Yorrys Raweyai Bantah Terkait Soal Tuntutan Pembubaran Banser

Jakarta, law-justice.co - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terpilih asal Papua, Yorrys Raweyai membantah kalau dirinya terkait dalam tuntutan pembubaran organisasi masyarakat Banser dari Indonesia.

Hal itu meluruskan perihal pemberitaan yang telah beredar terkait tujuh tuntutan massa di Sorong saat aksi demo yang berlangsung di lapangan Apel Kantor Wali Kota Sorong, Rabu pekan lalu.

Baca juga : Disebut Negara Kanibal oleh Biden, PM Papua Nugini Protes

Isi tuntutan tersebut beredar dalam bentuk selebaran, yang salah satunya meminta pemerintah membubarkan Banser.

"Bukan saya. Itu tertulis, saya enggak tahu. Saya tadi ditelepon juga. Itu kan ada sumber berita siapa tuh yang kirim-kirim, saya juga terima," ucap Yorris seperti dilansir CNN Indonesia.

Baca juga : Ada 21 Brimob Diperiksa Buntut Bentrok dengan TNI AL di Sorong

Yoris mengatakan dirinya mendapat selebaran mengenai tujuh poin tuntutan masyarakat Sorong. Kendati begitu, ia mengaku tidak mengetahui secara pasti siapa sumber yang menulis dan mengirim selebaran tersebut.

"Benar saya tidak mengetahui," ujarnya.

Baca juga : Eskalasi Kekerasan Meningkat Karena Pembiaran Oleh Presiden Jokowi

Berdasarkan pemberitaan sejumlah media, masyarakat Sorong mendesak pemerintah melaksanakan tujuh tuntutan yang mereka layangkan. Hal tersebut merupakan buntut dari tindakan rasis dan diskriminatif yang dialami mahasiswa Papua di Jawa Timur.

Adapun tujuh poin tuntutan yang dimaksud di antaranya meminta Pemerintah Indonesia untuk segera memulangkan warga Papua dari Tanah Jawa, mendesak Presiden Joko Widodo mewakili segenap Bangsa Indonesia meminta maaf kepada rakyat Papua, dan Pemerintah dengan segera membubarkan ormas Banser.

Selain itu, negara dituntut segera menarik militer organik dan non-organik dari tanah Papua, biarkan `monyet hidup` sendiri di bangsanya sendiri`.

Tuntutan lain adalah meminta Jokowi memecat oknum anggota TNI yang mengeluarkan statement `monyet` kepada mahasiswa Papua, dan meminta agar pemerintah RI memberikan kebebasan bagi Papua menentukan nasib sendiri.

Surat tuntutan itu menyebut akan kembali menggelar aksi apabila pemerintah Indonesia tidak mengindahkan pernyataan mereka.