Bansos Telat Cair Disebut Jadi Bukti Mensos Gagal Update Data Terpadu

Jakarta, law-justice.co -  Implementasi PPKM Darurat memasuki hari ke-11 sejak diterapkan 3 Juli 2021 lalu, namun suara sumbang di media sosial menggema.

Mereka menagih janji bantuan sosial (bansos) yang disebut tak kunjung cair. Ekonom UI, Fithra Faisal menyebut kondisi ini menggambarkan bahwa anggaran negara belum merespons kondisi darurat meski kebijakan PPKM Darurat sudah diketok.

Baca juga : Pemilik Sriwijaya Air Kini Terseret Korupsi Timah

Menteri Keuangan, Sri Mulyani pun, Fithra menilai, hanya menyinggung percepatan, perpanjangan, dan data bansos tanpa merinci tambahan anggaran bansos yang akan digelontorkan.

"Artinya apa? Anggaran ini masih didesain sebelum spike (lonjakan). Sebelum ada PPKM darurat. Jadi, dengan kata lain, business as usual kalau untuk antisipasi PPKM Darurat. Ini belum menunjukkan kedaruratan," ujarnya seperti melansir cnnindonesia.com.

Baca juga : PDIP Sebut Jokowi dan Anak Mantunya Bagian dari Masa Lalu Partai

Sri Mulyani, sambung Fithra, baru menyampaikan anggaran tambahan bansos PPKM Darurat pada awal pekan lalu. Nilainya mencapai Rp10,93 triliun untuk perpanjangan bansos tunai (BST), bantuan beras, dan diskon listrik.

Nilai itu dianggap jauh dari ideal. Hitung-hitungan Fithra, anggaran tambahan bansos seharusnya Rp30 triliun sampai Rp40 triliun. "Perhitungan saya, dalam sebulan kita butuh on top dari Rp10 triliun. Sekitar Rp30 triliun-Rp40 triliun lagi," jelasnya.

Baca juga : Akhiri Konflik Dua Negara, Hamas Siap Letakkan Senjata, Ini Syaratnya

Bicara anggaran, ia menilai negara masih mampu memenuhi pendanaan bansos. Toh, UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 mengizinkan defisit APBN melebihi 3 persen guna menangani pandemi.

Berarti, akar masalahnya bukan pada kemampuan keuangan negara. Justru, pokok permasalahan lambatnya pencairan bansos PPKM darurat adalah pembaruan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang merupakan tanggung jawab Kementerian Sosial.

Ia menuturkan DTKS yang belum diperbarui menghambat pencairan anggaran karena dana tersebut harus disalurkan secara efisien dan tepat sasaran kepada penerima manfaat. Kementerian Keuangan tak bisa asal menyalurkan dana tanpa data yang valid dan mutakhir.

"Kementerian Keuangan secara subliminal (tersembunyi) mengirimkan pesan kepada kementerian teknis lain, terutama Kementerian Sosial karena kita bicara bansos. Kenapa bansos lambat cairnya, bukan hanya bulan ini tapi bulan sebelumnya, karena datanya tidak update," terang dia.

Secara khusus, ia mengkritisi Menteri Sosial Tri Rismaharini yang sibuk dengan urusan mikro. Ambil contoh, baru-baru ini ia menegur ASN di Kota Bandung lantaran tidak mempersiapkan dapur umum dengan baik. Sebaliknya, Risma melewatkan tanggung jawab besar soal pemutakhiran DTKS yang jadi acuan penyaluran bansos.

"Berarti Kemensos gagal dalam upgrade data bansos, gagal dalam melaksanakan tugas yang sebenarnya, yaitu penyaluran bansos. Mensos mengerjakan hal-hal yang terlalu mikro, sehingga kehilangan big picture-nya. Kesana kemari marahin orang, di sisi lain kerjaan yang paling prioritas, yakni pemutakhiran data lagging (tertunda), makanya Kementerian Keuangan tidak bisa ngapa-ngapain," ucapnya.

Ia menuturkan kondisi ini tidak bisa disepelekan karena akan berdampak pada masyarakat serta perekonomian secara umum. Apabila bansos tak kunjung cair, maka masyarakat yang menggantungkan hidup dari pendapatan harian terpaksa keluar rumah mencari nafkah.

Imbasnya, pelaksanaan PPKM darurat tidak akan efektif, lonjakan kasus covid-19 pun tak kunjung reda. "Lebih parah lagi, kemiskinan semakin parah karena mereka kehilangan sumber pencarian, kalau kondisi ini terus berlarut-larut," imbuh Fithra.

Dalam skenario terburuk, lanjutnya, keadaan ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi jangka menengah panjang tidak bisa kembali ke level normal, yakni 5 persen-an.

Pemerintah menjanjikan sejumlah bansos selama PPKM darurat, meliputi bansos beras sebanyak 10 kilogram (kg) bagi penerima bansos tunai dan Program Keluarga Harapan (PKH). Rencananya, bansos beras mulai disalurkan pada hari ini, Rabu (14/7).

Lalu, bansos tunai kepada masyarakat kurang mampu senilai Rp300 ribu per bulan per penerima selama PPKM Darurat. Bansos tunai akan diberikan untuk dua bulan dari Juli-Agustus, sehingga dana yang diterima masyarakat mencapai Rp600 ribu per penerima.

Targetnya, bansos tunai bisa disalurkan mulai pekan lalu atau paling lambat akhir pekan ini.

Selain itu, pemerintah juga menjanjikan penyaluran PKH, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) atau Kartu Sembako, dan BLT Dana Desa pada Juli ini. Bansos tersebut dibayarkan untuk tiga bulan atau jatah pada kuartal III 2021. Sayangnya, masyarakat belum mengantongi pencairan bansos selama PPKM darurat tersebut.

Meskipun bansos diperpanjang, Kepala Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan Indef Rizal Taufikurahman menyiratkan anggaran bansos masih perlu ditambah. Sebab, skala PPKM Darurat diperluas tidak hanya Jawa-Bali, tetapi juga di luar Jawa-Bali.

Belum lagi, ada perkiraan PPKM darurat diperpanjang dan masih akan diperluas. Di sisi lain, tekanan ekonomi masyarakat tahun ini semakin berat karena sudah melalui pandemi selama lebih dari setahun. Karenanya, Rizal menilai bansos yang ada tidak cukup untuk menanggulangi dampak dari PPKM darurat.

"Dibandingkan dengan tahun lalu, kondisi PSBB beberapa kali, tapi hanya lokal per wilayah, kalau sekarang seluruh Jawa Bali dan beberapa provinsi lain, bahkan bisa jadi seluruh provinsi sehingga bansos harus ditingkatkan," katanya.

Idealnya, dana bansos dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021 bisa dikerek dua kali lipat dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp234,33 triliun. Ndilalah, pemerintah malah memangkas dana perlindungan sosial menjadi Rp153,86 triliun.

Hal ini, menurut dia, menunjukkan bahwa pemerintah belum siap dengan penyaluran bansos PPKM darurat sehingga penyalurannya pun tidak kunjung terealisasi. Maklum saja, lonjakan kasus covid-19 akibat varian delta belum diantisipasi sebelumnya oleh semua pihak termasuk pemerintah.

"Tampaknya kondisi ini tidak diimbangi dengan kesiapan bansos meskipun banyak juga informasi bahwa bansos akan segera diturunkan, tapi ini sudah masuk minggu kedua, ini termasuk agak telat," imbuhnya.

Selain minimnya persiapan, ia sepakat dengan Fithra bahwa lambatnya penyaluran bansos dipicu oleh permasalahan data penerima. Menurutnya, jika kondisi ini terus berlarut, maka berdampak pada konsumsi masyarakat yang bakal mempengaruhi pertumbuhan ekonomi serta berkurangnya efektivitas PPKM darurat.

"Makanya bansos ini harus segera digelontorkan kalau bicara masalah birokrasi harus dipercepat, database segera divalidasi dan didistribusikan, kuncinya di sana. Sebab, masyarakat sudah teriak semua, terutama masyarakat yang tidak punya income (penghasilan)," jelasnya.

Ketua Satuan Tugas BST PT Pos Indonesia (Persero) Haris mengaku belum ada penyaluran bansos selama PPKM darurat karena masih menunggu instruksi dari Kementerian Sosial. Informasi terbaru, data dan dana dari Kementerian Sosial telah diterima pada Selasa (13/7).

"Belum ada penyaluran, kami masih menunggu perintah dari Kementerian Sosial," tandasnya.

Usai data dan dana diterima, maka targetnya bansos bisa disalurkan pada hari ini, Rabu (14/7) atau esok, Kamis (15/7). Selama PPKM darurat PT Pos akan mengantarkan bansos secara langsung kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.