Kudeta Militer Myanmar Jadi Perang Saudara, Aung San Suu Kyi Bersuara?

Myanmar, law-justice.co - Kondisi di Myanmar saat ini belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Yang terjadi justru sebaliknya, di mana konflik antara kelompok anti-kudeta dan pihak militer makin sering terjadi.

Meski begitu, eks pemimpin tertinggi Myanmar yang ditangkap dan dikudeta oleh militer, Aung San Suu Kyi, belum mengeluarkan pernyataan sama sekali akan hal ini. Pengacara Suu Kyi, Khin Maung Zaw, menyebut Suu Kyi membutuhkan konsultasi dengan partner separtainya.

Baca juga : Aung San Suu Kyi Dapat Grasi dari Junta Militer, Ini Sebabnya

"Dia bilang dia tidak pernah berbalik melawan keinginan orang-orang," ujarnya dikutip AFP, Senin (20/9/2021).

Ketegangan di Myanmar makin memuncak setelah anggota parlemen dari partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), menyatakan "perang defensif rakyat" awal bulan ini dengan mendesak warga agar menyerang aset milik junta militer.

Baca juga : Tak Lagi di Jeruji Besi, Aung San Suu Kyi dipindahkan ke Tahanan Rumah

"Setelah deklarasi tersebut, bentrokan antara pasukan pertahanan rakyat lokal dan militer telah meningkat, dan lebih dari selusin menara komunikasi milik tentara telah diserang," ujar kelompok-kelompok anti-junta.

Suu Kyi sendiri sebenarnya diketahui mengedepankan prinsip non-kekerasan. Wanita peraih Nobel itu mengaku ciri khas kelompok demokrasinya adalah mengutamakan proses-proses yang damai.

Baca juga : Diungkap Mantan Perdana Menteri, Sekarang Israel Masuk Perang Saudara

Tetapi, banyak demonstran muda mengambil gerakan perlawanan. Mereka melihatnya sebagai satu-satunya cara untuk secara permanen membasmi dominasi militer dalam politik dan ekonomi negara itu.

Sejauh ini, menurut kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, lebih dari 1.100 orang tewas dan lebih dari 8 ribu orang ditangkap oleh militer Junta sejak demonstrasi dan konflik berdarah akibat penentangan kudeta terjadi di negara itu.