Ini Kata Pakar Hukum Internasional soal AS Imbau Warganya Tak ke RI

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengeluarkan travel advisory atau imbauan terkait penyebaran COVID-19, ancaman terorisme hingga bencana di Indonesia.

Guru Besar Bidang Studi Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Prof Hikmahanto Juwana mengatakan, travel advisory pemerintah AS untuk warganya itu dinilai lumrah.

Baca juga : Masih Singgung Masalah HAM, AS Kirim Pesan Penting ke Prabowo

"Menurut saya, ini masalah kedaulatan AS sebagai negara yang dia harus melindungi warganya. Tiga hal yang disampaikan itu kan berdasarkan asesmen mereka," kata Guru Besar Bidang Studi Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Prof Hikmahanto Juwana kepada wartawan, Minggu (13/6/2021).

Hikmahanto menegaskan pemerintah AS tidak bisa disalahkan terkait imbauan tersebut. Dia meyakini tak hanya Indonesia negara yang diimbau untuk tidak dikunjungi.

Baca juga : Ini Sebab Amerika Serikat Mulai Sering Jatuhkan Sanksi ke Israel

"Ini kan bukan larangan bagi warganya untuk berkunjung ke Indonesia tetapi imbauan, sehingga pemerintah AS tidak bisa disalahkan oleh warganya terhadap 3 hal yang diimbau tadi," terang Hikmahanto.

"Kalau soal Corona, pemerintah AS saya yakin juga menyampaikan imbauan ke warganya untuk tidak ke negara yang paparan COVID-nya tinggi. Mungkin AS menganggap Indonesia salah satunya," imbuhnya.

Baca juga : AS Jatuhkan Sanksi ke Israel usai Joe Biden-Netanyahu Makin Renggang

Terkait imbauan terorisme dan bencana, Hikmahanto menekankan hanya Sulawesi dan Papua yang dianjurkan untuk tidak dikunjungi. Dia lagi-lagi menegaskan pemerintah RI tidak bisa memprotes imbauan AS ke warganya.

"Terkait ancaman teroris dan bencana, pemerintah AS tidak menyebut Indonesia secara keseluruhan, tapi agar warganya tidak berkunjung ke Sulawesi dan Papua," ucap Hikmahanto.

"Pemerintah RI tentu tidak bisa buat bantahan atau memprotesnya, karena ini imbauan pemerintah AS ke warganya. Artinya ini sifatnya internal," lanjut dia.

Lebih jauh, pemerintah RI juga bisa mengeluarkan imbauan yang sama ke warganya. Hikmahanto menuturkan pemerintah Indonesia jangan mau diintervensi oleh negara lain.

"Pemerintah RI tentu bisa juga mengimbau agar warganya tidak berpergian ke negara tertentu atau wilayah negara tertentu agar keselamatan warganya terjaga. Dan tentu kita tidak ingin diintervensi oleh negara lain, utamanya yang kita tidak anjurkan warga kita berpergian karena ini masalah internal Indonesia," paparnya.

Hikmahanto menilai imbauan pemerintah AS jadi pembicaraan karena diekspos ke publik. Dia mengatakan imbauan pemerintah AS itu sebagai bentuk perlindungan terhadap warganya.

"Travel advisory pemerintah AS ini mungkin jadi berita karena diekspos di media. Sebenarnya ini hal biasa bagi suatu pemerintah untuk menerbitkan travel advisory ke warganya sebagai bentuk perlindungan negara terhadap warga negaranya," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah AS mewanti-wanti warganya yang ingin melakukan perjalanan ke Indonesia. Imbauan itu dibuat terkait tingginya tingkat infeksi virus Corona (COVID-19) hingga ancaman terorisme dan bencana alam.

Departemen Luar Negeri (Deplu) AS mengeluarkan travel advisory lewat laman travel.state.gov sejak Selasa (8/6) lalu. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS telah mengeluarkan Pemberitahuan Kesehatan Perjalanan Level 3 untuk Indonesia karena tingkat COVID-19 yang tinggi.

Deplu AS juga meminta warganya mempertimbangkan kembali perjalanan ke Sulawesi Tengah dan Papua karena potensi gangguan sosial. Deplu AS mengingatkan potensi ancaman serangan teroris hingga bencana alam di kedua wilayah tersebut.

"Teroris terus merencanakan kemungkinan serangan di Indonesia. Teroris dapat menyerang dengan sedikit atau tanpa peringatan, menargetkan kantor polisi, tempat ibadah, hotel, bar, klub malam, pasar/pusat perbelanjaan, dan restoran," tulis Deplu AS.

"Bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, atau letusan gunung berapi dapat mengakibatkan terganggunya transportasi, infrastruktur, sanitasi, dan ketersediaan layanan kesehatan," imbuhnya.