Bakal Jadi Beban, Erdogan Harap Prancis Segera Singkirkan Macron

Jakarta, law-justice.co - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan berharap negara Prancis segera menyingkirkan Presiden Emmanuel Macron.

Pasalnya Erdogan menganggap Macron hanya menjadi beban bagi Prancis.

Baca juga : Bikin Kejutan, Mbappe Buka Pintu Gabung Arsenal

"Macron adalah masalah buat Prancis. Prancis mengalami periode yang sangat, sangat berbahaya. Saya berharap Prancis menyingkirkan masalah Macron secepat mungkin," kata Erdogan seperti melansir CNNIndonesia.com, Senin 7 Desember 2020.

Ini menjadi perang kata-kata terbaru antara kedua pemimpin tersebut.

Baca juga : Larang Abaya-Mengaku Gay, Ini Sosok PM Baru Prancis Berusia 34 Tahun

Hubungan antara Macron dan Erdogan telah panas sejak lama. Eskalasi ketegangan terus meningkat seiring bentrokan kepentingan masing-masing negara.

Mereka berseteru atas serangkaian masalah, mulai dari ketegangan di Mediterania Timur hingga wilayah Nagorno-Karabakh yang diperebutkan.

Baca juga : Deretan Negara Sekutu Israel yang Mulai Desak Gencatan Senjata di Gaza

Paling hangat dan terbaru, keduanya berselisih soal agama di mana Macron secara terbuka mendukung sekularitas di negaranya.

Meskipun Turki secara resmi adalah negara sekuler, Erdogan telah mengambil jubah sebagai pembela Islam pada saat Prancis bergulat dengan radikalisasi dan gelombang serangan teror.

Erdogan bereaksi dengan marah ketika Macron mengumumkan rencana melindungi nilai-nilai sekuler Prancis dari apa yang dia sebut "separatisme" Islam dan menggambarkan Islam sebagai agama dalam krisis.

Itu dipicu pemenggalan seorang guru di Prancis yang menggunakan karikatur Nabi Muhammad sebagai bahan ajar di kelas. Kejadian itu sontak menjadi heboh di Paris.

Erdogan menyebut pernyataan pemimpin Prancis itu sebagai "provokasi terbuka".

Erdogan telah berulang kali menyarankan agar Macron menjalani pemeriksaan mental dan mendesak rakyat Turki untuk memboikot produk berlabel Prancis.

Kecaman Erdogan datang ketika Uni Eropa mempertimbangkan menjatuhkan sanksi terhadap Turki pada pertemuan puncak 10 Desember. Sanksi dipicu oleh konflik antara Turki dan Yunani terkait eksplorasi di Mediterania Timur.

Turki dinilai melanggar perbatasan laut di Mediterania Timur.

Para diplomat mengatakan bahwa Paris mendesak tindakan hukuman diberikan pada Ankara, bahkan jika beberapa anggota kunci UE, terutama Jerman lebih berhati-hati dan menginginkan pendekatan diplomatik.

"Kami siap menggunakan sarana yang kami miliki," kata ketua Dewan Eropa Charles Michel, mengungkapkan kekecewaan atas "tindakan sepihak" dan "retorika permusuhan" Ankara.

Dalam wawancara yang disiarkan televisi hari Jumat, Macron tampak tidak mau terlibat perseteruan baru dengan Erdogan.

"Saya percaya pada rasa hormat. Saya pikir makian di antara para pemimpin politik bukanlah metode yang baik," kata Macron.