PPKM Darurat Diperpanjang, Siap-siap Tsunami PHK Jilid II

Jakarta, law-justice.co - Sebagian kalangan pengusaha sudah memberi sinyal soal ancaman gelombang II PHK yang terjadi pada ledakan kasus Covid-19 di pertengahan 2021 ini. Bahkan fenomena pemangkasan gaji sudah tak terhindarkan dialami oleh para pekerja.


"Bagi pengusaha ini sudah masuk kategori darurat juga,karena cashflow semakin sekarat sedangkan peluang mendapatkan omzet dan profit tidak pasti. Psikologi pengusaha pasti sangat resah, gelisah memikirkan bagaimana nasib usahanya ke depan jika pandemi semakin berkepanjangan," kata Ketua Umum DPD HIPPI Prov.DKI Jakarta Sarman Simanjorang dalam keterangan tertulis, Sabtu (17/7/2021)

Baca juga : Terjerat Penipuan Rp648 Miliar, Vietnam Penjarakan Konglomerat Lagi

Jika PPKM Darurat ini benar benar diperpanjang, akan menjadi dilematis bagi pengusaha khususnya UMKM. Ada yang mampu bertahan dengan cashflow yang sudah sangat menipis, tapi ada kemungkinan melakukan rasionalisasi dengan PHK dan merumahkan karyawan bahkan paling ekstrem menutup usahanya. Namun, semua akan kembali ke daya tahan masing sektor usaha.


"Jika Covid ini masih berkepanjangan dan tidak ada kepastian tentu pelan pelan dan pasti tinggal menunggu waktu akan lebih banyak pengusaha yang akan tumbang khususnya pelaku UMKM yang sangat rentan dengan kondisi ini," kata Sarman.

Baca juga : Ini Respons Pengusaha Usai MK Nyatakan Prabowo Gibran Menang di MK

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut bahwa pemotongan gaji sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu, kondisi makin parah setelah adanya penerapan PPKM darurat, ada beberapa kategori pekerja yang kena dampak.

Pertama adalah pekerja di industri padat modal seperti pertambangan, otomotif, elektronik, hingga pabrik baja yang mendapat gaji pokok secara penuh, namun tunjangan tidak tetapnya yang dipotong seperti tunjangan, transportasi, kehadiran dan lainnya.

Baca juga : Imbas Penjualan Anjlok, Nike PHK Sebanyak Ratusan Karyawan

Kedua, labour insentive padat karya itu upahnya dipotong bervariasi 25%, ada yang 50%, contoh di tekstil, garmen, sepatu, makanan dan minuman, komponen elektronik, keramik percetakan. Kemudian terakhir yang nggak dibayar sama sekali itu perusahaan ritel, logistik, transportasi, hotel. Seperti hotel Melati dipanggil kalo ada okupansi, itu dibayar, makanya harian," kata Iqbal kepada CNBC Indonesia

Ketiga, kategori yang tidak ada bayaran sama sekali umumnya berasal dari sektor yang sangat terdampak dan habis-habisan akibat terbatasnya mobilitas. Selain tidak dibayar, pekerja pun tidak terkena PHK. Pasalnya, perusahaan tidak mampu membayar pesangon.

Berdasarkan survei Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) para pekerja khususnya yang berpenghasilan rendah banyak mengalami pemotongan gaji.


Research Manager IBCM Nizma Fadila mengatakan sebanyak 57% karyawan dengan pendapatan rendah, yaitu di bawah Rp 5 juta per bulan, mengalaminya.

Angka ini lebih besar bila dibandingkan dengan karyawan berpenghasilan di atas Rp 10 juta per bulan. Di mana mereka yang mengalami pemotongan gaji sebesar 47%.
Data ini diperoleh melalui survei mengenai dampak Covid-19 terhadap karyawan swasta di Indonesia. Survei ini dilakukan pada dua gelombang yaitu Mei dan Desember 2020.