Soal Drone Bawah Laut di Selayar, Prabowo Harus Tegur Keras China

Jakarta, law-justice.co - Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun mendesak Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto untuk tegas dalam menjaga kedaulatan NKRI.

Hal itu dia sampaikan terkait dengan ditemukannya drone bawah laut yang diduga milik China oleh nelayan di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.

Baca juga : Bekas Anak Buah: Kementan Keluarkan Rp3 Juta/Hari untuk Makan SYL

Menurut Ubedilah, Prabowo harus menegur keras China yang telah melanggar batas teritori NKRI.

"Prabowo mesti tegas dalam menjaga kedaulatan wilayah teritorial NKRI. China perlu ditegur keras. Kalau tidak di tegur berbahaya pertahanan negara," ujar Ubedilah seperti melansir rmol.id Minggu 3 Januari 2021.

Baca juga : KPK Masukkan Eks Kadis PUPR Papua ke Lapas Sukamiskin

Selain itu, kata Ubedilah, Prabowo juga harus segera mencari solusi teknologi canggih agar dapat menangkap hal-hal serupa.

"Di saat yang sama Prabowo mesti cari solusi teknologi canggih untuk menangkal cara-cara China tersebut," pungkas Ubedilah.

Baca juga : Bahlil : Realisasi Investasi Kuartal I-2024 Capai Rp 401,5 Triliun

Sebelumnya sebuah drone yang diduga milik China ditemukan di perairan Sulawesi oleh seorang nelayan. Perlu diketahui, perairan Sulawesi merupakan kawasan strategis bagi Australia yang saat ini tengah berseteru dengan China.

Dan terkait hal ini sudah tersebar, di mana dalam sebuah foto ada seorang perwira militer yang berfoto dengan kendaraan bawah air tanpa awak (UUV), yang ditemukan tepat sebelum Natal di dekat Pulau Selayar, Sulawesi Selatan.

UUV diangkat dari air oleh nelayan setempat pada tanggal 20 Desember lalu, tapi baru dilaporkan ke pihak berwenang enam hari kemudian.

Pakar keamanan mengatakan drone pengintai berteknologi tinggi ini dikenal sebagai pesawat layang yang mengandalkan propulsi daya apung.

Seorang pejabat mengatakan bahwa penemuan itu patut diperhatikan, karena UUV tersebut disita di rute maritim penting, yang menghubungkan Laut Cina Selatan dengan kota paling utara di Australia, yakni Darwin.

Menurut laporan, drone yang ditemukan tersebut memiliki panjang 225 cm, dengan lebar sayap 50 cm dan antena sepanjang 93 cm. Kini drone ini telah disita oleh pihak TNI dan dipindahkan ke Pangkalan Angkatan Laut Utama ke-6 di Makassar untuk diperiksa.

Seorang analis keamanan terkemuka dengan julukan "Jatosint" di dunia maya mengklaim bahwa peralatan itu "sangat mirip dengan UUV "Sea Wing" milik China, yang, jika benar, [menimbulkan] banyak pertanyaan, terutama bagaimana bisa ditemukan jauh di wilayah kami ".

Publikasi pertahanan, "Naval News", mencatat bahwa UUV mengumpulkan data penting oseanografi, termasuk suhu, kekeruhan air, salinitas, tingkat klorofil dan oksigen.

"Data ini mungkin terdengar tidak berbahaya dan sering digunakan untuk penelitian ilmiah, tetapi bisa sangat berharga bagi perencanaan angkatan laut, terutama mendukung operasi kapal selam," tulisnya.

Maret tahun lalu, UUV Sea Wing sejenis ditemukan seorang nelayan Indonesia di dekat Kepulauan Riau, sementara drone bawah air lainnya ditemukan awal tahun 2020 di dekat Pangkalan Angkatan Laut Surabaya.

Tahun 2016, China melayangkan protes setelah mereka menangkap "glider" milik Angkatan Laut AS yang serupa di perairan internasional di Laut China Selatan, tetapi kendaraan tanpa awak itu baru dikembalikan setelah situasi memburuk.

Awal tahun ini, sebuah kapal penelitian milik China yang berteknologi tinggi telah terdeteksi sedang memetakan perairan penting secara strategis di lepas pantai Australia Barat, tempat banyak ditemukan kapal bawah laut.