Jumhur: Jika Semua Hasil Gemilang, Bisa Jadi Nanti Tak Ada Perjuangan

Jakarta, law-justice.co - Pengalaman pernah menerima vonis dan menjalani hukuman penjara tidak membuat idealisme aktivis 89, Jumhur Hidayat, goyah.

Jumhur pernah dipenjara tahun 1989 karena terlibat aksi mahasiswa yang menolak kedatangan Menteri Dalam Negeri, Rudini, di Gedung Serba Guna (GSG) ITB pada Sabtu pagi, 5 Agustus 1989.

Baca juga : Anies Baswedan Itu Bukan Anjing

Jumhur saat itu ditangkap bersama beberapa aktivis mahasiswa lainnya seperti Fadjroel Rachman, Arnold Purba, Supriyanto alias Enin, Amarsyah, Bambang Sugiyanto Lasijanto, Lendo Novo, A.Sobur, Wijaya Santosa, Adi SR, dan Dwito Hermanadi.

"(Waktu itu) divonis tiga tahun," kata Jumhur dalam webinar bertajuk `Refleksi Peristiwa 5 Agustus 1989 dan Gerakan Mahasiswa Masa Kini`, Sabtu (7/7).

Baca juga : Tokoh Buruh: Cuma Pasangan Amin yang Mau Cabut UU Cipta Kerja

Bagi Jumhur, perjuangan adalah harga mati yang menjadi bagian dari prinsip hidupnya. Soal akibat dan hasil yang akan terjadi, semua adalah kehendak Tuhan.

"Jadi tugas kita berjuang, soal hasil itu urusan yang di atas, sampai sekarang prinsip itu kita pakai," terangnya.

Baca juga : Ketum KSPSI Bongkar Konflik Rempang Ada di Omnibus UU Cipta Kerja

Menurutnya, tidak menarik juga jika perjuangan tidak ada tantangan. Apalagi, berharap setiap perjuangan hasilnya langsung gemilang.

"Kalau setiap perjuangan berakhir dengan hasil gemilang, boleh jadi tidak ada perjuangan nanti loh," kelakarnya.

Selain Jumhur Hidayat, hadir juga sebagai pembicara aktivis 98 Ray Rangkuti dan Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra. Sementara aktifis 89 yang kini menjadi Jurubicara Presiden, Fadjroel Rachman tidak hadir hingga acara selesai.