Catatan Ganda Situmorang Patriot 98 NKRI Pengamat Luar Negri

NATO Butuh Negara Tumbal Baru Sebagai Pengganti Pasar Senjata

law-justice.co - Paska mundurnya NATO dari perang 20 tahun di Afghanistan dan disusul kemudian dengan kekalahan perang proxy NATO Vs Rusia di Suriah maka AS sebagai patron NATO tentu butuh negara tumbal baru sebagai pengganti pasar senjata dan meneruskan hegemoni perang dan petrodolar.

Sesuai rencana maka Ukraina pun didapuk sebagai boneka mainan baru.
Tidak ada pilihan negara lain setelah agenda NATO gagal di Uighur China dan Hongkong.
Namun China hari ini terlalu kuat.
Pengalaman dan memori kolektif bangsa China, sejarah mereka selama ribuan tahun lebih dari cukup memahami agenda usang NATO di dua teritori tersebut.
Ditambah lagi China hari ini bukanlah China seperti 20 tahun lalu.
Peer to peer secara ekonomi dan militer dua negara ini, China dan US sudah berimbang bahkan beberapa aspek teknologi china sudah unggul seperti teknologi 5G dan elektromagnetik pulse yang konon bisa melumpuhkan seluruh perangkat elektronik di satu kota di AS hanya dengan satu klik.
Ngeri!

Baca juga : Rincian Aparat Ukraina yang Tewas Diserang Rusia

Kembali ke Ukraina, dengan Presiden modal popularitas dan karisma semu yaitu seorang mantan pelawak Zelenski, dengan mudah NATO memberikan PHP akan dijadikan anggota baru NATO.
Belum resmi masuk NATO, Zelensky sudah petantang petenteng semakin ganas menzolimi rakyat mayoritas berbahasa Rusia di Donbass.
Setelah 10 tahun berdiam diri, selama itu pula Putin menyusun strategi dan logistik, maka pada tanggal 24 Februari 2022 operasi militer khusus demiliterisasi Ukraina oleh angkatan bersenjata Rusia pun dimulai.
NATO ternyata hanya diam tak berkutik sambil diam-diam operasi bawah tanah mengirimkan senjata yang masih gratisan ke Ukraina.
Nombok donk!
Maka untuk nutupin nomboknya, sanksi ekonomi sepihak kepada Rusia pun dijatuhkan oleh NATO dan sekutunya (Barat).
Sanksi brutal dan membabi buta sepanjang sejarah era globalisasi Barat.
Rentetan Paket Sanksi Barat ke Rusia yang meruntuhkan nilai-nilai kebebasan individu dan pondasi liberal, kapitalisme dan globalisasi itu sendiri karena ternyata asset individu bahkan hingga olahragawan, artis dan kucing Rusia pun diberi sanksi oleh Barat.
Phenomena Rusophobia melanda Barat.

Putin membalas dengan cantik.
Transaksi gas harus dengan mata uang Rusia yaitu Rubel.
Baru dengan satu jurus ini saja mata uang Rubel malah menguat.
Belum komoditas Rusia lainnya.
Rusia dapat rejeki durian runtuh ratusan miliar dolar disaat Barat dilanda krisis energi dan pangan.
Inflasi paling tinggi melanda Barat sepanjang operasi militer khusus Rusia di Ukraina.

Baca juga : Beri Dukungan Berlebihan ke Ukraina, China Larang Tayang Liga Inggris

AS pun semakin kelimpungan, pasar senjata hilang, hegemoni terancam nyata oleh duo Rusia dan China saja.
Belum dibantu oleh Iran, India dan Indonesia?

Disini menjadi menarik dengan posisi Indonesia saat ini sebagai pemegang Presidensi G20.
Beruntung sekarang Indonesia punya Presiden Jokowi.
Tidak bisa didikte oleh Barat dan setia garis lurus kepada konstitusi NKRI harga mati.
AS semakin keteteran.
Maka Indonesia dijadikan target baru pengganti proyek gagal di Ukraina.

Sampai disini kita bisa memahami benang mundurnya konsorsium AS dibawah bendera sekutunya Jepang dari proyek IKN.
China dan Arab Saudi langsung masuk, Barat semakin meradang.
Menhan belanja Rafael setelah diblok belanja Sukhoi oleh AS.
Tak kalah cerdik, Putin kabarnya burung akan memberikan Sukhoi gratis ke Indonesia, secara sahabat lama dua bangsa terjalin sejak Krusvhev dan Soekarno.
Masa Krusvhev, dia membantu militer Indonesia relatif yang terkuat di Asia saat itu (baca tulisan Guntur Soekarno Putra yang beredar beberapa hari yang lalu).

Konon Presiden Jokowi bersikukuh mengundang Putin menghadiri acara G20 Oktober ini di Bali.
Seperti sudah diduga oleh Penulis, Biden mengancam tidak hadir jika Putin ikut serta nonton tari Kecak di Bali.
Tentunya sekutu AS mengekor.
Disini kita akan melihat langkah kuda Pak Jokowi, yang Penulis juga hanya bisa meraba-raba.

Proxy dan pion-pionnya sudah diaktifasi oleh Barat.
Uang tunai untuk dana operasi Suriahkan Indonesia mengalir deras, ada yang tertangkao kemarin oleh Bea cukai di Soekarno Hatta.
Bayangkan berapa ton uang kertas dolar yang sudah berhasil masuk tak terdeteksi melewati sepanjang garis pantai Nusantara di Khatulistiwa.
Dana cair, demo 11 April kabarnya tidak ada kata batal.
Harus tetap jalan meskipun ijin dari Polri tidak turun.
Demikian juga agenda-agenda mereka yang lain dengan target Indonesia rusuh sesuai skenario Arab Spring.
Ya iyalah, dananya sudah cair!

Disini rakyat Indonesia harus cerdas melihat situasi, supaya jangan mau terjebak adu domba berbau SARA.
Khususnya Relawan Jokowi, jangan sampai kecolongan kawal Jokowi dan jaga NKRI harga mati.

Begitu lah kura-kura.