Kejaksaan Agung tidak Transparan Soal Aset Lee Darmawan

law-justice.co - Kantor hukum Lokataru dan Indonesia Corruption Watch (ICW) hari ini menyambangi Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mempertanyakan penanganan aset milik Hendra Rahardja dan Lee Darmawan. Mereka kecewa, Kejagung tidak pernah transparan tentang proses pemulihan aset yang bernilai triliunan rupiah itu.

“Ada kasus korupsi lama yang diikuti dengan perampasan aset 11 juta meter persegi milik saudara Lee Darmawan,” kata Direktur Lokataru Haris Azhar saat ditemui di gedung Kejagung, Senin (27/1/2020).

Baca juga : Kejagung Bisa Sita Harta Sandra Dewi, Ini Alasannya

Kasus yang dimaksud Haris berkenaan dengan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ( BLBI) yang menjerat Lee Darmawan. Berdasarkan putusan putusan Mahkamah Agung RI No.: 1662 K/PID/1991 tanggal 21 Maret 1992, pengadilan menyatakan bahwa 11 juta meter persegi tanah milik terpidana yang berada di 25 lokasi dinyatakan dirampas oleh negara, dalam hal ini Bank Indonesia.

Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh Lokataru dan ICW, ada 1 juta meter persegi yang belum dikembalikan ke negara dan tidak jelas penanganannya. Ditambah, ada 800 meter persegi tanah yang ikut disita, namun ternyata tidak termasuk dalam putusan pengadilan. Mereka juga menemukan fakta bahwa aset milik Lee ternyata sudah dimiliki oleh pihak lain.

Baca juga : Pemilik Sriwijaya Air Kini Terseret Korupsi Timah

“Aset-aset yang dirampas oleh jaksa itu, dikembalikan ke BI atau ke Kementerian Keuangan?” tanya Haris.

"Karena kami mencium aroma bahwa aset tersebut justru dikorupsi oleh para jaksa, dijual. Nah di lapangan kami menemukan yang disebut secara fisik ya yang dimaksud dengan aset-asetnya Lee Darmawan itu, itu sudah dikuasai oleh orang-orang lain. Jadi kemungkinannya, apakah sudah ada peralihan hak ke orang lain secara sah atau memang dijualbelikan oleh para jaksa," ujar dia.

Baca juga : Mobil Jeep Rubicon Milik Mario Dandy Tidak Laku Dilelang, Ini Sebabnya

Haris kecewa karena kejaksaan tidak bisa memberi jawaban yang memuaskan. Kata Haris, kejaksaan mengaku belum mengetahui duduk perkara yang dipersoalkan dan tidak memegang dokumen-dokumen yang berkaitan kasus tersebut.

“Katanya, mereka orang baru. Ini kasus lama. Saya enggak terima, karena ini instansi. Bukan individu.”

"Mereka juga mengatakan enggak pegang dokumen. Terus saya katakan, kalau kalian nggak pegang dokumen berarti ada pencuri di dalam kejaksaan. Padahal pada kasus awal Lee Darmawan diangkat tahun 1990-an, penyidiknya adalah kejaksaan. Jadi, aset itu disita, kemudian dibawa ke pengadilan dan pengadilan memutuskan," tutup Haris.

Lokataru dan ICW memberikan waktu sepekan bagi Kejaksaan untuk memberi jawaban atas pertanyaan mereka tentang penanganan aset di Kejaksaan. Haris sudah lama mempersoalkan penanganan aset, sejak Jaksa Aguung Muhammad Prasetyo.