Polisi yang Bunuh Anggota Laskar FPI Alami Luka Pukul

Jakarta, law-justice.co - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang kasus dugaan pembunuhan di luar hukum terhadap empat anggota Laskar FPI oleh anggota Polda Metro Jaya Briptu Fikri Ramadhan. Dalam sidang tersebut, pelaku Briptu Fikri disebut mengalami sejumlah luka akibat kekerasan benda tumpul.

Hal ini berdasarkan pernyataan dokter visum et repertum (VeR) Rumah Sakit Polri Karamat Jati Jakarta Timur, Novia Theodor Sitorus yang diperiksa sebagai saksi, Selasa (4/1).

Baca juga : Terkait Kasus Pencucian Uang, Panji Gumilang Ajukan Praperadilan

Mulanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) melontarkan beberapa pertanyaan seputar proses visum terhadap terdakwa Fikri. Jaksa juga mengingatkan bahwa pemeriksaan visum dilakukan pada 7 Desember 2020. Jaksa kemudian bertanya mengenai hasil temuan Novia.

 "Sesuai visum yang saudara lakukan, apa yang saudara temukan pada diri terdakwa?" tanya Jaksa di ruang sidang PN Jaksel.

Baca juga : Dalami Putusan Perkara KM 50 Laskar FPI, KPK Periksa 2 Hakim Agung

Novia lantas mengatakan pihaknya menemukan beberapa luka lecet dan luka lebam. Luka itu berada di tiga titik, yakni di pipi, leher, dan tangan terdakwa.

"Saat itu saya menemukan beberapa luka lecet dan luka lebam yang saat itu disimpulkan sebagai akibat dari benda tumpul. Luka lebam itu di daerah pipi, luka lecet di daerah leher sama tangan," jawab Novia.

Baca juga : PN Jaksel Tolak Praperadilan Crazy Rich Surabaya Budi Said

Novia juga menjelaskan saat pemeriksaan visum dilakukan, kondisi fisik Fikri saat itu sedang dalam keadaan baik. Pemeriksaan napas dan jantung terdakwa menunjukkan hasil yang baik. Saat itu, Fikri juga sedang berada dalam kesadaran penuh.

Lebih lanjut, Jaksa menggali pernyataan yang Fikri sampaikan kepada dokter saat ia diperiksa. Menurut Novia, saat itu Fikri mengaku baru saja menjalankan tugas penangkapan tersangka. Fikri juga mengaku `ditonjok` berkali-kali.

"Saat itu korban mengatakan bahwa korban ditonjok berkali-kali di daerah wajah lalu dicakar di daerah lengan dan leher," jawab Novia.

Jaksa lantas bertanya kesimpulan pemeriksaan visum Fikri Ramadhan. Menurut Novia, pihaknya menimbulkan luka-luka yang terdapat pada tubuh Fikri disebabkan kekerasan benda tumpul.

"Kesimpulan saya bahwa luka-luka yang dialami korban adalah luka yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul," kata Novia.

Setelah Jaksa mengakhiri pertanyaannya, beberapa kuasa hukum Fikri bertanya apakah kepalan tangan termasuk benda tumpul. Novia kemudian menjawab bahwa kepalan tangan bisa disebut benda tumpul jika memang permukaannya tumpul.

Setelah itu, kuasa hukum Fikri lainnya, Henry Yosodiningrat bertanya apakah luka-luka yang ada pada tubuh Fikri disebabkan tindakannya sendiri atau orang lain, serta apakah karena penganiayaan atau terjatuh. Namun, Novia mengaku tidak bisa menjawab. Sebab, hal itu di luar bidang keilmuannya.

"Saya tidak bisa menyimpulkannya karena sesuai dengan keilmuan saya saja bahwa luka-luka yang dialami disebabkan oleh benda tumpul," ujar Novia.

Sebelumnya, enam anggota FPI terlibat dalam aksi kejar-kejaran dan baku tembak dengan anggota kepolisian dari Polda Metro Jaya. Peristiwa itu terjadi di depan Hotel Novotel, Jalan Interchange, Karawang, Jawa Barat hingga kawasan KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.

Jaksa menyebut enam anggota Laskar FPI ditembak tiga anggota Polda Metro Jaya yakni, Ipda Elwira Priadi Z., Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Mohammad Yusmin. Sebanyak dua anggota FPI tewas dalam peristiwa baku tembak.

Sementara, empat orang lainnya meninggal saat hendak dibawa ke Polda Metro Jaya dalam keadaan hidup. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan pembunuhan empat Laskar FPI ini sebagai unlawful killing. Sementara, dua korban lainnya tewas dalam tindakan penegakan hukum.

JPU lantas mendakwa dua anggota Polda Metro Jaya Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Mohammad Yusmin melanggar pasal 338 KUHP tentang pembunuhan secara sengaja juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Selain itu, mereka juga didakwa Pasal 351 ayat 3 juncto Pasal 55 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Sementara, Elwira dinyatakan meninggal dalam kecelakaan yang terjadi pada Januari lalu. Namun kedua polisi pembunuh anggota FPI itu tidak ditahan sampai hari ini.