Masa Pandemi OJK Buat Kebijakan Stabilitas Sistem Keuangan

Jakarta, law-justice.co - Kondisi perekonomian saat ini masih tertekan akibat pandemi, termasuk berdampak pada sektor perbankan. Pandemi Covid-19 dinilai memberikan efek domino terhadap aspek sosial, ekonomi, keuangan, dan berdampak pada sektor keuangan.

Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang Widjanarko mengatakan pihaknya telah mengeluarkan kebijakan untuk mempertahankan dan menjaga stabilitas perbankan di tengah pandemi.

Baca juga : Ada 3 Bank Bangkrut Bulan April dari Total 12 yang Tutup Tahun ini

Salah satunya melalui kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit hingga Maret 2022 mendatang, lewat penetapan POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease.

"Pada dasarnya ada 3 hal. Pertama untuk menjaga fundamental sektor riil melalui POJK No. 11 untuk membantu sektor riil untuk tumbuh dan juga memberikan kesempatan kepada perbankan untuk bisa melakukan tugasnya."

Baca juga : OJK Blokir 5.000 Rekening Buntut Judi Online

"Kedua, ada kebijakan yang dikeluarkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Misalnya, POJK terkait dengan konsolidasi bank umum, perintah tertulis, penerapan PSAK, dan beberapa kebijakan lain," ujar Bambang dalam Webinar bertema "Perkembangan Industri dan Kebijakan Perbankan di Masa Pandemi," Senin (7/12).

Kemudian yang ketiga, lanjut Bambang, terdapat kebijakan lainnya untuk mendukung dalam rangka kondisi pandemi, antara lain penyesuaian batas laporan.

Baca juga : PT Indika Energy Tbk Melaporkan ke BEI Akan Ada Tender Surat Utang

Dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan OJK, salah satu yang dibutuhkan dunia usaha dan bank di situasi pandemi ini adalah restrukturisasi kredit.

Bambang mengaku pihaknya terus memonitor perkembangan restrukturisasi baik dari sisi debitur maupun jumlah restrukturisasi yang dilakukan sampai sejauh ini.

"Pada 2 November yang direstrukturisasi mencapai Rp934,8 T berasal dari sekitar 7,6 juta debitur, yang 5,85 juta di antaranya merupakan debitur UMKM. Jumlahnya sudah mulai melandai dibandingkan beberapa bulan lalu, kalau kita lihat sudah ada sedikit recovery dari beberapa debitur," ujar Bambang.

Ia berharap, dari restrukturisasi kredit ini dapat memberikan kesempatan kepada sektor riil dengan kinerja bagus agar bisa tetap melanjutkan atau bertahan di kondisi pandemi, sehingga bisa memberikan ruang untuk bertahan atau memperbaiki kondisinya saat ini.

"Selain itu, juga memberikan kesempatan kepada industri perbankan untuk bisa melakukan fungsinya dalam kaitannya dengan intermediasi dengan relaksasi seperti penundaan kewajiban agar bisa menggairahkan lagi sektor riil dan sektor perbankan dalam melakukan tugasnya," ujarnya.