari lokasi," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, kasus perusakan makam atau nisan di TPU Cemoro Kembar, Kelurahan Mojo, Pasar Kliwon, Solo, terjadi pada 16 Juni 2021. Setidaknya ada 12 nisan yang akhirnya diketahui dirusak oleh sejumlah murid di rumah mengajar (kuttab) yang berlokasi tidak jauh dari makam.

Aksi ini membuat geram warga hingga Wali Kota Solo Gibran Rakabuming terjun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi makam. Bahkan Gibran menginstruksikan agar kuttab ditutup karena tidak berizin dan melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) tanpa izin di tengah pandemi.