RUU Cipta Lapangan Kerja, Omnibus Law Bakal Hapus Perda Syariah

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah bakal mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja yang disusun lewat program omnibus law ke DPR.

Sejumlah organisasi masyarakat menolak RUU tersebut. Apa saja isinya?

Baca juga : Ketika Bu Mega PDIP Bertanggung Jawab Penuh Untuk Hentikan Jokowi

Salah satu isinya mengatur hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda). RUU ini kemudian menegaskan pemda berhak membuat peraturan sendiri, yaitu peraturan daerah (perda).

Namun, RUU ini melarang perda itu bernuansa syariah. Perda syariah selama ini dinilai dibentuk merujuk atas dasar agama tertentu, sehingga mendiskriminasi penganut keyakinan lain.

Baca juga : Sebagai Perumus, Tom Lembong Minta Revisi UU Omnibus Law Ciptaker

"Perda dan Perkada (Peraturan Kepala Daerah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 ayat (1) dan ayat (3) dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan," demikian bunyi Pasal 522 ayat 1 RUU Cipta Lapangan Kerja seperti melansir detik.com, Selasa (21/1/2020).

Bertentangan dengan kepentingan umum meliputi:

Baca juga : Tolak UU Ciptaker, Buruh Bakal Demo di MK

1. terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat;
2. terganggunya akses terhadap pelayanan publik;
3. terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;
4. terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan/atau
5. diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan gender

Selain itu, perda dan perkada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 ayat (1) dan ayat (3) dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, kebijakan pemerintah pusat dan/atau kesusilaan.

Kebijakan pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berkaitan dengan:
1. pelaksanaan program pembangunan;
2. perizinan dan kemudahan berusaha;
3. pelayanan; dan/atau
4. pembebanan biaya atas pelayanan.

Kebijakan pemerintah pusat adalah kebijakan presiden yang diputuskan dalam sidang kabinet atau rapat terbatas atau pelaksanaan dari instruksi presiden.

Bila perda itu masih bertentangan dengan rambu-rambu di atas, bisa dicabut oleh pemerintah pusat.

Istilah `Perda Syariah` ramai diperbincangkan dalam kampanye 2019. Kala itu, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie melontarkan `serangan` bertubi-tubi ke parpol nasionalis, bahkan yang sama-sama pro-Jokowi.

Grace mengungkap satu demi satu `dosa` partai nasionalis. Pertama, ia mempertanyakan ada partai nasionalis yang diam-diam mendukung Perda Syariah. Ia juga mempertanyakan sikap partai politik terhadap kasus Meliana di Tanjung Balai.

"Ke mana kalian--partai nasionalis--pada September 2018 ketika Ibu Meliana, korban persekusi yang rumahnya dibakar pada saat dia dan anak-anaknya ada di dalamnya, justru divonis bersalah penjara dua tahun oleh pengadilan," ujar Grace seraya mengungkap upaya PSI melindungi Meliana.

Politikus PDIP Masinton Pasaribu menganggap PSI sebagai partai `odong-odong` sehingga tidak perlu ditanggapi.

"Ngomentarin yang odong-odong begini, menurut saya sih nggak pas juga sih. Jadi, ya namanya juga lagi mencari sensasilah," ujar Masinton kala itu.