Marsda Pur Prayitno Wongsodidjojo Ramelan, Pengamat intelijen

Mengukur Covid-19 dari Persepsi Intelijen, Bagian dari Biowar

Jakarta, law-justice.co - Dunia saat ini dibuat panik dengan mahluk Tuhan yang sangat kecil Corona Virus. Micro organisme ini menginfeksi 200 negara tanpa dapat dicegah. Data per hari ini, setelah munculnya Covid di Wuhan China, tercatat world cases 642,741 orang terinfeksi dan 29,908 yang tewas.

Semua negara termasuk yang super power sekalipun tidak bisa mencegah, hanya berusaha melakukan tindakan preventive dan upaya menyelamatkan jiwa.

Baca juga : Fadel Muhammad Dicecar KPK Soal Kurang Bayar di Kasus APD Covid-19

World Death Rate pada tanggal 28 Maret ini 4,5%, artinya tiap 100 orang terinfeksi, maka antara 4 - 5 orang yang meninggal. Virus ini disebut lebih cerdas dari jenis SARS, mampu berevolusi dan bermutasi. Goldman Sach menyebut ini jenis flu, tetapi ternyata flu ini terganas dan sangat menular. Tindakan medis mencatat dari 642,741 mereka yang terinfeksi di dunia, baru 23,16% yang recovered.

Persaingan AS dengan China dan Prediksi Biowar

Baca juga : Import MoLis Makin Dipermudah Masuk RI Jalanan Bak Neraka

Pada tahun 2009, Amerika memutuskan kebijakan `rebalancing` menggeser kebijakan Politik Luar Negeri dan Pertahanannya dari kawasan Timur Tengah ke Asia Pasifik. AS menilai China sejak 2007 mulai berulah ingin menguasai Laut China Selatan, mengeluarkan konsep OBOR dan BRI.

Bank of China merencanakan USD 4,2 triliun untuk mencapai hegemoni dengan kekuatan uang. Tidak membicarakan militer tapi memainkan Private Security Contractor. Sementara konsep BRI disiapkan dengan anggaran USD 8 triliun.

Baca juga : Kemenkes Sebut Harga Vaksin Covid-19 Mandiri Tak Ditentukan Pemerintah

Konsep China tahun 2007 dengan strategi akan menguasai dua Samudera sudah dijalankan pada 2015. Siap bertarung di Grey Area dengan mempersiapkan 33.000 kapal berbobot 500 ton yang di kawal Coast Guard bobot 13.000 ton. Negara China (Tiongkok) menyampaikan penegasan "You fight your way, I fight my way". Deskripsinya jelas ditujukan kepada AS serta sekutunya.

China kemudian mencoba mencari teman yaitu Jepang, India dan Korea Selatan.

Ketidak sukaan AS terhadap konsep China tersebut berlanjut ke perang dagang dengan slogan dari Presiden Trump "Make American Great Again", dimana AS mengandalkan kekuatan maritim. Konsep pertahanannya dibagi dalam tiga wilayah pertahanan, yaitu Indopac, Africom dan Sencom. Kemudian pada tahun 2019, AS mencanangkan Higher Road (mirip OBOR China).

Pada intinya HR adalah, Uninterrupted Comerce, Fredom of Navigation, Conectivity dan Maritim Domain Security.

Di sini muncul pertanyaan negara-negara di tiga Wilayah mau bergabung atau tidak? Paling khusus di wilayah Indo Pasifik. Karena itu AS pada bulan lalu menilai ulang posisi politik dan kebijakan luar negeri dari empat negara yaitu Jepang, Korsel, India dan Indonesia.

Terjadi perubahan dari konsep globalisasi menjadi regionalisasi. India mendapat nilai plus, menyatakan mendukung, karena itu Presiden Trump mengunjungi India. Sementara tiga negara lainnya belum ditetapkan statusnya.

Dalam kaitan persaingan AS dengan China, pada intinya ini adalah persaingan hegemoni, dimana China berusaha dan dinilai berhasil mendekati tiga negara yang dinilai penting dan strategis yaitu Indonesia, Jepang dan Korsel. Selain itu AS terganggu dengan ulah China yang mencoba menguasai LCS sebagai jalur SLOC (Sea Lane of Communication) yang merupakan urat nadi perdagangan AS .

Seperti kita ketahui, AS sejak peristiwa 911 selalu melakukan counter potensi ancaman langsung ke negaranya (mainland). China dan Rusia telah ditetapkan sebagai musuh utamanya.

Dari data kasus dan sejarah, AS selalu menetralisir ancaman Nubika, misalnya Korea Utara dan Iran terus ditekan karena masalah bantuan ahli nuklir Iran ke Korea Utara.

Selain itu Korea Utara dinilai intelijen AS memiliki racun kimia VX yang dimuncukan saat pembunuhan Kim Jong Nam di Bandara Sepang Malaysia. Mereka memberkirakan jumlah racun VX seberat 5.000 ton.

Nah, kini mendadak muncul kasus Coronavirus yang baru diidentifikasi sebagai SARS-CoV-2 (sebelumnya 2019-nCoV), menimbulkan penyakit yaitu Covid-19. Ini jenis virus yang belum ada vaksinnya. Setelah kini virus tersebar ke seluruh dunia, muncul saling tuduh antara Partai Komunis China China dan Presiden Trump bahwa di AS asal muasal virus.

Partai Komunis China menyebarkan video yang menghubungkan Wuhan Coronavirus ke AS. Ilmuwan China mengungkap rahasia, empat protein yang diidentifikasi dalam virus diubah untuk serangan presisi - khususnya terhadap gen yang ditemukan pada orang China.

Sementara Presiden Trump menekankan bahwa ini adalah "virus China". Secara logika dalam persepsi intelijen, justru AS yang sangat takut dengan ancaman Covid -19, karena tahu ini jenis flu baru yang ganas, menular dan belum ada vaksinnya. Penulis perkirakan dari beberapa informasi, ini virus rekayasa yang dibuat ahli China sebagai persiapan senjata biologi.

Mengingat bahwa China selama ini selalu nekat berani melawan AS, nampaknya ada operasi intelijen clandestine. Virus tersebut dibocorkan di Wuhan selain sebagai bukti, juga konsep perusakan citra dan kekuatan perekonomian China yang selalu dipakan melawan AS.

Nampaknya memang ada pembocoran virus ganas ini di akhir tahun 2019, dengan memanfaatkan karakteristik lima juta penduduk Wuhan yang selalu berlibur saat akhir tahun menjadi carrier. Akibatnya China mengisolasi 18 wilayah dan 56 juta penduduknya terkunci.

Penyebaran Covid sudah di kalkulasi, China akan diisolasi dan dikucilkan. Efek berantai meruntuhkan citra China dan dampak kerusakan ekonomi China yang menjadi kekuatan menuju impian hegemoni dunia otomatis tergerus.

Tetapi sang handler nampaknya kurang terlalu faham dan salah memperhitungkan dampaknya, awal virus memukul China kemudian berkembang ke 200 negara, termasuk ke Amerika terkena dampaknya, tetapi tujuan utama tercapai, China mengalami beberapa masalah, terutama citra dan kepercayaan masyarakat dunia.

China kini berusaha menarik simpati dengan mengirim ahli medisnya ke beberapa negara plus bantuan obat-obatan. Negara-negara yang dekat dengan China mengalami mengalami resesi dan kesulitan (target pengondisian tercapai).

Dalam hitungan lainnya, bila virus berasal dari AS, tidak mungkin Trump berani mengambil langkah dengan resiko besar. Oleh karena itu ini sebuah operasi intelijen clandestine high profile untuk membuktikan bahwa China memiliki senjata pemusnah masal dalam bentuk senjata biologis. Jadi nampaknya benar ini Biological warfare, akan tetapi sulit dibuktikan.

Operasi condioning serupa pernah dilakukan intelijen AS saat meyakinkan Presiden Bush Junior bahwa Irak memiliki SPM (Senjata Pemusnah Massal). Saat itu Irak harus di invasi intuk menjatuhkan Sadam Husein.

Tetapi dalam kasus ini, Citra China jatuh, perekonomiannya sebagai senjata utamanya terganggu dan tanpa perlu diinvasi. Inilah kehebatan memainkan Virus sebagai sebuah senjata.

Dalam kondisi pertentangan dan saling tuduh selama beberapa waktu, Presiden China XI Jinping mengibarkan bendera putih, menelpon Presiden Trump, meminta AS melakukan tidakan substantif untuk meningkatkan hubungan AS-China, mengembangkan hubungan yang "tanpa konflik dan konfrontasi", didasari dengan rasa "saling menghormati dan kerja sama yang saling menguntungkan."

Presiden Trump mengatakan melalui jalur medsos "China telah melalui banyak dan telah mengembangkan pemahaman yang kuat tentang Virus. Kami bekerja sama dengan erat.

"Mengingat masalah Covid adalah juga bagian konflik AS dengan China, maka dengan terjadinya kesepakatan kedua pemimpin negara ini, kita berharap akan ditemukan jalan keluarnya. Masing-masing memiliki rahasia, kelebihan dan dan kekurangan, yang apabila digabungkan, nampaknya masalah Convid akan dapat selesai dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Warga AS Terbanyak di Dunia Positif Covid

Dari data yg terekam, pada tanggal 28 Maret 2020, jumlah warga AS yg terpapar Covid-19 telah melampaui China dan Italia. Total case (positif) di AS 105,015, China 81,394 dan Italia 86,408 kasus.

Sementara Total death rate di hari yg sama, tertinggi Italia 9,134 , kedua China 3,295 dan ketiga AS 1,1717 jiwa. Untuk menjaga perekonomianya, Presiden Donald Trump untuk mengantisipasi dampak Covid, telah menandatangani paket stimulus sebesat US$ 2,2 Triliun.

Dalam rangka membendung penyebaran virus corona (Covid-19) tersebut New York dan Illinois mulai Jumat (20/3/2020) mulai melakukan lockdown. Sementara Presiden Donald Trump masih percaya diri dengan menyatakan Amerika Serikat sudah "memenangkan" perang.

Langkah New York, Los Angeles dan Chicago menutup diri diikuiti negara bagian New Jersey dan Connecticut. Namun Trump menegaskan tidak pelrlu lockdown secara nasional. Alasannya penyebaran virus corona di beberapa negara bagian AS tidak sebanyak yang padat penduduknya Rumah sakit

Amerika melaporkan semakin kewalahan dengan pasien COVID-19. Sementara 40 persen kasus ada di daerah yang telah di lockdown, tetapi AS berhasil menekan death rate. Hal ini membuktikan kemampuan AS dalam bidang kesehatan.

Ada bagian menarik seperti pernah penulis sampaikan pada artikel terdahulu, Goldman Sach pada Pada hari Kamis (12/3/2020) mengadakan konferensi pers yang dipimpin oleh ekonom utamanya, Jan Hatzius, dan kepala bagian medisnya, Michael Rendel.

Disampaikan bahwa 50% orang Amerika akan bisa tertular virus (150 juta orang) karena sangat menular. Disebutkan bahwa Virus ini setara dengan flu biasa (Rhinovirus) dan ada sekitar 200 strain, dimana sebagian besar orang Amerika akan terpapar 2-4 per tahun. Sekitar 70% warga Jerman akan terkena (58 juta orang).Puncak-virus diperkirakan terjadi selama delapan minggu ke depan, setelah itu akan menurun, ini sekitar 28 Mei 2020.

Informasi lain yang menarik, disampaikan oleh Abighya Anand, 14 tahun, dari India. Dia telah meramalkan delapan bulan yang lalu bahwa dunia akan memasuki fase sulit mulai November 2019 hingga April 2020. Dunia akan berperang melawan wabah dan dikatakannya akan selesai pada 25 Mei 2020. Sementara dampak ekonomi dunia baru akan selesai pada November 2021.