Lahan Gratis di Ibu Kota Baru Bagi Warga Berpenghasilan Rendah

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah akan menawarkan pemanfaatan lahan di ibu kota baru yang terletak di Kalimantan Timur dengan harga nol rupiah per meter.

Adapun syaratnya, lahan digunakan untuk mendirikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Demikian kata Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil seperti dilansir dari CNN Indonesia.

Baca juga : Ada 3.454 Aparat Gabungan Akan Kawal Aksi Hari Buruh 1 Mei di Jakarta

"Bisa harga dari nol rupiah untuk rumah kepentingan orang miskin sampai harga yang sesuai dengan biaya pengembangan karena negara tidak cari keuntungan di situ," ujar Sofyan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (4/9/2019).

Ia menjelaskan pemerintah bisa menjual pemanfaatan lahan di ibu kota baru karena berstatus tanah milik pemerintah. Lahan itu pun sudah masuk ke dalam bank tanah pemerintah.

Baca juga : Bawaslu: Kapasitas Kami Bukan Membantah Perkara Pileg 2024

Dari status tersebut, pemerintah akan menyisihkan sebagian lahan untuk kawasan perumahan dan residensial untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan masyarakat umum. Lahan di kawasan itu rencananya ditawarkan dengan kisaran harga nol rupiah sampai Rp2 juta per meter.

"Bisa nanti sampai Rp2 juta per meter, tapi kan dibangun infrastrukturnya semua. Jadi, Anda bikin rumah, sudah ada jaringan listrik, jaringan pipa, jaringan air, dan sebagainya," ungkapnya.

Baca juga : Penyidik KPK Bawa 3 Koper dari Hasil Geledah Ruang Sekjen DPR

Lebih lanjut ia menerangkan lahan yang dijual pemanfaaatannya akan disertai dengan hak kepemilikan dengan periode waktu tertentu. Misalnya, lahan untuk perumahan PNS, maka PNS yang tinggal di sana dan mendirikan rumah boleh memilikinya sampai masa pensiun.

"Ini termasuk untuk tanah, bisa diberikan statusnya. Tapi, nanti ada klausul-klausul misalnya tanah itu mau dijual, itu ada ketentuannya bahwa tanah itu kalau misalnya mau dijual, jual kembali ke otoritas," terang dia.

Kendati memberi insentif harga lahan mulai dari nol rupiah sampai sesuai biaya kewajaran, namun Sofyan mengatakan bahwa pemerintah pun tak segan memberi disinsentif bagi oknum yang tidak bertanggungjawab, misalnya spekulan.

"Kalau orang spekulasi tanah, disinsentifnya akan kami kenakan pajak, supaya orang tidak mendapatkan keuntungan yang berlebihan dari kebijakan ini. Jadi, kami ingin tertibkan karena tanah itu aset negara, jangan orang mencari keuntungan berlebih di tanah," tegas Sofyan.

Sebelumnya, ia menekankan bahwa pemerintah tidak akan menjual tanah untuk memindahkan ibu kota. Namun, pemerintah akan menjual penggunaan atau pemanfaatannya di ibu kota baru.

Dengan kata lain, kalaupun nanti tanah dikelola swasta, status kepemilikan lahan masih dipegang oleh negara. Hal tersebut disampaikan oleh Sofyan menanggapi rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjual tanah negara ke pihak swasta dalam kurun waktu tertentu kepada swasta untuk membangun ibu kota baru.

"(Yang dijual) pemanfaatan. Untuk sementara bank tanah itu nanti akan punya Hak Pengelolaan Lahan (HPL)," tekannya.

Sementara Jokowi sebelumnya sempat mengungkapkan ingin menjual lahan di ibu kota baru kepada swasta seluas 30 hektare dengan asumsi harga Rp2 juta hingga Rp3 juta per hektare. Dari hasil jual lahan tersebut, ada potensi pendapatan sebesar Rp600 triliun-Rp900 triliun yang bisa masuk kantong pemerintah.

Namun, agar tak ada celah swasta menimbun tanah untuk kepentingan bisnis mereka, pemerintah akan memberikan syarat. Salah satunya, tanah yang dibeli harus segera dilaksanakan untuk pembangunan dalam waktu dua tahun. Dengan kata lain, tidak ada lahan yang menganggur usai dibeli swasta.

"Skema ini menjadi alternatif pembiayaan. Ini akan dikaji. Nanti akan ada badan otorita yang mengurus itu semua," tutur kepala negara belum lama ini.