Menteri Erick Thohir Sebut Ada 159 Kasus Korupsi di Kementerian BUMN

law-justice.co - Meteri BUMN, Erick Thohir mengaku terkejut usai mengetahui banyaknya jajaran BUMN yang tersandung kasus korupsi.

Saat pertama kali menjabat pada akhir 2019 lalu, Erick mengungkap ada 159 kasus hukum di bawah kementeriannya.

Baca juga : Ini Isi Pertemuan Jokowi dengan PM Singapura Lee Hsien Loong

Dari jumlah itu sebanyak 53 orang atau 1/3 di antaranya dinyatakan sebagai tersangka.

"Saya di awal pada saat bekerja ketika membuka data kasus hukum di Kementerian BUMN itu jumlahnya luar biasa banyak, 159 waktu itu dan yang menjadi tersangka kurang lebih 53 orang," jelasnya pada Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Pemberantasan Korupsi dengan KPK pada Selasa (2/3).

Baca juga : Heru Budi Sebut Penonaktifan NIK Lindungi Warga dari Kriminalitas

Sebagai pemimpin BUMN, Erick mengaku berpikir `terbalik`. Maksudnya, daripada menyalahkan individu yang melakukan tindakan korupsi, ia memilih instropeksi dan mengkaji ulang sistem yang ada di pelat merah.

Sebab, ia yakin memperbaiki sistem dan mengganti pemimpin BUMN yang berintegritas akan lebih efektif dalam meminimalisir kasus korupsi.

Baca juga : Soal Warung Madura dan Pembangunan Entrepreneurship di Indonesia

"Kementerian BUMN harus menginstropeksi diri dibanding menyalahi yang terkena karena saya yakin dengan perbaikan sistem dan pemilihan pimpinan BUMN yang berintegritas tentu kami harapkan bisa meminimalisir kasus tersebut," katanya.

Dalam mengatasi kasus korupsi di badan BUMN, di samping bekerja sama dengan KPK, ia mengaku akan mengeluarkan beberapa Peraturan Menteri (Permen) BUMN yang bertujuan mendukung transparansi.

Salah satunya, Permen tentang Penyertaan Modal Negara (PMN) yang akan diterbitkan pada pekan ini.

Inti dari Permen tersebut adalah Kementerian yang menitipkan tugas kepada BUMN harus menandatangani surat penugasan dan secara formal mengkomunikasikan hal itu kepada Kementerian BUMN.

Setelahnya, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan akan memutuskan jika penugasan akan dilaksanakan. Sehingga, tidak ada area abu-abu dan tumpang tindih antara penugasan dan bisnis seperti yang selama ini terjadi.

"Jadi tidak ada grey area yang dari dulu, sejak awal kami bicarakan, yang kami harapkan saat ini bisnis proses bukan project based," katanya.

Adapun Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang ditandatangani oleh Kementerian BUMN dan KPK berkaitan dengan penanganan pengaduan dalam upaya memberantas korupsi melalui whistleblowing system (WBS) terintegrasi.

Erick menyebut pada awalnya, hanya ada dua perusahaan negara yang menjalankan konsep whistleblower. Namun, angka itu mulai naik dan saat ini ada 27 perusahaan yang menandatangani PKS dengan KPK.

Dalam proses penandatanganan ini akan dibagi ke dalam 5 tahap, sebagai berikut:

Batch 1:
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk
PT Taspen (Persero)

Batch 2:
PT Pertamina (Persero)
PT PLN (Persero)
PT Jasa Marga (Persero) Tbk
PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk
PT INTI (Persero)

Batch 3:
PT Adhi Karya (Persero) Tbk
PT Waskita Karya (Persero) Tbk
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk
PT Hutama Karya (Persero)
PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk

Batch 4:
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
PT Pelabuhan Indonesia I (Persero)
PT Pelabuhan Indonesia II (Persero)
PT Angkasa Pura I (Persero)
PT Bahana Pembina Usaha Indonesia (Persero)
PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero)

Batch 5:
PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero)
PT Kereta Api Indonesia (Persero)
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
PT Pupuk Indonesia (Persero)
PT Semen Indonesia(Persero) Tbk