Nilai Brimob Siksa Perusuh 21-22 Mei, Amnesty Surati Jokowi

Jakarta, law-justice.co - Amnesty Internasional Indonesia memberikan beberapa poin rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo terkait peristiwa kerusuhan yang terjadi pada 21-22 Mei lalu. Hasil investigasi Amnesty menyebutkan dugaan penyiksaan yang dilakukan oleh Brimob dan meminta Jokowi mengusut kasus ini.

Peneliti Amnesty Internasional Indonesia, Papang Hidayat mengatakan pihaknya sudah mengirimkan surat terbuka untuk Presiden Jokowi. Dia menambahkan Direktur Eksekutif Amnesti Internasional Indonesia Usman Hamid tengah membuka komunikasi dengan Istana untuk meminta penyelesaian kasus kerusuhan 21-23 Mei.

Baca juga : Hajar Rival Sekota, Arsenal Kian Kokoh Di Puncak Klasemen Liga Inggris

"Direktur kami juga sudah buka komunikasi dengan pejabat pemerintah untuk ditanya bagaimana soal situasi 21-23," kata Papang di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2019).

Dalam surat terbuka, pihaknya mendesak pemerintah untuk melakukan penyelidikan independen. Tidak hanya peristiwa kekerasan diduga oleh aparat kepolisian di Jakarta, namun di wilayah lain seperti di Pontianak.

Baca juga : Bulan Depan, Erick Thohir Bakal Rombak Direksi-Komisaris 12 BUMN

"Ada rekomendasi independen efektif, tidak hanya Kampung Bali juga mungkin ada insiden lain tempat lain," kata Papang.

Dalam surat terbuka itu, Amnesty Internasional Indonesia merekomendasikan tidak ada penahanan sewenang-wenang. Dan diminta orang-orang ditahan diberikan akses untuk keluarga dan bantuan hukum.

Baca juga : Nasib Tragis BUMN Farmasi Indofarma

Kepolisian diminta untuk menjalankan standart operational procedure (SOP). Anggota kepolisian diminta menerapkan Perkap No 8 Tahun 2008 tentang implementasi prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaraan tugas kepolisian.

Berikutnya seperti dilansir dari Liputan6.com, akuntabilitas kepolisian diminta ditinjau ulang untuk menangani dugaan pelanggaran HAM. Polisi dianggap gagal dalam menjalankan reformasi aparat keamanan karena masih ada kekerasan.

Amnesty Internasional Indonesia juga mendorong revisi legislasi terkait penyiksaan. Sebab, dalam KUHP belum ada pemidanaan terkait hal tersebut.

"Kalau bisa rencana merevisi amandemen KUHP itu memasukkan larangan dan pemidanaan praktek penyiksaan," kata Papang.

Sumber: Liputan6.com