Bukan OTT, Ini Fokus KPK Era Pimpinan yang Baru

law-justice.co - Lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2013 akan dilantik pada 21 Desember mendatang. Penindakan melalui jalur Operasi Tangkap Tangan (OTT) kemungkinan besar tidak maksimal karena KPK akan fokus pada mekanisme pencegahan tindak pidana korupsi.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK yang kembali terpilih menjadi pimpinan periode selanjutnya, Alexander Marwata. Alex mengatakan, kedepannya KPK akan fokus pada upaya pencegahan korupsi ketimbang penindakan melalui jalur OTT.

Baca juga : Hajar Rival Sekota, Arsenal Kian Kokoh Di Puncak Klasemen Liga Inggris

“OTT itu dampaknya kecil. Selama ini, dengan penindakan toh IPK (Indeks Persepsi Korupsi) kita enggak naik-naik,” kata Alex kepada Law-justice.co, pekan lalu di Sukabumi, Jawa Barat.

Hampir semua pimpinan KPK yang baru memiliki latar belakang di bidang hukum. Dengan modal tersebut, Alex memastikan bahwa KPK akan lebih hati-hati di sektor penindakan. Misalnya, KPK tidak akan buru-buru menaikkan status tersangka jika dianggap belum cukup bukti. Hal-hal seperti itu yang membuat beberapa penanganan kasus di KPK bisa berlarut-larut.

Baca juga : Begini Respons Alexander Marwata soal Dilaporkan ke Polda Metro Jaya

“Jangan memenjarakan orang semudah menepuk nyamuk. Kita juga harus berbicara soal HAM loh. Jangan membatasi ruang gerak seseorang dengan status tersangka yang lama. Saya selalu bilang, kalau sudah yakin dengan alat bukti, langsung naik sidik dan dilimpahkan saja,” tutur Alex.

Alex menilai, selama ini ada persepsi yang terbangun di pengadilan Tindak Pidana Korupsi bahwa hakim-hakim tidak berani membebaskan tersangka korupsi. Iklim hukum seperti itu menurutnya tidak baik dipelihara.

Baca juga : Temui Tersangka Eko Darmanto, Wakil Ketua KPK Alex Marwata Dipolisikan

“Akhirnya membuat penyidik dan penuntut umum di KPK enggak maksimal kerjanya. Udahlah, begini aja. Paling nanti hakim enggak berani vonis bebas. Padahal masih lemah buktinya,” ucapnya.

Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), KPK sangat progresif di sektor penindakan. Sepanjang 2018, KPK telah menetapkan 261 orang sebagai tersangka dengan jumlah kasus sebanyak 57. Tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yang hanya menetapkan 128 orang sebagai tersangka dan hanya 44 kasus.

Namun ICW juga menyinggung 18 kasus besar yang masih mangkrak di KPK. Misalnya kasus suap Pertamina, Bank Century, suap pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia, kasus hibah kereta api dari Jepang di Kementerian Perhubungan, proyek pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan, kasus Pelindo II, atau kasus suap Rolls Royce ke pejabat PT Garuda Indonesia.

Memaksimalkan Pencegahan

Menurut Alex, salah satu mekanisme pencegahan yang bisa dilakukan KPK kedepannya adalah turut serta dalam sistem pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah. Dengan begitu, KPK bisa memantau proses lelang proyek sebelum terjadi tindak pidana korupsi.

“Kita bisa antisipasi perusahaan yang mau ngasih sesuatu. Yang bermasalah kita larang ikut lelang. Jangan ditunggu sampai terjadinya korupsi,” kata Alex.

Alex yakin, KPK kedepannya mampu memaksimalkan upaya pencegahan karena sudah membaca pola-pola korupsi yang terjadi selama ini. Untuk mencegah korupsi, kepala daerah atau pimpinan kementerian/lembaga harus memiliki komitmen pemberantasan korupsi yang kuat. Sayangya, sistem pemilihan umum di Indonesia masih membuka celah terjadinya tindak pidana korupsi.

“Biaya politik kita itu mahal, rata-rata Rp 30 miliar. Mereka tahu, gaji dan tunjangan kepala daerah tidak akan cukup menutupi itu. Makanya perlu sponsor. Tapi kan harus balas budi, akhirnya lari ke pengadaan barang dan jasa,” jelas Alex.

Karena itu, Alex berharap ada pembenahan sistem demokrasi di Indonesia. Partai politik harus benar-benar mampu menjalankan kaderisasi anggota, sehingga tidak bergantung pada sponsor atau kader yang memiliki biaya politik.

“Biaya belanja dari calon kepala daerah harus dibatasi. Mungkin beberapa anggaran bisa dirembers oleh negara. Jangan dibiarkan calon kepala daerah mencari uang sendiri. Negara lain sudah melakukan itu. Kita harus belajar dari mereka,” umbuh Alex.