Soal Kasus Djoko Tjandra, ICW: Ajang Pencitraan Bagi KPK

Jakarta, law-justice.co - Penanganan perkara yang melibatkan terpidana kasus hak tagih (cassie) Bank Bali Djoko Tjandra ditangani oleh Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung. Bareskrim menangani kasus surat jalan palsu dan pengapusan red notice di Interpol, Kejagung mengusut dugaan gratifikasi yang dilakukan Djoko Tjandra terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lambat dan tidak berani mengambil alih seluruh penanganan perkara yang melibatkan terpidana kasus hak tagih (cassie) Bank Bali Djoko Tjandra.

Baca juga : Reuni UII, Ketua MA Baca Puisi

Kejagung sendiri telah mengundang KPK bersama institusi penegak hukum lainnya untuk menghadiri gelar perkara bersama pada Selasa (8/9.2020).

Teranyar pada Jumat (11/9.2020) kemarin, giliran KPK yang melakukan gelar perkara dengan mengundang Bareskrim dan Kejagung. Dari dua gelar perkara tersebut, KPK belum memberikan sinyal bahwa pihaknya akan mengambil alih perkara yang ditangani Bareskrim maupun Kejagung.

Baca juga : Permainan Mengagumkan, Timnas Indonesia U-23 Dapat Bonus Rp23 Miliar

"Gelar perkara terkesan hanya dijadikan ajang pencitraan bagi KPK agar terlihat seolah-olah serius menanggapi perkara Joko Tjandra," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana, dikutip dari mediaindonesia.com, Sabtu (12/9/2929).

"Publik berharap besar bahwa hasil akhir dari gelar perkara tersebut menyimpulkan bahwa KPK mengambil alih seluruh penanganan perkara yang ada di Kejaksaan Agung dan Kepolisian," imbuhnya.

Baca juga : Bobby Nasution Resmi Tunjuk Pamannya Jadi Plh Sekda Medan

Terpisah, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah mengatakan pihaknya belum menemukan aktor intelektual lain dalam perkara yang ditangani Kejagung. Menurutnya, Joko Tjandra lah aktor intelektual dalam kasus tersebut.

"Sementara ini aja, Joko Tjandra, yang memang berniat keras untuk pulang ke Indonesia, kan cari jalan. Cari jalan awalnya ketemulah Pinangki, kan fatwa (Mahkamah Agung), jadi aktor intlektual ya di situ," kata Febrie.

Selain Joko Tjandra dan Pinangki, Kejagung telah menetapkan mantan politisi Partai NasDem Andi Irfan Jaya sebagai tersangka. Pinangki diduga menerima uang sebesar US$500 ribu dari Joko Tjandra untuk pengurusan fatwa di Mahkamah Agung. Dalam hal ini, Andi Irfan diduga menjadi perantara suap tersebut.