Fakta Baru dari Inggris Terungkap, Jokowi Didesak Buka Tragedi 1965

Jakarta, law-justice.co - Amnesty International Indonesia (AII) mendesak Presiden Joko Widodo membuka kembali investigasi terkait Tragedi 1965. Desakan itu menyusul temuan fakta baru terkait tragedi tersebut.

Direktur Eksekutif AII, Usman Hamid mengatakan pembukaan investigasi itu juga harus dilakukan karena sejalan dengan janji Jokowi saat Pilpres 2014. Saat itu, Jokowi berjanji akan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat, termasuk Tragedi 1965.

Baca juga : Kejagung Bisa Sita Harta Sandra Dewi, Ini Alasannya

"Kami mendesak Presiden Jokowi untuk merealisasikan janjinya itu dan membuka kembali investigasi terhadap Tragedi 1965 untuk menjamin akuntabilitas dan rasa keadilan kepada para penyintas," kata Usman dalam keterangan tertulis, Kamis (21/10).

Usman menjelaskan, fakta baru itu didapat dari dokumen-dokumen Kementerian Luar Negeri Inggris yang dideklasifikasi. Dalam dokumen-dokumen itu ditemukan bukti keterlibatan pemerintah Inggris dalam membuat propaganda untuk menghasut petinggi-petinggi Indonesia membasmi PKI dan simpatisannya pada 1960-an.

Baca juga : Menteri Keuangan Sri Mulyani Akui Bea Cukai Kadang Ganggu Kenyamanan

Temuan itu, kata Usman, pertama kali diungkapkan ke publik dalam bentuk artikel yang dirilis oleh media Inggris The Observer pada Minggu (17/10).

Menurut Usman, fakta itu sangat berharga. Ia menuturkan, jika ada kemauan pemerintah untuk menyelesaikannya, termasuk melalui rekonsiliasi, maka fakta itu akan menyumbang besar bagi pencarian kebenaran Tragedi 1965-1966.

Baca juga : Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu, KPK Sita Uang Rp48,5 Miliar

"Terkuaknya dokumen black propaganda Inggris adalah contoh betapa masih ada begitu banyak fakta yang masih tersedia dari Tragedi 1965. Fakta ini menganulir argumen pemerintah bahwa tragedi tersebut tak mungkin lagi diusut karena jangka waktu yang telah lama dan bukti yang telah hilang," jelasnya.

Sebelumnya, penyelidikan Komnas HAM selama tiga tahun yang selesai pada Juli 2012 menyimpulkan bahwa tragedi tersebut memenuhi kriteria pelanggaran HAM berat.

Temuan kriteria itu termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan, sesuai dengan definisi UU No. 26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Usman menyebut dalam tragedi tersebut diduga terjadi pembunuhan di luar hukum, penghilangan paksa, penyiksaan dan perlakuan sewenang-wenang lainnya, pemerkosaan dan kejahatan kriminal seksual lainnya.

"Namun, sampai hari ini, belum ada indikasi bahwa pemerintah akan melakukan penyelidikan kriminal," tuturnya.

"Negara memiliki tanggung jawab di bawah undang-undang nasional untuk memastikan bahwa korban pelanggaran HAM berat mendapatkan hak-hak tersebut," ujarnya.