Sepak Terjang Suami Dewi Sandra, Harvey Moeis Terseret Korupsi Timah

Jakarta, law-justice.co - Harvey Moeis, suami Sandra Dewi, terseret dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk 2015-2022.

Kejaksaan Agung (Kejagung) RI telah menetapkannya menjadi tersangka dalam baru kasus dugaan korupsi itu.

Baca juga : 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Saat BI Rate Naik

"Setelah dilakukan pemeriksaan intensif, tim penyidik telah memandang cukup alat bukti sehingga yang bersangkutan kita tingkatkan statusnya tersangka," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Kuntadi kepada wartawan, Rabu 27 Maret 2024.

Tak hanya itu, Kuntadi mengatakan suami Sandra Dewi itu menjadi perpanjangan tangan dari PT RBT.

Baca juga : Pekerja Tak Digaji, Direksi & Komisaris Indofarma Berlebih Tunjangan

Sebagai perpanjangan tangan, Harvey tercatat pernah menghubungi Direktur Utama PT Timah yakni MRPT pada 2018 hingga 2019.

"Dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah," jelas Kuntadi kepada wartawan dilansir dari CNN Indonesia, Rabu 27 Maret 2024.

Baca juga : Anggota Polresta Manado Bunuh Diri Diduga Karena Masalah Pribadi

"Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, akhirnya disepakati bahwa kegiatan akomodir pertambangan liar tersebut adanya dicover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah, yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud," imbuhnya.

Dari kegiatan itu, kata Kuntadi, Harvey kemudian meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian keuntungannya. Lalu, keuntungan itu diserahkan kepada Harvey dengan dalih pembayaran dana CSR.

Usut punya usut, kasus dugaan korupsi yang menyeret suami Sandra Dewi itu ternyata menimbulkan kerugian yang cukup besar.

Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mencatat kerugian ekologis yang disebabkan atas korupsi itu mencapai Rp271 triliun.

Angka itu berasal dari hasil perhitungan ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.

"Berdasarkan keterangan ahli lingkungan sekaligus akademisi dari IPB Bambang Hero Saharjo, nilai kerugian ekologis atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dalam perkara ini yaitu senilai Rp271.069.688.018.700," ujar Kuntadi dalam keterangan tertulis, Selasa 20 Februari lalu.

Lebih lanjut Kuntadi menjelaskan perhitungan tersebut dilakukan sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 7/2014 tentang kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Dalam kasus ini, kata dia nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis. Pertama, kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun.

Kedua, kerugian ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun. Ketiga, kerugian biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.

Kendati demikian, Kuntadi menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Ia menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu.***