Mirip Krisis Ekonomi 1998, Kini Indonesia Lebih Siap Hadapi Resesi

Jakarta, law-justice.co - Di tengah pandemi yang memberi dampak amat buruk pada perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Bank Dunia memprediksi ekonomi Indonesia pada tahun 2020 akan berada di kisaran -2 persen hingga -1,6 persen. Kondisi ini akan menjadi yang pertama kali sejak krisis ekonomi pada 1998 silam.

Merespons hal itu, Indonesia Financial Group (IFC) menyatakan bahwa sebenarnya banyak peluang investasi yang memiliki potensi dan layak dipertimbangkan guna menuju pemulihan ekonomi nasional. Senada, Maysita Crystallin selaku Stafsus Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Fiskal
dan Makroekonomi menyebut bahwa perekonomian Indonesia tetap tangguh menghadapi dampak ekonomi pandemi Covid-19.

Baca juga : Harga Beras Disebut Bisa Mencapai Rp30 Ribu Perkilogram, Ini Sebabnya

Hal tersebut, kata Maysita, tercermin dari adanya sinyal positif pada beberapa indikator, penerapan strategi pemulihan ekonomi nasional, juga pemberian fasilitas dan insentif. Hingga 2 November 2020, realisasi anggaran pemulihan ekonomi nasional mencapai Rp366,86 triliun atau sebesar 52,8 persen dari anggaran Rp695,2 triliun.

"Realisasi anggaran tersebut telah disalurkan pada berbagai program, seperti perlindungan sosial, usaha kecil menengah, dan penanganan kesehatan, yang diharapkan dapat mengurangi dampak sosial dan tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19," ujar Maysita.

Baca juga : Krisis Beras Bisa Picu Krisis Ekonomi, Presiden Bisa Apa?

Ia menambahkan, beberapa cara telah ditempuh pemerintah untuk menarik investasi dari luar negeri, salah satunya lewat pembenahan yang sedang dilakukan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

"Sehingga lebih menarik lagi bagi investasi luar negeri, lalu dilihat dari angka pertumbuhan ekonomi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan di sektor konsumsi, dan investasi. Melihat dari sisi konsumsi kita melakukan stimulus di sisi demand untuk perlindungan sosial, akan tetapi jika melihat struktur konsumsi di sisi perbankan, menunjukkan bahwa golongan ke atas konsumsinya masih berhati-hati, sedangkan golongan ke bawah konsumsinya cukup tinggi," ungkap Maysita.

Baca juga : Harga Beras Melonjak dan Sinyal Kenaikan BBM, Picu Penurunan Ekonomi?

Direktur Utama IFG Robertus Bilitea meyakini, kebijakan pemerintah seperti strategi penanganan Covid-19 yang terus ditingkatkan akan berbuah baik.

"IFG yakin pemerintah Indonesia dengan berbagai kebijakan yang strategis dan komprehensif, seperti strategi penanganan Covid-19 yang terus ditingkatkan, di mana saat ini vaksin yang mulai diperkenalkan ke masyarakat, UU Omnibus Law yang telah disahkan serta rencana pemerintah
yang akan membentuk Lembaga Pengelola Investasi atau Sovereign Wealth Fund Indonesia diyakini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan confidence level investor untuk berinvestasi sehingga ini dapat memberikan dorongan positif iklim investasi dan perekonomian Indonesia," kata Robertus.

PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) memperkirakan berbagai kebijakan pemerintah mendorong Pemulihan Ekonomi Negara (PEN) akibat pandemi Covid-19 mulai menunjukkan hasil yang positif. Hal itu diukur dari tiga indikator, yaitu pertumbuhan M1 yang melonjak 19,3 persen per Agustus 2020 dibanding setahun lalu; investor asing kembali masuk ke dalam SBN untuk memperkuat posisi rupiah; dan yang terakhir angka bulanan pertumbuhan kredit sudah menunjukkan perbaikan, walaupun masih di bawah harapan.

"Prospek berinvestasi jadi lebih optimis dengan indikasi kemenangan Biden dan investor SBN sudah kembali masuk," kata Budi Hikmat, Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi Bahana TCW.

Ia menyebut, pihaknya masih menyimpan harap pada sektor investasi secara umum, industri yang terkait dengan farmasi adalah industri yang diharapkan investor, dan akan menjadi leader defensif dalam kondisi krisis, khususnya menghadapi masalah kesehatan.

"Peluang sektor bisnis dengan export oriented seperti CPO dan minerals juga memiliki potensi mencetak gain untuk investor. Ada juga peluang di sektor lain, seperti telekomunikasi dan peluang terkait logistik dan pengiriman kargo. Selain itu, dibandingkan dengan industri sekunder dan tersier, industri konsumen khususnya pangan dapat menjadi industri yang sedang mengalami pemulihan," kata Budi.