Pengemplang Pajak Mangkir Tax Amnesty II Bakal Didenda 200%

Jakarta, law-justice.co - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, tahun depan adalah kesempatan terakhir bagi pengemplang pajak untuk meminta pengampunan atas dosa perpajakan. Semua itu tak lain dan tak bukan melalui Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang lebih dikenal dengan Tax Amnesty jilid II.

Adapun program PPS ini tertuang dalam UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Program itu akan berjalan selama enam bulan yakni 1 Januari-30 Juni 2021.

Baca juga : Apakah Mungkin Kebijakan Pajak Kekayaan (Wealth Tax) Diterapkan di RI?

Menurut Sri Mulyani, jika kesempatan kedua ini tetap tidak digunakan oleh para pengemplang pajak, maka siap-siap dikenakan sanksi denda. Sanksi denda sebesar 200% jika hartanya ditemukan oleh Direktorat Jenderal Pajak di kemudian hari.

"Jadi ini kesempatan kalau anda ingin menghindari 200% (sanksi denda) ya dengan masuk dalam PPS ini," ujarnya dalam Kick Off Sosialisasi UU HPP, Jumat (19/11/2021).

Baca juga : Ditjen Pajak Imbau Wajib Pajak Tidak Berikan Hadiah Parsel Lebaran

Oleh karena itu, Sri Mulyani mengimbau para wajib pajak untuk kembali mengecek Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya, apakah semua harta yang diterima atau didapatkan sudah masuk semua di laporan tersebut. Jika belum maka sebaiknya segera ikut program ini mulai tahun depan.

Ia pun berharap, para pengemplang pajak tidak ragu-ragu atau berpikir terlalu lama untuk menentukan apakah harus ikut program ini. Karena walaupun dilakukan selama enam bulan dengan tarif yang sama tapi ia mengimbau dilakukan sejak awal untuk menghindari terjadinya kendala teknis.

Baca juga : Sri Mulyani Dianggap Sembunyikan Fakta Anggaran Bansos di Sidang MK

"Saya berharap tidak menunggu sampai tanggal 29 Juni karena nanti biasanya gitu pada suka mikir, ikut nggak, ikut nggak, terus sesudah dua hari sholat istikharah, sudah berdoa, baru kemudian mau ikut, terus sistemnya jam (macet) kemudian," paparnya.


Sebagai informasi program tax amnesty jilid II diberikan dalam dua kebijakan tarif yang berbeda, yakni:

Pertama, kebijakan ini diberikan untuk WP OP dan Badan yang sudah pernah menjadi peserta Tax Amnesty jilid I dengan basis aset yang diperoleh hingga 31 Desember 2015.

Tarif PPh Finalnya:
- 11% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.
- 8% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi ke dan aset dalam negeri
- 6% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA).

Kedua, kebijakan ini diberikan untuk WP OP yang selama ini belum melaporkan kekayaannya yang didapat pada 2016 sampai 2020 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak 2020.

Tarif PPh Finalnya:
- 18% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri
- 14% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri
- 12% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dan energi terbarukan.