Jakarta, law-justice.co - Kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) ditelusuri dari sejumlah proyek Kementerian Pertanian semasa SYL.
Satu di antara dana tersebut diduga berasal dari proyek pengadaan sarana fasilitasi pengolahan karet atau asam semut (asam formiat) di Kementerian Pertanian pada tahun anggaran 2021–2023.
Temuan ini terungkap dari hasil pemeriksaan terhadap dua mantan anak buah SYL. Pertama, Issusilaningtyas Uswatun Hasanah, Kepala Tata Usaha Direktorat Perbenihan 2023 sekaligus Plt. Kepala Bagian Umum Sesditjen Hortikultura 2023.
“Saksi 1 terkait aliran uang TPPU SYL,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melansir Inilah, Sabtu (24/5/2025).
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap R. Yana Mulyana Indriyana, SE, Kepala Tata Usaha Direktorat Sayuran 2023.
“Saksi 2 terkait proses pengadaan asam formiat (lateks) di Kementan,” ungkap Budi.
Sebagaimana diketahui, kasus TPPU ini masih dalam proses penyidikan. Berdasarkan informasi terakhir dari mantan Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, jumlah dugaan TPPU SYL mencapai sekitar Rp60 miliar.
“Kemudian menjadi substansi pokok perkara gratifikasi dan TPPU kurang lebih sekitar Rp60-an miliar,” kata Ali kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (30/5/2024).
Dalam perkembangan lain, KPK telah menetapkan satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan sarana fasilitasi pengolahan karet atau asam semut di Kementan untuk periode 2021–2023.
Eks Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyampaikan bahwa Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) telah diterbitkan sejak 13 November 2024.
“Untuk diketahui bahwa per tanggal 13 November 2024, KPK telah memulai penyidikan untuk perkara sebagaimana tersebut di atas dan telah menetapkan 1 orang sebagai tersangka,” ujar Tessa dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (3/12/2024).
Namun, Tessa belum mengungkap identitas tersangka. KPK biasanya mengumumkan identitas tersangka secara resmi dalam konferensi pers saat penahanan dilakukan.
“Proses penyidikan saat ini sedang berjalan, untuk nama dan jabatan tersangka belum dapat disampaikan saat ini,” ucapnya.
KPK juga telah menerbitkan surat pencegahan ke luar negeri terhadap delapan orang terkait kasus ini sejak 19 November 2024. Salah satu pihak swasta yang dicegah adalah mantan Direktur PT Sintas Kurama Perdana, Rosy Indra Saputra.
“Terhadap 8 orang Warga Negara Indonesia (WNI) dengan inisial DS (Swasta), YW (PNS), RIS (Swasta), SUP (PNS), DJ (Pensiunan), ANA (PNS), AJH, dan MT (PNS),” kata Tessa.
KPK memperkirakan kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp75 miliar. Angka ini masih berpotensi bertambah seiring pendalaman dan perhitungan lebih lanjut.
Penyidik juga telah melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi yang dirahasiakan. Dalam penggeledahan itu, ditemukan barang bukti berupa uang tunai, dokumen penting, dan barang bukti elektronik.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa fokus proyek pengadaan adalah asam semut atau asam formiat, yaitu cairan kimia yang digunakan untuk mengentalkan getah karet.
“Ya, betul. Jadi kami saat ini juga sedang menangani perkara terkait pengadaan, saya namanya lupa ya, tapi asam yang digunakan untuk mengentalkan karet. Itu silakan disearching, kalau dulu dibilangnya asam semut,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (28/11/2024).
Asep menyebut modus korupsi dalam proyek ini adalah penggelembungan harga (mark-up) pembelian asam semut, yang diduga dilakukan melalui pabrik di Jawa Barat, PT Sintas Kurama Perdana.
“Yang terjadi adalah penggelembungan harga. Jadi, harga yang tadinya dijual misalnya Rp10 ribu per sekian liter, menjadi Rp50 ribu per sekian liter,” jelas Asep.
Rosy Indra Saputra, mantan Direktur PT Sintas Kurama Perdana, telah diperiksa oleh KPK terkait dugaan pengaturan lelang dalam proyek tersebut.