Dituding Kebijakannya Tak Memihak Islam, Ini Penjelasan Erick Thohir

Jakarta, law-justice.co - Tudingan miring terhadap kebijakan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir terus berlanjut hingga hari ini.  Erick disebut tak menghargai Umat Islam karena sudah mengeluarkan kebijakan untuk mulai bekerja pada tanggal 25 Mei 2020.

Terkait tudingan itu, Erick TYhohir pun menjelaskannya. Menurutnya, dalam surat edaran yang dikeluarkannya itu, tak ada kata atau kalimat bahwa karyawan BUMN akan berkantor mulai tanggal 25 mei 2020.

Baca juga : Ini Isi Pertemuan Jokowi dengan PM Singapura Lee Hsien Loong

"Dalam surat edaran untuk internal BUMN jelas disampaikan bahwa tanggal pasti akan kembali berkantornya mayoritas karyawan BUMN menunggu keputusan umum pemerintah terkait pandemi COVID-19, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dan juga libur lebaran sesuai keputusan pemerintah," ujar Erick dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (19/5/2020) seperti dikutip dari Antara.

Dia juga lantas mengingatkan untuk BUMN yang erhubungan langsung untuk melayani masyarakat dan tidak bisa dihentikan pelayanannya seperti PLN, telekomunikasi, Pertamina, dan lain-lain tetap bekerja sesuai dengan ketetapan yang berlaku.

Baca juga : Heru Budi Sebut Penonaktifan NIK Lindungi Warga dari Kriminalitas

Sementara bagi seluruh BUMN untuk kembali aktif berkantor menunggu pengumuman resmi dari pemerintah pusat mengenai izin dan protokol aktivitas fisik pada masa pemulihan pandemi COVID-19.

Mantan Ketua Tim Pemenangan Jokowi-Mar`uf ini menjelaskan bahwa yang dilakukan BUMN pada tanggal 25 Mei adalah rencana tiap unit usaha untuk merampungkan prosedur dan standar operasional perusahaan selama masa pemulihan yang akan disosialisasikan pada karyawan, bukan jadwal masuk kembali ke kantor.

Baca juga : Soal Warung Madura dan Pembangunan Entrepreneurship di Indonesia

"Namun, tentu begitu keputusan itu keluar, kami semua di BUMN harus siap segera. Sebagai bagian persiapan itu tanggal 25 Mei, perusahaan menyampaikan panduan masing-masing kepada seluruh karyawannya," kata Erick.

Karena mMenurutnya, pada masa pemulihan yang banyak disebut sebagai The New Normal itu ada tren perubahan sosial, lingkungan, dan bisnis. Pada era New Normal, interaksi fisik akan semakin terbatas.

Sebaliknya, lanjut dia, interaksi digital yang selama masa WFH menjadi opsi utama dalam kegiatan masyarakat, diprediksi akan tetap bertahan.

"Karena itu butuh strategi kontigensi yang menyesuaikan dengan kondisi sosial, ekonomi, budaya, maupun lingkungan," ujarnya.

Segala opsi ini masih dikaji secara mendalam oleh seluruh pihak. Waktu definitif terkait tahapan pelaksanaan pemulihan pasca COVID-19 di BUMN juga.

Sebelumnya, Direktur Said Aqil Siroj Institute, Imdadun Rahmat ikut mengkritik kebijakan Erick Thohir. Dia menganggap, Menteri Erick tidak peka terhadap rasa keagamaan publik, khususnya para karyawan perusahaan pelat merah yang beragama Islam.

"Merayakan hari besar keagamaan adalah bagian penting hak dan kebebasan beragama dan berkeyakinan warga negara yang harus dihormati dan dijamin pelaksanaannya. Keputusan masuk kerja tanggal 25 Mei jelas pelanggaran hak asasi atas kebebasan beragama," katanya melalui keterangan tertulisnyam Senin (18/5/2020).

Kata dia, selama hampir tiga bulan terakhir umat Islam berkorban dengan tidak melaksanakan ibadah berjemaah. Bahkan, rangkaian ibadah Ramadan terpaksa dilakukan di rumah masing-masing. Semua itu ujar dia, demi membantu pemerintah memutus mata rantai penularan virus corona.

"Hingga hari ini pun sesuai instruksi pemerintah pelaksanaan salat Idulfitri masih harus dilakukan di rumah, dan umat Islam harus mentaatinya. Maka ketika ada keputusan kerja kantor sejak tanggal 25 Mei di BUMN, muncul kesan pemerintah meremehkan umat Islam," ujarnya.

Dia lantas mendesak Erick untuk merevisi keputusan tersebut dengan mengundurkan tanggal masuk kantor, beberapa hari setelah Idulfitri.

"Jangan sampai hal ini dimanipulasi untuk membentuk opini publik bahwa pemerintah Jokowi-Ma`ruf Amin anti-Islam atau narasi-narasi adu domba yang merusak upaya bersama seluruh bangsa mengatasi krisis akibat pandemi Covid-19," terangnya.

Dia menegaskan, di tengah pandemi Covid-19, semua warga negara Indonesia apapun latar belakang ras, etnis, agama dan kepercayaannya harus bahu membahu mengatasi situasi krisis ini.

"SAS Institute berpendapat bahwa pemerintah menunjukan tekad kuat dan bersungguh-sungguh mengatasi pandemi Covid-19 dan segala dampaknya. Maka pemerintah perlu terus diberikan dukungan positif. Baik dukungan secara moril, materil maupun dukungan berupa pandangan ilmiah yang berbasis keumatan," tutupnya.