Tak Ada Ruang bagi Penumpang Gelap dalam Demo Mahasiswa

Jakarta, law-justice.co - Gelombang aksi unjuk rasa mahasiswa akan terus bergelora di depan DPR dan berbagai wilayah Tanah Air.

Adapun besarnya mobilitas massa, membuat kelompok kontra Jokowi dalam Pilpres 2019 berusaha menyusup. Namun rencana menunggangi itu dianggap hanya akan sia-sia.

Baca juga : Bulan Depan, Erick Thohir Bakal Rombak Direksi-Komisaris 12 BUMN

Melansir dari Tirto.id, Senin (30/9/2019), dua hari yang lalu, massa dalam Aksi Demo Mujahid 212, berjanji akan bergabung dengan mahasiswa hari ini di depan DPR RI. Bahkan seorang orator aksi di Patung Kuda, Jakarta Pusat itu, berulangkali meneriakkan yel-yel: Turun, turun, turun Jokowi. Turun Jokowi sekarang juga.

Tuntutan utama untuk melengserkan Jokowi, dipertebal oleh Permadi, politikus Partai Gerindra. Permadi pernah dilaporkan ke Bareskrim Polri dengan tudingan menyebarkan hoaks dan berupaya makar, Selasa (7/5/2019).

Baca juga : Nasib Tragis BUMN Farmasi Indofarma

Sebab ia dan Kivlan Zen membacakan petisi, mendukung hasil penghitungan suara Badan Pemenangan Nasional (BPN) yang memenangkan Prabowo. Selain itu dia diduga terlibat ajakan people power dari Kivlan Zen untuk mengepung KPU dan Bawaslu pada, 9 dan 10 Mei lalu.

Kemarin malam, Permadi bertemu dengna pendukung Prabowo yang lain. Forum itu berlangsung tertutup di kediamannya, daerah Pancoran. Beberapa orang yang dia ajak dalam pertemuan itu ialah mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Sunarko dan Sekjen FUI Muhammad Al Khaththath. Pembahasan utama ialah, melengserkan Jokowi.

Baca juga : MNC Larang Nobar Piala Asia U-23 Ada Sangsi Pidana

Sekjen Partai Nasdem Johny G. Plate mengatakan, harusnya mereka yang kontra Jokowi itu, legowo setelah Pilpres 2019 berakhir.

"Terima dong konsekuensi demokrasi harus bisa menjadi yang kalah tapi bersikap kesatria," ucap Plate di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.

Sedangkan Anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra Andre Rosiade mengatakan, pernyataan Permadi tidak mewakili partai. Ia menegaskan, partainya menghormati hasil pemilu.

"Kami semua meskipun pahit sudah menerima hasil pemilu. Kami partai taat azas, taat konstitusi kami menghormati kemenangan Pak Jokowi meskipun kami merasakan ada kecurangan tapi [Jokowi] sudah menang ditetapkan itu harus kami hormati," ucap Andre ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Minggu (29/9/2019).

Hanya saja, Andre berharap agar Jokowi tetap dikritik. Sebab menurutnya, pemimpin yang baik tidak boleh menutup mata dan telinga. Sementara pengritik harus menyampaikan secara etis. Oleh sebab itu, menurutnya pelengseran Jokowi adalah tindakan yang etis.

"Bangsa ini butuh pertumbuhan ekonomi, butuh persatuan, terlalu besar ongkosnya kalau terus menjatuhkan pemerintah di luar pemilu," tuturnya.

Siasat Agar Tak Ditunggangi

Para mahasiswa menyadari ada upaya untuk menunggangi gelombang protes yang mereka buat. Terutama dari kelompok yang pernah menjadi lawan politik Jokowi pada Pilpres 2019 lalu.

Kepala Kajian Aksi Strategis BEM UPN Veteran Jakarta Dzuhrian Ananda mengatakan, sejak awal, gerakan yang dibentuk mahasiswa sudah menyiasati potensi penunggangan itu. Salah satu strateginya ialah dengan tidak menuntut untuk menumbangkan Jokowi.

"Percuma kami serang individu pemimpin kalau sistemnya masih sama saja, tidak menyelesaikan masalah dan substansi serta tujuan dari gerakan tidak bisa tercapai," kata Dzuhrian kepada wartawan, kemarin.

Pengajar UIN Syarief Hidayatullah Adi Prayitno mengatakan, wajar jika kelompok pendukung Prabowo dalam Pilres 2019 tergiur memanfaatkan gerakan massa mahasiswa.

"Ada momentum, ada penerimaan dari rakyat yang luas sehingga mereka juga ingin nimbrung," kata Adi kepada reporter Tirto, kemarin.

Menurut Adi, kelompok itu, tak akan bisa melebur dengan mahasiswa. Sebab gerakan mahasiswa telah solid jauh hari di luar sentimen Jokowi atau Prabowo.

"Susah. Pasti ditolak oleh mahasiswa karena mahasiswa sudah bikin simpul-simpulnya. Yang boleh bergabung itu hanya aliansi BEM, di luar BEM mereka gak mau," tuturnya.