Unit Link Kembali Makan Korban, Terbaru di Prudential, OJK ke Mana?

Jakarta, law-justice.co - Hingga saat ini, Asuransi Unit Link tidak berhenti memakan korban, yang terbaru seperti dialami nasabah Prudential.

Sudah banyak nasabah yang menelan pil pahit alias merugi akibat memercayakan uangnya pada produk asuransi berbasis investasi itu. Di mana peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengatasi persoalan tersebut?

Baca juga : Cek Syaratnya, Perum Damri Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan SMA/SMK

Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo menilai OJK lemah dalam menjalankan fungsi pengawasan dan perlindungan konsumen. Menurut dia itu disebabkan adanya konflik kepentingan, di mana industri asuransi selama ini menyetorkan iuran kepada OJK.

"Nah dia kan lemah soal pengawasan dan perlindungan konsumen, di antaranya penyebabnya karena ada konflik kepentingan, karena dia dihidupi dari iuran industri sehingga dia tidak bisa semudah itu membela konsumen, karena dia hidup dari iuran industri keuangan, jadi ada konflik kepentingan," katanya seperti melansir detik.com.

Baca juga : Dampak Gempa Garut, Rumah-Bangunan di Sukabumi-Tasikmalaya Rusak

Faktor lainnya disebabkan oleh adanya gap antara peraturan yang ketat dengan pengawasan yang lemah, termasuk untuk industri asuransi unit link. Irvan berpendapat pengawasan di OJK lemah karena tidak konsisten menegakkan aturan.

"Itu yang sering terjadi, misalnya dalam banyak kasus kan sudah kita lihat soal Jiwasraya sudah bertahun-tahun mengalami kesulitan keuangan, Bumiputera, Kresna Life, WanaArtha," sebutnya.

Baca juga : Deretan Fakta Terbaru Kasus Dugaan Bunuh Diri Brigadir RA di Mampang

Menurutnya permasalahan yang terjadi di industri asuransi itu semuanya soal pengawasan, yaitu pengawasan terhadap tata kelola, manajemen risiko, hingga kepatuhan.

Irvan pun menyarankan agar produk unit link dimoratorium secara terbatas dengan melarang perusahaan asuransi menjual produk tersebut kepada masyarakat yang literasi asuransinya masih sangat terbatas.

Sebab, dalam praktiknya penjualan produk unit link begitu merugikan masyarakat karena menggunakan kanal bancassurance, di mana nasabah yang mempunyai uang di bank dialihkan ke unit link tanpa pengetahuan yang cukup dari si nasabah.

"Jadi ada semacam asimetri information, nasabah tidak tahu produk apa sedangkan (pihak) asuransi tahu nasabah punya dana sehingga dibujuk dialihkan ke unit link, itu tanpa penjelasan, transparansi dan sebagainya," paparnya.

Oleh karenanya dia meminta penjualan unit link dihentikan kepada nasabah yang belum punya pengetahuan tentang produk keuangan. Sebab, pada dasarnya mereka datang ke bank tidak bermaksud untuk beli asuransi, melainkan hanya ingin menabung. Tapi pihak asuransi selalu mengiming-imingi bahwa unit link adalah tabungan, padahal bukan sama sekali.

"Narasi besarnya moratorium unit link bagi mereka yang belum paham, seperti minuman keras lah, minuman keras itu kan terlarang untuk anak-anak yang belum dewasa karena berbahaya. Begitupun unit link berbahaya sekali karena itu membutuhkan pengetahuan investasi," jelas Irvan.

Sebaiknya, lanjut dia, unit link diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan tinggi, punya pengetahuan tentang investasi, dan punya kemampuan untuk menanggung risiko.

Faktanya memang miris karena unit link sebagai produk yang sangat rumit justru dijual kepada masyarakat yang sama sekali tidak tahu produk keuangan, apalagi asuransi. Menurutnya ada unsur kesengajaan kenapa produk asuransi berbasis investasi itu ditawarkan kepada mereka yang minim literasi.