Tukin Dikorupsi, Mengapa PNS Kementerian ESDM Bungkam? (1)

Jakarta, law-justice.co - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengusut dugaan korupsi pembayaran tunjangan kinerja atau tukin Kementerian ESDM, terutama pada Ditjen Mineral dan Batubara (Minerba).


Lembaga antirasuah itu juga sudah menetapkan tersangka. Kasus korupsi tukin ini mulanya berembus dari aduan masyarakat yang ditindaklanjuti dengan proses penyelidikan dan penyidikan khusus untuk tahun anggaran 2020-2022.

Baca juga : Pegawai ESDM Diperiksa Kejagung Soal Korupsi IUP Timah

Dalam perkara ini, para pelaku diduga melakukan perbuatan hukum memperkaya diri sendiri. Perbuatan mereka bisa masuk kategori pelanggaran yang diatur Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Menurutnya, uang tersebut diduga dinikmati para oknum di Kementerian ESDM untuk kepentingan pribadi, membeli aset, dan operasional. Selain itu, KPK juga mengendus uang korupsi itu digunakan untuk mengondisikan pemeriksaan oleh auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Baca juga : Hakim Vonis 10 Pegawai Kementerian ESDM 2-6 Tahun Bui di Kasus Tukin

Namun demikian, KPK masih terus mendalami sejumlah informasi tersebut. Selain mendalami dugaan aliran dana untuk suap pemeriksaan BPK, KPK juga bakal mendalami apakah perkara ini terkait dengan Kementerian Keuangan.

Modus korupsi tukin
Yang kemudian timbul pertanyaan, kenapa pegawai di Kementerian ESDM tidak memprotes kalau uang tukin mereka dikorupsi?

Baca juga : Kementerian ESDM Sedang Godok Aturan Baru Soal Harga Listrik EBT


Dikutip dari Kompas TV, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur mengungkap modus korupsi dana tukin adalah dengan menggelembungkannya terlebih dahulu sebelum dicairkan ke para PNS di Ditjen Minerba Kementerian ESDM.

Selisih dana yang digelembungkan dengan uang yang diterima pegawai itulah yang kemudian dikorupsi. KPK pun terus mencari bukti adanya potongan dan penggelembungan tukin tersebut.

”Kami berusaha untuk mencari barang bukti berupa slip gaji atau dokumen terkait perkara ini. Prinsipnya tetap follow the money atau ikuti arus aliran uang,” ujar Asep.

Sementara itu dikutip dari laporan Harian Kompas, Guru Besar Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Wahyudi Kumorotomo, mengungkapkan dari informasi yang didapatkannya, modus penggelembungan tukin ini sebenarnya cukup sederhana.

Contoh modus korupsi tukin adalah dengan memanfaatkan celah aturan pencairan tukin, yang mana besaran tunjangan ini baru diberikan kepada PNS sesuai dengan kinerjanya, seperti penilaian pada jumlah hari masuk kerja.

”Saya tidak masuk (kerja), semestinya tukin tidak dapat. Tetapi orang internal itu menganggap (mencatatkan) saya masuk, dan dicatat tukinnya. Namun, tunjangan itu tidak dibayarkan ke saya, tetapi diambil sendiri oleh pejabat yang korupsi,” jelasnya.


Itulah mengapa, meski disebut ada pemotongan tukin, tidak ada pegawai Ditjen Minerba yang protes. Karena para PNS pun tidak menyadarinya.

”Modusnya adalah penggelembungan tukin. Jadi bukan (semata-mata) tukinnya yang dipotong. Kalau tukinnya yang dipotong, pegawai yang berhak memperoleh (tentu) akan protes. Tetapi ini, kan, tidak,” sebutnya.

Sumber: Kompas