Mensesneg Disebut Hilangkan Dokumen Laporan TPF Munir, Disengaja?

law-justice.co - Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Amzulian Rifai menerima pengaduan tindak maladministrasi atas hilangnya dokumen Laporan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus meninggalnya Munir. Pihak yang diadukan adalah Kementerian Sekretariat Negara (Kemsetneg).

"Pada hari ini kami menerima pengaduan adanya maladministrasi disampaikan kepada Ombudsman. Terkait dugaan ada tindakan maladministrasi pemerintah, khususnya Kementerian Sekretaris Negara, Yang menghilangkan dokumen laporan tim pencari fakta kasus meninggalnya Munir," kata Amzulian Seperti dikutip dari Wartakota, Selasa (5/11/2019).

Baca juga : Ini Respons Pimpinan Soal Isu KPK Melebur dengan Ombudsman

Amzulian mengatakan, bicara soal almarhum Munir tentu menjadi perhatian yang bersifat bukan hanya nasional, tapi juga internasional.

"Kita paham jasanya beliau, mestinya juga kita memberikan perhatian yang setimpal terkait hal ini," ujarnya, menyoroti kasus hilangnya dokumen TPF Munir.

Baca juga : Usut Maladministrasi Impor Bawang Putih, Ombudsman : Banyak Masalah

Dia menambahkan, begitu pentingnya kasus Munir, sehingga dibentuk tim pencari fakta dengan berbagai temuan yang sudah didokumentasikan. Ia heran bagaimana mungkin dokumen laporan itu bisa hilang.

Selain itu, menurutnya, mestinya dokumen hilang tidak menghentikan langkah–langkah hukum dalam upaya pengusutan kasus Munir. Menanggapi hal itu, Amzulian berjanji Ombudsman akan mempelajari berkas laporan tersebut secara serius, dan menjalankan prosedur sesuai mekanisme yang ada.

Baca juga : Simak, Setneg RI Buka Lowongan Kerja Bagi Tamatan SMA-S1 Semua Jurusan

"Tentu Ombudsman akan mempelajari laporan itu sebagaimana juga laporan lain. Kami akan menanggapi dengan serius sesuai dengan mekanisme yang ada," kata Amzulian.

Dia juga menegaskan Ombudsman akan menjalankan tugasnya sebagaimana yang diamanatkan undang–undang.

"Bagi Ombudsman tentu kami tindaklanjuti karena supaya terang bagaimana mungkin dokumen negara yang begitu penting bisa hilang? Sehingga, orang berpikir ini hilang atau dihilangkan? Begitu kan?. Bukan main–main ini dokumen ini," tambah Amzulian menunjukkan kesungguhannya menuntaskan kasus maladministrasi ini.

Munir meregang nyawa pada 7 September 2004 atau 13 tahun lalu. Ia diracuni menggunakan arsenik, saat melakukan penerbangan dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda.

Pollycarpus Budi Haryanto ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Munir bin Thalib di pesawat Garuda (GA 974) pada kursi bernomor G40. Pollycarpus dijatuhi hukuman 14 tahun penjara, dan sudah bebas. Namun, Pollycarpus hanya dianggap sebagai eksekutor di lapangan.

Keluarga Munir yang diwakili istrinya, Suciwati, masih menuntut pemerintah menelusuri dan membuka siapa dalang utama dan motif pembunuhan terhadap Munir. Sebelumnya, kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib kembali mencuat.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian kala itu memerintahkan Kabareskrim Polri Irjen Arief Sulistyanto menelitinya. Namun, Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, pengusutan kasus itu bisa saja berhenti alias mandek.

Hal itu bisa terjadi, bila nantinya tidak ditemukan novum atau bukti baru dalam pengusutan.

"Kalau tidak ada fakta baru mau diapain lagi? Mandek gitu saja, ditutup tidak, dilanjutkan juga tidak," ujar Setyo Wasisto di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (10/9/2018).

Setyo Wasisto pun mengatakan kasus Munir tidak akan bisa diapa–apakan lagi, jika tak ada novum. Karena, bukti yang ditemukan tim pencari fakta (TPF) pun belum tentu dapat digunakan sebagai materi penyidikan.

Jenderal bintang dua itu beralasan, TPF adalah tim independen serta tak bersifat pro–justicia. Maka, hasilnya pun tidak bisa langsung dijadikan materi penyidikan.

"TPF itu membantu proses penyidikan, mengungkapkan, membuat terang satu perkara. Itu belum tentu bisa menjadi materi penyidikan," jelasnya.