Rizal Ramli: 2020 Ekonomi Anjlok di 4%, Rakyat Nanggung Utang

Jakarta, law-justice.co - Ekonom Senior DR Rizal Ramli memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal anjlok tahun depan. Kata dia salah satu faktor penyebabnya ialah tim ekonomi pemerintah salah arah dalam mengambil kebijakan.

Dia bahkan memprediksi ekonomi Indonesia yang selama ini stagnan di 5 persen bakal anjlok di angka 4 persen pada 2020. Ini lantaran tim ekonomi pemerintah tidak melakukan gebrakan dalam mengambil kebijakan.

Baca juga : Ini Isi Pertemuan Jokowi dengan PM Singapura Lee Hsien Loong

“Ini akan semakin menurunkan daya beli dan meningkatkan jumlah perusahaan yang mengalami gagal minus bayar (default). Tidak ada juga tanda-tanda indikator ekonomi makro seperti defisit perdagangan, defisit curent account akan membaik 2020,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (8/11) seperti melansir rmol.id.

Jurus monoton yang dipertontonkan tim ekonomi Jokowi menjadi sorotan Rizal Ramli. Mantan Tim Panel Bidang Ekonomi PBB itu mencontohkan strategi berutang yang selalu dilakukan dalam mengatasi masalah ekonomi, khususnya defisit APBN.

Baca juga : Ucapan Rocky Gerung Diputus PN Jaksel Tak Hina Jokowi

Strategi itu terbilang buruk. Semakin buruk lagi lantaran bunga utang yang diberikan pada kreditor lebih besar dibandingkan dengan negara yang selevel dengan Indonesia.

"Bunga utang Indonesia sampai 8,3 persen, sementara negara lain seperti Vietnam, Thailand, dan Filipina bunganya empat sampai lima persen,” tegasnya.

Baca juga : Pengamat Asing Sebut Prabowo Bakal Teruskan Model Ekonomi Jokowi

Akibat dari kegemaran berutang tersebut, rakyat akan menanggung beban. Mulai dari pengurangan subsidi listrik hingga bantuan sosial bakal dipangkas pemerintah demi menyisakan uang untuk bayar utang.

“Dampaknya daya beli rakyat lemah, karena harga tarif dasar listrik naik, BBM naik, dan akan menyusul iuran BPJS Kesehatan naik 100 persen," tegasnya.

Selain itu, pria yang akrab disapa RR itu juga menilai peningkatan kegiatan ekonomi dan korporasi China yang kian semakin masif juga akan membuat ekonomi Indonesia makin buruk. Ini lantaran nilai tambah dari kegiatan tersebut sangat kecil.

“Karena model bisnisnya menyedot nilai tambah dari hulu ke hilir, sangat berbeda dengan investasi asing lainnya di masa lalu, yang biasanya hanya membawa kurang dari 10 orang tenaga kerjanya," tegas mantan Menko Kemaritiman itu.