Jakarta, law-justice.co - Tampaknya tekanan terhadap ekonomi Indonesia dan kurs rupiah masih kuat. Tepatnya, semakin kuat. Intervensi kurs rupiah oleh Bank Indonesia nampaknya tidak efektif mengangkat nilai rupiah yang masih bercokol di atas Rp16.200 per dolar AS.
Seperti sudah diduga, Bank Indonesia “terpaksa” menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,25 persen, menjadi 6,25 persen. Kenaikan ini terpaksa dilakukan BI karena tidak ada lagi opsi alternatif.Tapi, upaya ini masih belum mampu membuat kurs rupiah menguat. Kurs rupiah hanya naik sedikit, untuk kemudian turun lagi, di atas Rp16.200 per dolar AS. Pangkal masalahnya, investor asing saat ini sedang tidak tertarik dengan Indonesia. Meninggalkan Indonesia. Divestasi. Menjual assetnya, baik obligasi dan saham.
Sepanjang triwulan pertama 2024, cadangan devisa sudah anjlok 6 miliar dolar AS, atau hampir Rp100 triliun. Tetapi, tekanan terhadap kurs rupiah masih terus berlanjut di awal kuartal II 2024 ini. Hanya 4 hari dalam minggu ini saja, 22-25 April 2024, investor asing menjual surat berharga negara senilai Rp2,08 triliun, dan menjual saham senilai Rp2,34 triliun.Ini jelas tantangan berat bagi Presiden baru dan para menteri ekonominya. Tidak tepat mengambil kebijakan, ya jelas beban rakyat yang akan menanggungnya.