Wajib Tahu, Ini Sanksi dan Proses Hukum Pelaku Pencabulan Anak

Jakarta, law-justice.co - Kasus pencabulan di Indonesia begitu marak terjadi, baik itu pelakunya orang dewasa atau anak-anak.  Salah satu contoh yang pelakunya anak-anaka adalah seperti yang terjadi baru-baru ini di sebuah masjid.

Namun, terkadang prose hukum dan sanksi bagi pelaku pencabulan yang masih anak-anak kurang dipahami oleh publik. Sebab, baik yang menjadi korban atau pelaku yang masih anak-anak dilindungi oleh Undang-undang.

Baca juga : TPN Ganjar Minta Proses Hukum Caleg, Capres, Tim Kampanye Ditunda

Perlindungan terhadap anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Baca juga : Jokowi : Laporan PPTAK Soal Transaksi Janggal Pemilu Diproses Hukum

Perlindungan terhadap anak salah satunya berupa perlindungan dari tindak kekerasan, baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, kejahatan seksual dan penelantaran,

Larangan kejahatan seksual berupa perbuatan cabul terhadap anak diatur dalam Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 76E tersebut dikatakan :” Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”. Pebuatan cabul yang dilakukan seseorang terhadap anak yang sedang melakukan sholat isya di Masjid, jelas merupakan bentuk dari kejahatan seksual.

Baca juga : Catatan Kontras, Ada 46 Pembunuhan di Luar Hukum Selama 2022-2023

Sanksi bagi pelaku kejahatan seksual berupa perbuatan cabul terhadap anak yang dilakukan di dalam sebuah Masjid, pelaku pencabulan terhadap anak dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 82 ayat (1) junto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dengan sanksi pidana berupa pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).

Kemudian bagaimana proses hukumnya, mengingat dari informasi yang beredar pelaku pencabulan anak tersebut masih berusia 16 tahun, atau masih dalam kategori anak. Pengertian anak dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Yang dimaksud dengan anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Ketika pelaku pencabulan masih anak, maka proses hukumnya berbeda dengan orang dewasa, proses hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan, maka proses hukumnya menggunakan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dimana beberapa substansi dari undang-undang tersebut diantarabnya mengatur tentang hak-hak anak, mengatur tentang upaya diversi dengan pendekatan keadilan restoratif, kemudian mengatur juga tentang syarat dan ketentuan penahanan terhadap anak, untuk penjelasan tentang diversi, tentang syarat penahanan terhadap anak, dapat disaksikan pada video-video yang pernah saya upload sebelumnya.

ketika ada anak yang berhadapan dengan hukum, atau anak sebagai pelaku tindak pidana, seperti dalam kasus ini anak menjadi pelaku pencabulan, maka dalam proses peradilan, anak mempunyai hak diantaranya yaitu bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya, selain itu juga ada hak untuk tidak dipublikasikan identiasnya.

Jadi ketika pelaku pencabulan, maupun korban pencabulan masih anak, maka identitas anak, anak korban, wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik. Hal ini diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Setiap orang yang mempublikasikan identitas anak sebagai pelaku tindak pidana, anak sebagai korban tindak pidana, maka berdasarkan Pasal 97 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pelaku yang mempubikasikan identitas anak tersebut dapat dipidana dengan pidan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Terkait dengan hak-hak anak ketika dalam proses peradilan diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Intinya ketika pelaku tindak pidana pencabulan maupun korban pencabulan masih anak, maka proses hukumnya menggunakan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Sedangkan sanksi bagi pelaku kekerasan terhadap anak, baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, kejahatan seksual, dan penelantaran diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Yang terakhir diubah dengan dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.